Rabu, 25 Januari 2012

Manajemen Modal Manusia vs Manajemen Modal Insani



Oleh: Ratmaya Urip


Dear All,

Sejak “Human Resource Management” (Manajemen Sumber Daya Manusia) berkembang mrenjadi “Human Capital Management”, tidak ada satupun yang secara intens, menerjemahkan Term “Human Capital Management” ke dalam Bahasa Indonesia secara baku.

Kewajiban para intelektual khususnya bagi para praktisi dan para akademisi di milis ini khususnya yg concern pada “Human Capital Management” untuk memberikan masukannya.

Bahasa Indonesia berkebalikan dengan Bhs Inggris dalam bentukan katanya.

Bahasa Indonesia menganut Hukum MD. Sementara Bhs Inggris menganut Hukum DM. Sehingga menurut saya terjemahan baku “Human Capital Management” adalah “Manajemen Modal Manusia” (M3).

Namun saya tertarik pada istilah CHEVRON, yg menerjemahkan/mengubah “Human Capital” menjadi “Human Energy” (karena mereka berbisnis di bidang Energi khususnya minyak dan gas, maka kemudian mengubah CAPITAL atau ASSET dlm konteks “Human Capital” menjadi “Human Energi” yg diterjemahkan dlm bahasa Indonesia menjadi ENERGI INSANI.

Sehingga ada alternatif terjemahan baku yg kedua yg lebih baik dan baku, utk “Human Capital Management”, yaitu menjadi MANAJEMEN MODAL INSANI.

Dengan kata lain, utk “Human Capital Management” alternatif terjemahan bakunya dalam Bhs Indonesia adalah “Manajemen Modal Manusia” atau “Manajemen Modal Insani”.

Sedangkan terjemahan utk “Human Capital Development” terjemahan bakunya adalah “Pengembangan Modal Manusia” atau “Pengembangan Modal Insani”.

Demikian, terima kasih

Salam Manajemen

Ratmaya Urip

Minggu, 15 Januari, 2012 18:15

Sisi Lain IMLEK



Oleh: Ratmaya Urip*)

Dalam setiap event atau peristiwa selalu saja ada saripati, makna atau esensi hakiki yang tertinggal atau tercipta dan terbangun. Karena setiap event bukan hanya proses, namun sekaligus juga masukan (input) serta tujuan/hasil dan sasaran/output (goal & objective). Dengan kata lain di dalamnya terkandung aspek visioner, manajerial, taktikal maupun operasional secara generik. Sebagaimana layaknya manajemen modern, itu saja tidak cukup, karena harus ada value untuk dapat menjadi culture, dan hal-hal lain yang berkaitan dengan manajemen strategi. Value sendiri dapat ada karena sebagai input, sebagai proses maupun sebagai output.

Demikian juga dalam sepotong kalimat: “gong xi fa chai” (mandarin), “kiung hi sin nyien” (khek), atau “sin cia ju ie” (tio chu).

Hari Senin, 23 Januari 2012 ini, bertepatan dengan hari Libur Imlek 2563, atau sering juga disebut sebagai Sin Tjia, Hanyu Pinyin, Chun Jie, Chu Xi atau Zheng Yue (Mandarin), Jyutping (Cantonese), Seollal (Koreans), Losar (Tibetans dan Bhutanese), Tsagaan Sar (Mongolians), Tet (Vietnamese), Oshogatsu (Japanese sebelum thn 1873), Chinese Lunar New Year, Eve of the Passing Year, Spring Festival, atau apapun namanya termasuk yang berbahasa Khek maupun Tiociu, meskipun dengan esensi yang sama. Hari yang sarat dengan emosi-emosi kultural maupun spiritual bagi etnik Tionghoa dimanapun berada, meski berbeda sub-etniknya. Juga hari yang paling ditunggu bagi seluruh ras kuning lain dan Indo China pada umumnya (Vietnam, Laos, Kamboja).

Imlek memang lebih mendunia daripada perayaan dengan hakekat yang sama seperti Tet, Seollal, Losar, Tsagaan Sar, dan Oshogatsu. Ini bisa dimaklumi. Di samping populasi Chinese di Mainland yang sangat besar, yang merupakan populasi terbesar di dunia (lebih dari 1,3 M), juga peran Chinese Diaspora yang menggurita di dunia meskipun dengan bahasa berbeda karena sub-etnik yang beda, Mandarin, Cantonese, Khek, Tiociu, dll. Khususnya di banyak tempat Chinatown di Amerika Serikat (Los Angeles, San Fransisco, dll), Canada (Vancouver), Malaysia (Penang, Johor Bahru, dll) , Singapore, Taiwan, Thailand, Hong Kong, Macau, Indonesia (Jakarta, Surabaya, Solo, Pelembang, Bangka-Belitung, Pontianak, Singkawang, Medan, Bagan Siapiapi, dll), dan Chinatown lain di seluruh dunia. Jumlah populasi yang besar-lah yang menjadi penyumbang utama fenomena tersebut. Bayangkan dengan Hari Raya Tet yang hanya dirayakan di Vietnam atau di tempat pemukiman/pengungsian mereka yang baru di Amerika Serikat, dan Australia, setelah berakhirnya Perang Vietnam (sisa-sisa di Pulau Galang, Kep. Riau masih ada), atau Losar yang hanya di rayakan di Tibet, Bhutan dan sejumlah tempat pengungsian di India Utara, atau Tsagaan Sar di Mongolia.

Imlek yang semula hanya dirayakan oleh para petani untuk mengekspresikan rasa bersyukur atas panen mereka di musim semi itu, sekaligus permohonan doa agar di tahun-tahun selanjutnya akan lebih sukses tersebut kini merambah tataran sosial yang lebih luas, karena tidak hanya petani namun juga kalangan birokrat, industriawan, trader, investor, dan lain-lain, yang tidak ada satupun yang melewatkannya, khususnya di kalangan etnis Tionghoa.

“Back to basic”, karena dunia yang telah memasuki era gelombang ke-empat/fourth wave (era kreatifitas/inovasi, lingkungan dan budaya), setelah mulai beranjak pergi dari era gelombang ketiga/third wave (informasi) ini, tokh akhirnya kembali berpaling pada “basic need” yaitu era gelombang pertama/first wave, yaitu pertanian. Ini tidak bisa dipungkiri, mengingat dengan semakin besarnya jumlah penduduk dunia yang membutuhkan makanan, anomali iklim, chaos di sejumlah penjuru dunia, lingkungan yang tidak bersahabat dengan manusia lagi karena kerakusan manusia itu sendiri, pergulatan kepentingan yang diwarnai praktek-praktek kotor untuk memenangkannya, dan lain-lain.

Gejala kekurangan kebutuhan dasar manusia berupa hasil-hasil pertanian, yang ditandai dengan semakin langka dan mahalnya produk-produk pertanian, harus diwaspadai sebagai gejala awal, untuk kita lebih waspada, agar jangan lagi abaikan fenomena ini.

Fenomena Imlek seharusnya menjadikan manusia untuk kembali ke khittah-nya. Karena Imlek lahir di antara jerami-jerami dan sekam padi atau gandum yang menggunung, serta di banjirnya panen kacang dan kedele di lingkungan pertanian.

“gong xi fa chai” yang konon awalnya bermakna “selamat musim semi baru”, untuk menyambut panen yang melimpah, telah bermetamorfosis menjadi lebih berkonotasi “selamat menjadi kaya raya” akhir-akhir ini. Semangat agraris telah ber-evolusi menjadi lebih kapitalistik, di tengah mulai langkanya atau mulai mahalnya kebutuhan primer bagi kelangsungan kehidupan.

ooOoo

Berbeda dengan Imlek yang sangat kolosal. Ada satu fenomena lain yang lahir dari lingkungan pertanian, yang mirip dan juga mendunia namun menggurita dengan infiltrasi, yaitu fenomena menjamurnya “pub” di seluruh dunia.

Pub” pada awalnya adalah peristiwa berkumpulnya para petani miskin Irlandia, untuk merayakan keberhasilan panen mereka. “Pub” yang semula hanya tempat yang tersebar di seantero Irlandia yang hanya dihadiri oleh para petani pria, untuk merayakan keberhasilan panen mereka sambil menbdiskusikan tentang cara-cara memperbaiki sistem dan operasi pertanian mereka itu kini juga merambah dunia, menggurita, namun telah bermetamorfosis. Karena kini sudah menjadi kebutuhan kaum jet-set yang tidak hanya pria saja, untuk menghibur diri, ngobrol yang sering tidak ada hubungannya dengan pertanian. Ada “pub” yang isinya membicarakan gossip, kadang sumpah serapah orang mabuk, meskipun ada pula “pub” yang menjadi tempat diskusi para profesional, tempat libur keluarga, dan aktifitas-aktifitas yang positif lainnya.

Ya, kedua fenomena tersebut memang mirip jika tinjauannya hanya dari perspektif atau kajian historisnya, khususnya dalam hal keterlibatan para petani. Karena bermata air dari para petani, bahkan para petani paling miskin, yang kemudian menggurita, yang kemudian di-adopsi atau bermetamorfosis mengikuti gelombang peradaban manusia.

Yang membedakan mungkin hanya waktunya saja. Kalau Imlek dirayakan setahun sekali di awal musim semi, sementara “pub” diadakan setiap akhir pekan, khususnya jika ada masalah-masalah pertanian yang menonjol. Beda yang lain adalah Imlek lebih kultural dan spiritual yang sering diwarnai hal-hal yang emosional. Sementara “pub” hanya kultural yang sarat dengan nuansa emosional.

Terlepas dari apa yang ditulis di atas, dari nilai-nilai hakiki dan essensial yang ada dalam Imlek maupun Pub, sebaiknya kita dapat membawa diri untuk menoleh kembali ke basic need” kita, yaitu memberikan apresiasi pada aktifitas yang oleh Alvin Toffler sudah dianggap “jadul” karena merupakan gelombang pertama/first wave dari peradaban manusia. Setinggi apapun peradaban manusia, tanpa hasil pertanian secara luas (termasuk perkebunan, peternakan, perikanan, kehutanan dan lain-lain), manusia tidak akan dapat melanggengkan hidup dan kehidupan.

ooOoo

Untunglah nama “Imlek” yang sarat atau kental dengan nuansa pertanian masih ada di tempat lain, yang lebih berkonotasi pada “basic need”, yaitu produk pertanian. Karena Imlek adalah nama perusahaan makanan di Belgrade, Serbia, yang berbasis pada produk-produk hasil pertanian, khususnya “dairy products” (butter, cheese dan yoghurt), yang relatif dapat menyaingi produk-produk pertanian Denmark, meskipun tidak sehebat Denmark, yang lebih dikenal sebagai “negeri sarapan pagi”, karena potensinya yang luar biasa di bidang pertanian, sehingga menjadi negeri nomor wahid di Eropa karena dapat memasok kebutuhan sarapan pagi bagi Eropa (lihat saja sarapan pagi di Hotel-hotel di Eropa yang mayoritasnya merupakan produk-produk pertanian Denmark).

Imlek, yang berdiri pada tahun 1953, yang merupakan nama perusahaan di Serbia tersebut konon memiliki revenue US$ 240 M pada tahun 2009, yang mayoritas sahamnya kini dimiliki oleh Salford Investment Fund mulai tahun 2004. Yang saya heran, kenapa ya setelah saya cari di Fortune 500 Global, kok tidak ada dalam ranking, padahal dengan revenue sebesar itu seharusnya masuk ranking. Seharusnya tidak kalah dengan produsen minyak dunia seperti Exxon-Mobil, Chevron, BP, dll, atau perusahaan-perusahaan otomotif dunia. Apa data-nya yang salah? Atau saya yang salah baca? Hanya Allah Swt yang tahu.

Pesan moral yang ingin disampaikan:

Meskipun kita sudah merasa berada di tataran yang paling tinggi dalam peradaban, namun jangan sekali-sekali meninggalkan apa yang pernah dicapai di awal, karena di suatu waktu akan kembali untuk menyelamatkan kita jika terjadi keterpurukan, atau dapat menjadi cermin bagi peradaban manusia, untuk sesuatu yang lebih baik. Karena “siklus” sering menjadi bagian dari peradaban, atau merupakan peradaban itu sendiri. “Gesang punika kados dene cakra manggilingan, pramila kedah wonten ing margining Pangeran Ingkang Murbeng Dumados”(Hidup itu seperti roda pedati, maka wajib untuk selalu berada di jalan Allah Swt).

ooOoo

Jumat, 13 Januari 2012

Score TOEFL dalam Perspektif Knowledge Management sebagai Manifestasi Human Capital Development



Oleh: Ratmaya Urip

Dear All,

Heboh pro-kontra Score TOEFL yang dipicu statement Gita Wiryawan dalam kapasitasnya sebagai Pejabat Publik, menurut saya perlu kita sikapi secara utuh dan komprehensif dari kajian Ilmu dan Aplikasi disiplin Ilmu Manajemen. Sebagai individu yang salah satunya mendalami Manajemen, maka saya berusaha menganalisisnya dari kajian Strategic Management, Human Capital Management, Operation and Maintenance Management, dsb.

Karena kalau kita melihat nilai TOEFL dari siapa yg melontarkan, atau posisinya dalam jabatan publik, pasti akan banyak bias, karena rawan politisasi yg penuh intrik, untuk melanggengkan kekuasaan bagi incumbent maupun menggusur kekuasaan bagi yang ingin menggusur kekuasaan. Dalam politik itu sah-sah saja.

Contohnya jika isu Score TOEFL dilontarkan oleh Individu yg sedang dielu-elukan publik pasti beda responsnya, dibandingkan jika dihembuskan oleh pejabat publik yg sedang berkuasa, sementara kekuasaannya sendiri sedang dalam kritikan pedas, karena kinerjanya dipandang kurang memenuhi harapan publik. Sekalipun pejabat publiknya sebenarnya mungkin bertindak sesuai kaidah2 keilmuan.

Karena pada hakekatnya, benturan kepentingan itu akan selalu terjadi antara yang mapan versus yang tidak mapan secara ideologi, politik, ekonomi, budaya, hukum, dsb.

Itulah mengapa dalam forum milis ini, yg konon mengusung visi yg berkaitan dengan Manajemen ini, saya mencoba untuk menyodorkannya dalam Perspektif Manajemen di pusaran Ring 1 Ilmu Manajemen.

Semoga dapat menjadi alternatif kajian dan dapat diterima. Jika jauh dari kaidah2 keilmuan dan menggusur obyektifitas, mohon saya ditegur secara langsung. Supaya saya tahu kekurangan saya, untuk dapat saya perbaiki.

TOEFL SCORE DALAM PERSPEKTIF KNOWLEDGE MANAGEMENT

Bahasa Inggris adalah suatu Knowledge. Baik bagi native apalagi bagi yang non-native speakernya. Itu terbukti karena menjadi mata pelajaran atau mata kuliah di seluruh strata pendidikan di dunia ini, termasuk di Indonesia ini.

Sebagai Knowledge, Bahasa Inggris tentu saja ada kaidah2 yang telah ditetapkan bersama sebagai standar baku yg diakui secara luas. Di antaranya adalah menggunakan acuan TOEFL SCORE.

Mencapai nilai score Toefl yg tinggi mengindikasikan bahwa individu yang bersangkutan dianggap memiliki kompetensi yg baik. Asal dilakukan secara baik dan benar. Itupun ada penjenjangan bagi test-nya. Ada yg berkatagori International TOEFL Test yg hanya lembaga2 tertentu yg diakui utk dapat menyelenggarakan Test tsb. Ada yang di bawah kelas tsb, dsb.

Diakui atau tidak TOEFL TEST System sudah menjadi bagian dari Knowledge Management yg established. Sehingga dalam penerimaan tenaga kerja, dalam penerimaan mshasiswa, dsb, sering menjadi salah satu acuan keberterimaannya.

TOEFL SCORE DALAM PERSPEKTIF HUMAN CAPITAL MANAGEMENT

Bagi institusi yg ingin merekrut tenaga kerja, TOEFL SCORE yg tinggi merupakan advantage. Dengan score yg tinggi komunikasi yg baik dan benar akan mudah terjalin. Juga miss communication yg kadang berujung pada kegagalan goal and objective akan dapat dikurangi.

Bagi usaha yg berorientasi ekspor akan mempercepat proses. Bagi pejabat publik, khususnya yg interaksi internasionalnya tinggi akan memudahkan diplomasi dan penyerapan informasi. Mengingat Bahasa Inggris adalah Bahasa Dunia.

Dengan kata lain, Bahasa Inggris dengan standar tinggi akan menguntungkan bagi banyak stakeholder.

Mengapa tenaga kerja skilled dari Filipina, Malaysia, India, Singapura, laku keras di pasar kerja internasional, ya karena salah satunya memiliki komunikasi yg baik.

Penguasaan Bahasa Inggris yg baik yg sering direpresentasikan dengan Toefl Score, sangat mendulang Motivasi dan Kepercayaan Diri, sehingga membawa lebih ke pencapaian produktifitas.

Profesionalisme sering menambahkan Komunikasi berbahasa Inggris sebagai kriteria.

TOEFL SCORE DALAM PERSPEKTIF MANAJEMEN STRATEJIK

Stratejik sering kali berkonotasi "sustainable" dan "long term". Jadi kemampuan Bhs Inggris akan memberikan sustainability bagi banyak aktifitas, baik dalam Manajemen Bisnis maupun Manajemen Pelayanan Publik.

Tentu saja itu bukan satu-satunya. Namun mandatory untuk aktifitas internasional.

TOEFL SCORE DALAM PERSPEKTIF OPERATION and MAINTENANCE MANAGEMENT

Diakui atau tidak, kemampuan berbahasa Inggris yg standarisasinya adalah TOEFL SCORE, akan memuluskan Operasi kita dalam aktifitas2 kita, khususnya yg berorientasi internasional.
Begita pula dalam Maintenance-nya.

TOEFL SCORE DALAM PERSPEKTIF QUALITY, SAFETY, HEALTH AND MANAGEMENT (QSHE MANAGEMENT) AND RISK MANAGEMENT

Kemampuan untuk QSHE Management banyak didukung referensi2 dan manual2 berbahasa Inggris. Di bidang engineering kita berkutat dengan ASME, ASTM, ISO, API, ACI dan sebagainya. Saya tidak bisa membayangkan jika engineer tidak menguasainya.

Juga bagi Risk Management yg manual dan standar bakunya masih banyak yg berbahasa Inggris, memerlukan kemampuan Bhs Inggris yg prima.

TOEFL SCORE DALAM PERSPEKTIF EKONOMI

Pertumbuhan ekonomi Indonesia saat ini banyak didulang dari konsumsi dalam negeri (consumption-driven growth). Sementara dari Investasi Asing Langsung (Foreign Direct Investment) sangat memprihatinkan dibanding negara lain (Investment-driven growth). Juga dari Ekspor.
Padahal China menjadi Raksasa Ekonomi Dunia karena kemampuan dalam mendatangkan Investasi Asing Langsung dan Ekspornya. Para official dr China berlomba-lomba meningkatkan kapasitas profesionalisme mereka, yg salah satunya adalah kemampuan komunikasi Bhs Inggris mereka.

Maka ketika Gita Wiryawan menyampaikan ttg isu TOEFL SCORE, komentar saya satu2nya adalah "terlambat".
Tapi lebih baik terlambat daripada tidak sama sekali.

KONKLUSI

Saya selalu menghindari opini dari perspektif politik praktis. Selalu beropini positip atau negatip hanya karena aksi atau reaksi yg disebabkan oleh adanya individu "siapa" atau posisinya dimana atau sebagai apa saat melontarkan trigger dari isu tertentu, hanya akan membuat kegaduhan politik yg penuh intrik atau kegaduhan publik yg tdk produktif.
Yang untung hanya media, karena semakin laku saja jualannya. Sementara rakyat jelata tidak menangguk apa-apa.
Yang berseberangan dengan pengumpan trigger biasanya nemberikan opini negatif. Sementara yg satu grup akan beropini positif. Karena hakekat friksi atau bahkan benturan, sebenarnya adalah benturan antara yg mapan vs yg mencoba merebut kemapanan. Atau sekurang2nya yg peduli vs yg anti terhadap kemapanan, khususnya jika kemapanannya tidak memberikan kontribusi bagi rakyat banyak. Atau syahwat politisi yg kebablasen vs nurani kenegarawanan.

Salam Manajemen

Ratmaya Urip

Rabu, 4 Januari, 2012 20:14

Jokowi dalam Perspektif Antropologi, dan Perspektif Lainnya.




Oleh: Ratmaya Urip

Dear All,

Mencuatnya kembali Isu Mobnas, diakui atau tidak, salah satunya adalah kontribusi Jokowi ketika secara eksklusif mengganti kendaraan dinasnya dari Camry ke Kiat Esemka.

Dalam kesempatan ini saya kembali akan menganalisisnya dari berbagai perspektif, tentang pribadi dan ketokohan Jokowi. Untuk itu jika saya tidak obyektif mohon diingatkan. Karena saya hanya berusaha untuk mengkajinya sebaik mungkin.

Jokowi, walikota Solo kelahiran 21 Juni 1961 atau lahir di bulan yang sama dengan Presiden RI yg pertama dan kedua, dan yg menjabat Walikota Solo sejak 2005 dan saat ini tengah menjabat untuk periode kedua sampai 2015, cukup menarik dikaji sepak terjangnya dalam berbagai perspektif. Untuk itulah berikut ini saya akan berusaha mengkajinya.

JOKOWI DALAM PERSPEKTIF ANTROPOLOGI BISNIS/EKONOMI:

Jokowi lahir dan dibesarkan di Surakarta, atau di tengah Etnis Jawa, khususnya Sub-Etnis Jawa Mataraman seperti halnya Dahlan Iskan. Wilayah Jawa Mataraman adalah wilayah di Jawa dengan nomor polisi yg menggunakan huruf ganda, yaitu AA, AB, AD, AE, dan AG. Sedang wilayah lain di Jawa selalu menggunakan huruf tunggal, mulai A (Banten), B (Jakarta), D (Bandung), H (Semarang), L (Surabaya), dst sampai Z. Hanya kalau Dahlan Iskan dari AE (eks karesidenan Madiun), sedangkan Jokowi dari eks-Karesidenan Surakarta (AD).

Etnis Jawa, terbagi dalam beberapa sub-etnis, yaitu mulai dari Barat ke timur, yaitu sub-etnis Jawa Cirebonan, Jawa Banyumasan, Jawa Tegalan, Jawa Semarangan atau Jawa Kulonan (untuk istilah teman2 di Jatim bagi penduduk di Wilayah dengan no polisi huruf S), Jawa Mataraman, Jawa Arek, Jawa Tengger, Jawa Osing, dan Jawa Perantauan (berdomisili di luar negeri dan dalam negeri secara turun temurun, seperti etnis Jawa yg ada di Suriname, New Calidonie,Jawa Lampung, Jawa Deli, Jawa Tondano, Jawa di Banten Utara).

Seperti saya sampaikan sebelumnya, pada umumnya, sub-etnis Jawa Mataraman adalah etnis dengan stereotip budaya yg tidak suka merantau, tidak suka dengan risiko apalagi risiko tinggi, maunya sedang-sedang saja, "adem-ayem", atau main-streamnya selalu di tengah atau menjadi penengah. Itu terbentuk dan terformulasi dari jargon atau pemeo: "mangan ora mangan kumpul" (makan atau tidak makan harus kumpul), "gemah ripah loh jinawi, tata tentrem kerta raharja", "negeri bak zamrud khatulistiwa", "tongkat kayu jadi tanaman", "bukan lautan hanya kolam susu", dll.

Etnis Jawa Mataraman secara umum mendiami wilayah yang subur, maka keengganan untuk merantau merupakan konsekuensi logis. Namun ada wilayah "enclave" dengan ciri atau stereotip sempalan di Jawa Mataraman yg beda, karena suka sekali merantau, karena lingkungannya tdk dapat memberikan janji bagi kehidupan yg lebih baik karena gersang dan sulit utk tercapainya kehidupan yang layak. Wilayah "enclave" tersebut adalah Gunung Kidul, Wonogiri, Pacitan, Trenggalek, sebagian Tulung Agung dan sebagian Blitar.

Jokowi, sebenarnya lahir dan dibesarkan di wilayah yg subur di tepian Bengawan Solo, namun kebetulan dari lingkungan keluarga sederhana.

Kuliahnya di Fakultas Kehutanan UGM diselesaikan dengan upaya keras karena ketiadaan biaya.

Selepas selesai kuliah seperti halnya Dahlan Iskan Jokowi langsung mengembara, menuju Aceh, untuk bekerja di BUMN. Namun panggilan utk menjadi pengusaha lebih kuat, maka akhirnya terdampar sebagai pengusaha, yang tidak jauh dari apa yg dipelajarinya semasa kuliah, yaitu sebagai pengusaha Furniture. Padahal tahun 1985, saat dia lulus, biasanya lulusan UGM mendambakan bekerja sebagai birokrat, atau perusahaan negara. Jadi ada anomali dalam diri Jokowi, dengan stereotif Jawa Mataraman pada umumnya. Dengan kata lain, Jokowi, seperti Dahlan Iskan, adalah "pemberontak" terhadap stereotip antropologisnya.

Apalagi pilihan hidup Jokowi sebagai SAUDAGAR atau Pengusaha, bukan PRIYAYi yang dimanifestasikan sebagai birokrat, guru, polisi, militer dan profesi lain yg menjanjikan kemapanan, semakin menguatkan pribadi Jokowi sebagai "pembangkang" bagi stereotip antropologi bisnis/ekonomi yg berkembang pada masa itu.

Namun langkahnya membawa Jokowi menuju kearifan-kearifan, yg memegang peranan bagi kesuksesannya di kemudian hari.

Kearifan bisnis, berkembang sejak menjadi pengusaha furniture. Apalagi interaksinya dengan negara tujuan ekspor, membawa knowledge-nya tidak sekedar hanya menabung kearifan bisnis, namun juga kearifan sosial (kepiawaian menghandle massa tanpa gejolak ketika pembebasan lahan), kearifan budaya (berhasil membawa Solo sebagai tempat penyelenggara atau tuan rumah Organisasi Kota-kota Warisan Dunia thn 2008 dan penyelenggara Festival Musik Dunia thn 2007 dan 2008, dll), kearifan lingkungan (revitalisasi Balekambang dan keaktifannya semasa mahasiswa dalam aktifitas naik gunung dan camping), kearifan dan kesantuan serta kelugasan komunikasi sosial yang bermuara pada kearifan politik di kemudian hari, sehingga lebih TACIT setelah menjabat sebagai walikota Solo.

Kearifan manajemen khususnya Manajemen Publik erbukti dengan disabetnya penghargaan yg diraihnya ketika dia menjabat Walikota Solo.

Kearifan Ekonomi dan Bisnis, dll.

JOKOWI DALAM PERSPEKTIF ANTROPOLOGI POLITIK:

Sambil berseloroh, jika berandai-andai sambil bercanda, maka Jika 5 Presiden dari 6 Presiden RI yang dari etnis Jawa, dimana 4 sub-etnis dari Jawa Mataraman (Soekarno, Soeharto, Megawati, SBY), dan 1 etnis dari sub-etnis Jawa Arek campur Jawa Mataraman (Gus Dur) itu di tambah calon Presiden/Wakil Presiden yg banyak diusulkan publik, meskipun pro-kontra masih kental mengiringinya, seperti Dahlan Iskan (AE) atau Jokowi (AD) atau Prabowo Soebiyanto (AA), maka dominasi Jawa Mataraman akan sulit terkejar sementara ini. Maaf ini analisis dari Perspektif Antropologi Politik.

Wilayah Jawa Mataraman adalah wilayah dengan dominasi utama Abangan (Nasionalis), Priyayi (Nasionalis), Santri Modernis di wilayah urban, Santri Tradisional di wilayah rural, serta sedikit Santri Fundamentalis yg minoritas.
Maka Partai-partai Nasionalis berjaya di wilayah ini. Disusul Partai Islam Modernis.

Jokowi sendiri adalah seorang Nasionalis Religius yang Modernis.

Komunikasi Politik Jokowi sangat bagus, sehingga banyak diterima oleh banyak kalangan, meski itu lawan2 politiknya. Itulah mengapa Jokowi dapat terpilih utk 2 kali masa jabatan sbg Walikota dengan suara yg relatif hampir mutlak.

Maka ketika lembaga Survey Cyrus Network yg bekerja sama dengan Universitas Indonesia cq. Laboratorium Psychologi Politik mengadakan Survey Politik dalam rangka pencalonan sebagai Gubernur DKI, dia menduduki ranking pertama yg direkomendasikan kepada partai tertentu (The Jakarta Post). Katagori penilaian waktu itu adalah:
Leadership, intellectuality, political skill, political communication skills, emotional stability, leadership style and physical appearance.

Meskipun menurut saya masih harus dibuktikan dengan pertarungan riil di lapangan. Karena di DKI, kekuatan Nasionalis terpecah2 menjadi beberapa partai, sementara kekuatan partai Islam sangat solid, meskipun juga terpecah dalam berbagai partai. Namun dari beberapa pengalaman pilkada di Indonesia menunjukkan, bahwa partai tdk berpengaruh secara signifikan dibanding ketokohan seorang individu.

JOKOWI DALAM PERSPEKTIF EKONOMI/BISNIS

Sebagai marketing yg andal sudah terbukti, dengan keberhasilan Jokowi dalam negosiasi2 dagang di luar negeri semasih menjadi pengusaha furniture dan juga dalam kapasitasnya sebagai Ketua Asmindo sebelum menjabat Walikota Solo. Ditambah perannya sebagai "salesman" dalam penjualan Mobnas Kiat Esemka.

JOKOWI DALAM PERSPEKTIF MANAJEMEN

Dalam manajemen bisnis sudah terbukti dengan kesuksesannya membawa perusahaannya waktu itu menembus pasar manca negara, yg kemudian diteruskan dengan kepiawaiannya dalam manajemen pelayanan publik setelah menjabat sebagai Walikota. Terbukti dengan adanya penghargaan utk itu.
Matriks atas kepiawaian dalam Manajemen Bisnis dan Manajemen Publik, diharapkan dapat menancapkan stigma Jokowi (individu maupun institusi yg di bawah kendalinya) sebagai Pro Bisnis dan Pro Rakyat.

JOKOWI DALAM PERSPEKTIF KENEGARAWANAN

Jokowi sangat teguh dalam pengambilan keputusan jika dipandangnya itu tidak benar. Itulah mengapa dia berani berseberangan dengan Gubernur Jateng, meski masih satu partai pengusung.

Jika tidak sebagai pamong (Walikota atau Gubernur), kenegarawannya, cocok jika menjadi Menteri Kehutanan (kembali ke jalur basic education), atau Menteri Perdagangan (karena experiences semasa menjadi pengusaha). Jika diberi kesempatan.

Sementara sekian dulu.
Salam Manajemen.

Ratmaya Urip.

Rabu, 4 Januari, 2012 17:44

Knowledge Management



Oleh: Ratmaya Urip

Ibu Barokah Sri Utami,

Knowledge Management akan lebih berhasil diterapkan pada organisasi dengan kemampuan pengelolaan people yg sudah menerapkan Human Capital Management (HCM) secara benar. Bukan yg masih menerapkan Human Resource Management (HRM), atau sdh HCM namun hanya sebatas nama, sedang aplikasinya masih HRM.

Beda antara HCM dan HRM sudah beberapa kali saya sampaikan di milis ini.
Untuk "reminding", saya kembali akan saya sampaikan secara singkat sbb:

HUMAN RESOURCE MANAGEMENT (HRM):

Masih 2 dimensi, secara umum hanya berkutat pada pengelolaan ABILITY/CAPABILITY (skill and knowledge) serta MORAL (attitude and behavior).

Maka matrix pengelolaannya hanya dua dimensi. Yang sering disebut The Iceberg Model atau Model Gunung Es. Dimana Ability adalah bagian yg ada di atas gunung es, sedang Moral adalah bagian yg ada di bawah gunung es. Bagi praktisi maupun akademisi Human Resource Management, saya yakin cukup paham.

Dalam HRM, Human Resource Frameworknya secara generik biasanya siklusnya berawal dari Corporate Strategic Business Plan, kemudian di "deploy" atau di "cascade" menjadi Corporate HR, terus ke bawah lagi menjadi Planning, Acquiring, Developing, Maintaining, Retaining dst.

Ada juga yang menggunakan HR Framework dengan siklus lain contohnya: Corporate Strategic Business Plan di "cascade" atau di "deploy" menjadi HR Planning, Recruitment, Remuneration, Personal Performance Management, Competency Development, Discipline Management, Career Movement, dst.

Dalam HRM, Knowledge Management yg ada lebih berat ke EXPLICIT KNOWLEDGE, belum begitu mengarah (meskipun ada yg sudah sampai) ke TACIT KNOWLEDGE.

Tentang apakah itu EXPLICIT KNOWLEDGE atau TACIT KNOWLEDGE, saya yakin Ibu sudah cukup memahami. Sehingga saya tidak perlu menyampaikan di sini.

HUMAN CAPITAL MANAGEMENT (HCM)

Pengelolaannya sudah harus 3 dimensi. Disamping 2 dimensi yg ada di HRM yaitu Ability (skill and knowledge) serta Moral (Attitude and Behavior), wajib ada dimensi ke-3, yaitu ARTS (creativity/innovation, acceptability, adabtability/flexibility, dll, yg wajib dapat berkontribusi pada pencapaian HUMAN CREDITABILITY atau HUMAN HONORABILITY atau HUMAN RECOGNIZABILITY, sehingga akan benar-benar diperoleh HUMAN VALUE, untuk dapat disebut sebagai HUMAN ASSET atau bahkan HUMAN CAPITAL, bukan hanya Human Resource.

Human Capital Framework (HCF) untuk HCM ada penyempurnaan jika dibanding HCF pada HRM

Dalam HRM mungkin hanya berkorelasi dengan Faktor Produksi 5M atau sampai 7M, sedang HCM berkorelasi dengan 12 M. Yang saya sebut sebagai Faktor Kelola. Intip tentang Faktor Kelola atau 12 M ini di Blog saya:

http://ratmayaurip.blogspot.com

Atau di Blog TMI:

www.themanagers.org

Dalam 12 M, ada 2 M yg wajib sebagai acuan utama bagi HCM, yaitu Manpower dan MAGNATE. Tapi jangan abaikan 10 M lainnya, karena HCM melingkupi seluruh M.

Dalam HCM kita juga wajib mengelola FOLLOWERSHIP, tidak hanya LEADERSHIP saja.

¤¤¤¤¤¤¤¤

Sekarang kita kembali ke pertanyaan Ibu. Tentang Pertanyaan Ibu, aplikasi atau letak Knowledge Management dalam Organisasi, dapat saya jawab sbb;

Jawaban saya: Tergantung dari beberapa hal. Untuk itu inilah penjelasannya:

1. Yang paling generik, bentuk saja badan ad-hoc internal atau Tim Task Force yg bertugas sementara waktu. Seperti halnya jika dilakukan penerapan awal ISO Series, TQM, 5S, MBNQA, Six-Sigma, TPM, dsb. Ada Tim Pengarah, Tim Eksekutip dan Supporting Team, dengan Job Desc. yang jelas.

Setelah jalan baru nanti diserahterimakan ke unit kerja yang paling tepat menangani. Dapat ke HCM Department. Atau Departemen Khusus, jika dipandang bahwa masalah HCM adalah masalah krusiak. Sehingga sampai ada Direktorat HCGA (Human Capital and General Affair) yang membawahi juga Knowledge Management.

2. Langsung masuk unit kerja tertentu atau dibentuk unit kerja tertentu, supaya langsung dapat menjiwai.

Yang pasti tergantung besarnya organisasi, tingkat kepentingannya, dan yang terpenting tergantung BUSINESS PROCESS-nya. Karena masalah MANNING, tergantung dari Business Process-nya.

Knowledge Management juga wajib ada KPI-nya.

Untuk penjelasan lebih rinci memang harus saya lakukan dengan tatap muka, karena lebih mudah dijelaskan dengan bagan-bagan.

Salam Manajemen

Ratmaya Urip
Kredo: TEORI tanpa PRAKTEK itu OMONG KOSONG, sedang PRAKTEK tanpa TEORI itu NGAWUR

Rabu, 4 Januari, 2012 05:21

Senin, 09 Januari 2012

Dahlan Iskan dalam Perspektif Manajemen (Seri-3)



(picture under property right and courtesy of: dahlaniskan.wordpress.com)


Oleh: Ratmaya Urip

Anggota Milis TMI yang berbahagia,

Berikut lanjutan analisis saya:



DAHLAN ISKAN DALAM PERSPEKTIF MANAJEMEN


Bicara masalah manajemen memang terlalu luas cakupannya. Maka saya hanya akan menyampaikan analisis praktis dan yg paling mudah dipahami.

Management Style

Dijelaskan di perspektif sebelumnya bahwa selama beberapa abad, korporasi global didominasi oleh Western Style dan Japan Style. Western Style sendiri dibagi menjadi European Style dan US Style.

Selama lebih dari satu abad korporasi dengan Western Style merajai bisnis global, yang disusul oleh korporasi dengan Japan Style yg menyusul setelah recovery Jepang sehabis Perang Dunia 2.

Kinerja General Motor, Ford Motor, Toyota Motor di Industri otomotif, dan Exxon-Mobil, BP, Chevron, Shell di oil selama beberapa dasa warsa telah merajai Fortune 500 Global.

Setelah krisis thn 1998, Wallmart yg bisnisnya adalah retail business merangsek masuk, diikuti sejumlah korporasi China dengan sangat meyakinkan.
Puncaknya adalah tahun 2011 kemarin, dimana China menempatkan 3 korporasi di 10 Besar, menyamai USA yg hanya menempatkan 3 korporasi, dan di atas Jepang yang hanya 2 korporasi. Lainnya adalah masing-masing 1 korporasi direbut oleh Inggris dan Belanda.

Meskipun di Top 500 China hanya menempatkan 61 korporasi, atau ranking ke-3 di bawah USA dengan 133 korporasi dan Jepang dengan 68 korporasi, namun setiap tahun jumlahnya selalu bertambah.

Dengan penempatan Dahlan Iskan yang memiliki "aliran" China Style, diharapkan akan membawa sejumlah perusahaan yg tergabung dalam BUMN untuk dapat meraih mimpi dapat masuk di Fortune 500 Global. Tentu saja merealisasikan mimpi tersebut tidak semudah membalikkan telapak tangan. Karena milieu atau environment "ipoleksosbud" pasti akan memberikan tekanan yg besar bagi kiprahnya.

Catatan: Tentang Western Style, Japan Style dan China Style saya sudah menyampaikan dalam artikel2 sebelumnya.

Yang belum adalah Malaysia Style. Yang akan saya sampaikan di kesempatan lain.

Yang pasti, Malaysia Style telah membawa Petronas merangsek di peringkat 86 Fortune 500 Global thn 2011, dan menjadi raja korporasi Asia Tenggara

Perlu diketahui, korporasi2 dari Asia Tenggara, hanya 4 korporasi saja yg dapat menikmati Fortune Global 500 sampai thn 2011. Yaitu Petronas sebagai raja korporasi Asia Tenggara (di samping sepak bola), di peringkat 86, disusul PTT Public Company Ltd dari Thailand di peringkat 128, dan Flextronics International Inc di peringkat 350 serta Wilmar International Ltd di peringkat 353, yg keduanya dari Singapore.

Lantas mengapa Indonesia (baik BUMN atau Swasta) kalah dengan negara2 Asia Tenggara tersebut? Kapan Pertamina, Astra, Gudang Garam, BCA, Telkom, BRI, Bank Mandiri, KPC, Adaro dapat masuk?

China Style, sebenarnya adalah alternative style yang me-matrix-an beberapa aspek yang saling berhadapan. Dengan kata lain ada fleksibilitas aksi.

Matrix atas Result-based Management vs Process-based Management.

Matrix atas knowledge-based economy vs resource-based economy

Matrix atas operation-based excellence vs innovation-based excellence

Di samping itu masih ada matrix-matrix lainnya.

Ingat China itu luwes atau flexible. Mereka selalu berbisnis berbasis antropologi bisnis.

Bisnis dengan mitra yg mendahulukan kualitas, seperti dengan Eropa dan USA, mereka dapat memenuhi requirements-nya. Benar2 produk dengan kualitas baik, namun harganya sangat bersaing.

Bisnis dengan Indonesia yg stereotip antropologisnya tdk mementingkan kualitas namun lebih ke harga murah, mereka juga ok saja.
Meskipun di negeri ini, produk2 China akhirnya berkonotasi murahan dan rusakan.

Dengan big push dan secara frontal, seluruh kawasan di seluruh dunia dimasuki berbekal kemampuan antropologi bisnis yg piawai.

Itulah nanti yang nampaknya akan dibawa Dahlan Iskan.

Kedekatannya dengan China, mungkin saja akan membuat korporasi dengan Japan Style dan Western Style gerah dan resah.

Tentu saja diharapkan, meski dengan China Style, produk2 yg dihasilkan oleh Dahlan Iskan dengan BUMN-nya, memiliki kualitas dengan standar kualitas seperti yang masuk ke negara2 maju. Bukan berkualitas seperti yg selama ini membanjiri negeri ini.

(BERSAMBUNG)

Salam Manajemen

Ratmaya Urip

Senin, 2 Januari, 2012 08:31

Dahlan Iskan dalam Perspektif Ekonomi & Manajemen (Seri-2)



(Picture courtesy & under property right of: dahlaniskan.wordpress.com)


Oleh: Ratmaya Urip

Pak Iming, Pak Liman, Pak Agus Waluyo, Bu Emmy Iriani, serta Bpk/Ibu yang lain,

Setiap manusia pasti memiliki kelebihan dan kekurangan. Bagi yang suka pada suatu subyek/obyek pasti akan melebih-lebihkan kelebihannya dan menutupi kekurangannya. Sedangkan bagi yang tidak suka pasti menutup-nutupi kelebihannya dan menonjolkan kekurangannya. Itu tergantung kepentingan masing-masing. Untuk obyektif dalam menilai diperlukan kebesaran jiwa dan kerendahan hati. Hati dan pikiran wajib dapat "sumeleh". Mendahulukan kepentingan negara di atas kepentingan pribadi atau SARA. Bersikap sebagai negarawan bukan sebagai politisi.

Untuk selanjutnya, saya akan melanjutkan catatan saya tentang Dahlan Iskan, dari perspektif yang lain.

Saya hanya menyampaikan catatan saya selama mengamati sepak terjangnya selama beberapa tahun dalam suatu risalah yang saya namakan track record, bukan beropini, karena saya hanyalah pengamat, bukan apa-apa dan bukan siapa-siapanya Dahlan Iskan. Kepentingan saya hanya menyampaikan apa yang saya tahu selama saya menggunakan seluruh pancaindra saya dalam kurun waktu yg menurut saya cukup untuk memberikan penilaian bagi seseorang yg saat ini sedang dalam sorotan, baik buat yang pro maupun yg kontra. Silakan menilai menurut nurani dan benak masing2. Saya tidak sedang beropini, maka saya berusaha utk seobyektif mungkin. Jika catatan saya ini tidak benar, mohon ditegur atau dikoreksi. Karena saya juga memiliki keterbatasan.
Terima kasih dan salam.

¤¤¤¤¤¤¤¤¤

DAHLAN ISKAN DALAM PERSPEKTIF EKONOMI DAN MANAJEMEN

Setelah saya sampaikan catatan saya tentang Dahlah Iskan dari Perspektif Antropologi dll, maka untuk berikutnya akan saya sampaikan analisis saya dari Perspektif Ekonomi & Manajemen sbb:

DAHLAN ISKAN DALAM PERSPEKTIF EKONOMI

Sejak rezim Orde Baru menguasai Republik ini pada tahun 1966, diakui atau tidak, rezim ekonominya adalah rezim kapitalis, dengan berkuasanya Mafia Berkeley. Hal tersebut berlanjut di Orde Reformasi. Meski rezim yang berkuasa selalu campur tangan di pasar, sehingga selalu berkilah, bukan murni kapitalis, karena ada campur tangan pemerintah terutama di sektor fiskal dan sektor moneter.

Kalau dicermati, pemerintah yg berkuasa menggunakan Western Style dalam kebijakan MONETER maupun kebijakan FISKAL-nya. Lihat saja indikator2 Moneter/Makro selalu bermuara pada tingkat pertumbuhan an sich (tanpa aspek Pemerataan dan kesejahteraan), inflasi, suku bunga acuan, pasokan uang, dll, di sektor Moneter. Serta subsidi, hutang luar negeri dan dalam negeri, penetapan harga komoditas strategis, defisit neraca, dsb.

Sementara di dunia Usaha atau sektor Bisnis atau sektor RIIL, dominasi dipegang oleh Japan Style, dengan dominasi perusahaan berafiliasi ke Jepang di Indonesia, untuk manufacturing dengan dominasi bisnis kendaraan bermotor, alat berat, elektronik, dll. Sementara untuk Agrobisnis, didominasi Western Style, dengan dominasi Produk gandum dan derivative-nya, susu dan derivativenya, dll.

Saya mencoba untuk mengurai benang kusut "benturan" kebijakan yg berbeda style tersebut dalam suatu study khusus, yg mungkin saja merupakan salah satu penyebab atau kontributor bagi rendahnya competitiveness Indonesia di dunia internasional. Namun study-nya belum selesai, sehingga tidak layak jika saya sampaikan saat ini. Sampai kemudian muncul 2 (dua) style baru, yaitu China Style dan Malaysia Style.

Mengapa ini perlu saya sampaikan? Karena terkait pada fenomena, bahwa Dahlan Iskan dalam Perspektif Ekonomi, cenderung memiliki Style yang beda dengan pengelolaan kebijakan ekonomi dari rezim yg berkuasa yg selama ini menganut Western Style. Sementara dalam dunia usaha atau sektor RIIL, kebijakan atau pengelolaan bisnis yg banyak mendominasi di Indonesia, adalah Japan Style untuk manufacturing, electronics, heavy equipments, transport equipments, dll, serta Western Style utk Agrobisnis, seperti Gandum dan derivatifnya, peternakan dan derivatifnya, dll.

Dahlan Iskan, saya catat memiliki aliran China Style.
Karena interaksinya yg panjang dengan gaya manajemen China selama ini.

Catatan: Tentang berbagai Style ini, coba simak kembali artikel2 saya sebelum ini, di Blog;

http://themanagers.org

Perlu diketahui, dalam pengelolaan ekonomi dikenal apa yg disebut sebagai Kebijakan di Sektor Moneter, Sektor Fiskal dan Sektor Riil. Yang jika diperlukan akan saya bahas secara khusus, di lain kesempatan, di luar thread ini.

Sebagai salah satu pemegang otoritas di sektor RIIL, karena sebagai Menteri BUMN (Kementerian Teknis), Dahlan Iskan yang saya katagorikan sebagai penganut China Style, saya duga akan sering terjadi benturan kebijakan dengan pemegang otoritas di sektor Moneter maupun sektor Fiskal lainnya (meski ada peran Dahlan Iskan di Sektor Fiskal).

Tentang Western Style dan Japan Style, tdk hanya berkembang dalam korporasi atau dunia manajemen saja namun juga dalam pengelolaan ekonomi negara.

Dalam aktifitas korporasi atau dunia manajemen, Western Style dan Japan Style telah mendominasi ekonomi dunia selama lebih dari satu abad. Dibuktikan dengan dominasinya dalam Fortune 500 Global. Namun sejak krisis ekonomi 1998 dan 2008 yang berlanjut sampai saat ini, keduanya rontok terhantam China Style dan Malaysia Style.

Dengan munculnya bak meteor Dahlan Iskan (China Style), dalam percaturan Moneter, Fiskal dan terutama Sektor Riil dlm aktifitas ekonomi di Indonesia, bukan tidak mungkin akan terjadi hambatan dari penganut Japan Style dan Western Style di Indonesia.
Dengan kata lain, dimungkinkan adanya hambatan dari pihak2 yg merasa kepentingan bisnisnya akan terganggu

(BERSAMBUNG)

(Tentang Western Style, Japan Style, dan China Style, saya persilakan mengintip kembali artikel2 saya sebelumnya. Sedang tentang Malaysia Style, akan saya sampaikan kemudian.

Analisis berikutnya, yaitu:

"Dahlan Iskan dalam Perpektif Manajemen", dan

"Dahlan Iskan dalam Perspektif Leadership & Followership", mohon ditunggu).

Salam Manajemen

Ratmaya Urip

Senin, 2 Januari, 2012 01:50

Knowledge Management


KLINIK MANAJEMEN Seri - 108

Diasuh Oleh : Ratmaya Urip
===========

                              


                                                

KNOWLEDGE MANAGEMENT

Prolog:

Satu pertanyaan menarik diajukan oleh Ibu BSU dari salah satu perusahaan di Jabodetabek, yang menanyakan tentang Aplikasi Knowledge Management.

Inilah sharing Ratmaya Urip:


Klinik Manajemen: "KNOWLEDGE MANAGEMENT"
(Jawaban atas Pertanyaan Ibu BSU-akronim)
Oleh: Ratmaya Urip
 
 

Ibu BSU (maaf hanya saya sampaikan akronim-nya untuk privasi),

Ibu telah menanyakan tentang "Knowledge Management".
"Knowledge Management" akan lebih berhasil diterapkan pada organisasi dengan kemampuan pengelolaan "people" yg sudah menerapkan "Human Capital Management (HCM)" secara benar. Bukan yg masih menerapkan "Human Resource Management (HRM)", atau sdh "HCM" namun hanya sebatas nama, sedang aplikasinya masih "HRM".

Beda antara "HCM" dan "HRM" sudah beberapa kali saya sampaikan di milis ini.
Untuk "reminding", saya kembali akan saya sampaikan secara singkat sbb:

HUMAN RESOURCE MANAGEMENT (HRM):

Masih 2 dimensi, secara umum hanya berkutat pada pengelolaan ABILITY/CAPABILITY (skill and knowledge) serta MORAL (attitude and behavior).

Maka matrix pengelolaannya hanya dua dimensi. Yang sering disebut The Iceberg Model atau Model Gunung Es. Dimana Ability adalah bagian yg ada di atas gunung es, sedang Moral adalah bagian yg ada di bawah gunung es. Bagi praktisi maupun akademisi Human Resource Management, saya yakin cukup paham.

Dalam HRM, Human Resource Frameworknya secara generik biasanya siklusnya berawal dari Corporate Strategic Business Plan, kemudian di "deploy" atau di "cascade" menjadi Corporate HR, terus ke bawah lagi menjadi Planning, Acquiring, Developing, Maintaining, Retaining dst.

Ada juga yang menggunakan HR Framework dengan siklus lain contohnya: Corporate Strategic Business Plan di "cascade" atau di "deploy" menjadi HR Planning, Recruitment, Remuneration, Personal Performance Management, Competency Development, Discipline Management, Career Movement, dst.

Dalam HRM, Knowledge Management yg ada lebih berat ke EXPLICIT KNOWLEDGE, belum begitu mengarah (meskipun ada yg sudah sampai) ke TACIT KNOWLEDGE.

Tentang apakah itu EXPLICIT KNOWLEDGE atau TACIT KNOWLEDGE, saya yakin Ibu sudah cukup memahami. Sehingga saya tidak perlu menyampaikan di sini.

HUMAN CAPITAL MANAGEMENT (HCM)

Pengelolaannya sudah harus 3 dimensi. Di samping 2 dimensi yg ada di HRM yaitu Ability (skill and knowledge) serta Moral (Attitude and Behavior), wajib ada dimensi ke-3, yaitu ARTS (creativity/innovation, acceptability, adabtability/flexibility, dll, yg wajib dapat berkontribusi pada pencapaian HUMAN CREDITABILITY atau HUMAN HONORABILITY atau HUMAN RECOGNIZABILITY, sehingga akan benar-benar diperoleh HUMAN VALUE, untuk dapat disebut sebagai HUMAN ASSET atau bahkan HUMAN CAPITAL, bukan hanya Human Resource.

Human Capital Framework (HCF) untuk HCM ada penyempurnaan jika dibanding HCF pada HRM
 
Kaitannya dengan teori The Iceberg Model, masih sama, hanya di sini, pengasuh perlu menambahkan, baha jika selama ini kita hanya fokus pada GUNUNG ES-nya semata, dengan melihatnya pada fisik gunung es yang ada di atas an di bawah permukaan, maka dalam Human Capital Management, faktor lingkungan di sekitar Gunung Es, juga wajib disertakan. Dalam hal ini adalah Laut atau Lautan yang menjadi tumpuan Gunung Es-nya
 
Laut atau Lautan di sekitar Gunung Es, adalah potensi, yang dapat membuat Gunung Es terbentuk, dapat membuat Gunung Es menjadi lebih besar atau lebih kecil. Tanpa Laut atau Lautan, maka Gunung Es tidak ada apa-apanya. 
 
Dengan demikian, maka pengasuh menambahkan dalam teori yang berkaitan dengan Human Capital Management, sbb:
 
- Bagian Gunung Es yang ada di atas permukaan mengibaratkan ABILITY (Skill & Knowledge), yang merupakan kemampuan manusia yang dapat diukur, yang pengasuh menyebutnya sebagai Sumbu - X dari suatu bentuk matematis 3 dimensi

- Bagian Gunung Es yang ada di bawah permukaan mengibaratkan MORAL (Attitude &Behavior), yang merupakan perilaku manusia yang lebih sulit diketahui, yang biasanya lebih kompleks dan misterius, yang pengasuh menyebutnya sebagai Sumbu - Y dari suatu bentuk matematis 3 dimensi

- Lingkungan di sekitar Gunung Es, atau LAUT-nya, yang merupakan POTENSI bagi tumbuh kembangnya gunung es, yang dapat ditumbuhkembangkan berdasar lingkungan fisiknya, iklimnya. Pengasuh menyebutnya sebagai ARTS (kemapuan berkreasi, berinovasi, beradaptasi, berubah, dan sebagainya). Pengasuh menyebutnya sebagai Sumbu - Z dari suatu bentuk matematis 3 dimensi

Resultante atau Matrix dari bentuk 3 dimensi tersebut itulah yang kemudian menghasilkan HUMAN VALUE, dan atau HUMAN HONORABILITY

Juga Dalam HRM mungkin hanya berkorelasi dengan Faktor Produksi 5M atau sampai 7M, sedang HCM berkorelasi dengan 12 M. Yang saya sebut sebagai Faktor Kelola. Intip tentang Faktor Kelola atau 12 M ini di Blog saya:


Atau di Blog TMI:


Dalam 12 M, ada 2 M yg wajib sebagai acuan utama bagi HCM, yaitu Manpower dan MAGNATE. Tapi jangan abaikan 10 M lainnya, karena HCM melingkupi seluruh M.

Dalam HCM kita juga wajib mengelola FOLLOWERSHIP, tidak hanya LEADERSHIP saja.

¤¤¤¤¤¤¤¤

Sekarang kita kembali ke pertanyaan Ibu. Tentang Pertanyaan Ibu, aplikasi atau letak Knowledge Management dalam Organisasi, dapat saya jawab sbb;

Jawaban saya: Tergantung dari beberapa hal. Untuk itu inilah penjelasannya:

1. Yang paling generik, bentuk saja badan ad-hoc internal atau Tim Task Force yg bertugas sementara waktu. Seperti halnya jika dilakukan penerapan awal ISO Series, TQM, 5S, MBNQA, Six-Sigma, TPM, dsb. Ada Tim Pengarah, Tim Eksekutip dan Supporting Team, dengan Job Desc. yang jelas.

Setelah jalan baru nanti diserahterimakan ke unit kerja yang paling tepat menangani. Dapat ke HCM Department. Atau Departemen Khusus, jika dipandang bahwa masalah HCM adalah masalah krusiak. Sehingga sampai ada Direktorat HCGA (Human Capital and General Affair) yang membawahi juga Knowledge Management.

2. Langsung masuk unit kerja tertentu atau dibentuk unit kerja tertentu, supaya langsung dapat menjiwai.

Yang pasti tergantung besarnya organisasi, tingkat kepentingannya, dan yang terpenting tergantung BUSINESS PROCESS-nya. Karena masalah MANNING, tergantung dari Business Process-nya.

Knowledge Management juga wajib ada KPI-nya.

Untuk penjelasan lebih rinci memang harus saya lakukan dengan tatap muka, karena lebih mudah dijelaskan dengan bagan-bagan.

Salam Manajemen


Ratmaya Urip
Kredo: TEORI tanpa PRAKTEK itu OMONG KOSONG, sedang PRAKTEK tanpa TEORI itu NGAWUR
Rabu, 4 Januari, 2012 05:21
Oleh: Ratmaya Urip 

( BERSAMBUNG)

======================== ====

 


Pak Rky dan Bu Diah,

Terima kasih atas apresiasinya.

Sebenarnya apa yang saya tulis dalam artikel-artikel saya, merupakan sebagian kecil dari aplikasi:

KNOWLEDGE MANAGEMENT.

Roh atau rahim untuk tercapainya "excellences", adalah KNOWLEDGE, baik SCIENCE, TECHNOLOGY, maupun VALUE and CULTURE (termasuk Sosiologi dan Antropologi). Semuanya wajib balance atau dapat terformulasi sebagai MATRIX.

Pola pikir CONVERGEN untuk mencari SOLUSI dan pola pikir DIVERGEN untuk MENGURAI MASALAH adalah formulanya.

Sedapat mungkin dalam pemahaman, teori dan aplikasinya, KNOWLEDGE MANAGEMENT wajib untuk diaplikasikan dengan TACIT KNOWLEDGE. Supaya dalam pengambilan keputusan dapat CEPAT, AKURAT dan PRESISI. Sehingga kita dapat mengambil keputusan seolah secara INTUITIF, meskipun sebenarnya itu adalah ANALITIS yg dilakukan secara cepat. Atau kita sudah menjadi TACIT. Namun untuk itu memang memerlukan "basic education" yg cukup, "self learning and development", "experiences", "sharing with experts" dan mampu memanfaatkan panca indra secara proporsional dan kontekstual serta mutakhir, serta balancing antara TEORI dan PRAKTEK. Ingat pemeo yg sering saya sampaikan: "TEORI tanpa PRAKTEK itu OMONG KOSONG, sedang PRAKTEK tanpa TEORI itu NGAWUR. Apalagi tanpa TEORI dan/atau PRAKTEK".

Dalam pola pikir dan pola tindak wajib berbekal pemanfaatan pada apa yg disimbolkan sebagai 3 H (Hand,Head,Heart), dan matrix dari 3 I (Implementation,Improvement,Innovation) Demi tercapainya 3 Q (Quality,Quantity,Quantum) dalam 3 P (Product,Process,People).

Untuk tercapainya TACIT KNOWLEDGE memang harus melalui tahapan awal berupa penguasaan dan pengayaan atas EXPLICIT KNOWLEDGE.

Jadi konklusinya, sebenarnya sangat sederhana, yaitu "managing tacit knowledge after explicit knowledge"

Dan yang terpenting jangan pelit berbagi KNOWLEDGE. Karena Insya Allah, kita akan diberkahi dengan lebih banyak diberikan KNOWLEDGE baru dan mutakhir olehNYA. Amin.

Salam Manajemen.

Ratmaya Urip.

Note: Mohon menyebutkan sumbernya jika mengutip Artikel ini. Terima Kasih.

Selasa, 4 Januari, 2012 09:05
=============== =====
 

 

Sabtu, 07 Januari 2012

KAJIAN TENTANG DAHLAN ISKAN DALAM PERSPEKTIF ANTROPOLOGI EKONOMI/BISNIS DAN ANTROPOLOGI POLITIK



(Picture under property right and courtesy of: http://dahlaniskan.wordpress.com)


Oleh: Ratmaya Urip

Saya di sini hanya akan beropini tentang opini para anggota milis THE MANAGERS INDONESIA, dalam subyek thread ini.

Setelah saya cermati dari silang-saling opini yg muncul tentang Dahlan Iskan di milis ini, saya menarik kesimpulan, bahwa dari apa yg telah dilakukan oleh seorang Dahlan Iskan, yg hanya tersulut dari peri lakunya yang konon dianggap extra-ordinary karena fenomenal dengan naik KRL ketika hendak meeting di Istana Bogor, ternyata respons dari sebagian members milis ada 6 katagori, yaitu:

1. Yang apriori tidak suka terhadap DI (sangat subyektif)
2. Yang kritis
3. Yang kritis dengan argumentasi
4. Yang mencoba untuk obyektif
5. Yang menyambut dengan positip
6. Yang sangat mendukung tanpa reserve

Tak kenal maka tak sayang, itulah pemeo yang sering kita dengar. Yang dalam konteks ini tidak cukup untuk merefleksikan variasi opini yang telah ada. Karena tepatnya adalah: "tak kenal maka tak sayang dan tak benci". Itulah yg lebih tepat. Karena jika kita semakin dekat dalam mengenalnya, maka yg muncul kemudian adalah rasa sayang atau rasa benci. Contohnya, semakin kita mengenal tetangga kita maka kita akan semakin sayang atau benci, yg timbul karena pola pikir dan pola tindak si tetangga setelah semakin lama kita berinteraksi. Ada tetangga yg kemudian kelihatan kalau menyebalkan, ada yg nampak kemidian bahwa tetangga tersebut baik hati dan sikap-perilakunya. Begitu juga dalam bermilis ria ini, meski hanya lewat bahasa tulis, belum bahasa tutur dan bahasa tubuh (yg hanya dapat dilakukan dengan tatap muka), maka semakin lama kita berinteraksi, akan semakin telanjang pola pikir kita, sehingga akan menumbuhkan rasa sayang atau rasa benci di antara anggota milis. Karena perbedaan visi, misi, strategi, goal dan obyektif-nya, atau bahkan karena perbedaan SARA.

Opini dari seseorang terhadap orang lain, biasanya terbentuk oleh:

1. informasi (apakah opininya obyektif atau tidak, dari media massa atau media tutur dari mulut ke mulut)
2. Perilaku, pola pikir dan pola tindak dari seseorang yang diberi opini (dari bahasa tutur, bahasa tulis, dan bahasa tubuh dalam tatap muka atau pergaulan riil sehari-hari).
3. Karena kompetisi atau rivalisme (baik persaingan bisnis, karir individu maupun institusi).
4. Karena perbedaan visi, misi, strategi.
5. Karena beda kepentingan

Karena saya sempat mengenal Dahlan Iskan termasuk putranya Azrul Ananda, semasa masih bergulat di Surabaya atau belum setinggi sekarang posisinya, maka saya akan mencoba untuk obyektif dalam menilai, berbasis track recordnya selama beberapa tahun, bukan hanya sekilas, atau hanya dari membaca apa yg tertulis di media tentang perjalanan seorang Dahlan Iskan dengan KRL. Saya akan menilainya dari track record yg panjang waktunya dan menggunakan seluruh indra dalam pancaindra saya. Bukan hanya sepotong fenomenon berupa potongan aksi naik KRL yang sempit waktunya dan hanya menggunakan indra "mata" saja untuk membaca informasi dari orang lain atau media yg biasanya sangat bias dan penuh rekayasa atau sarat kepentingan.

Dari track record, saya kira akan lebih lengkap, tidak hanya sepotong2. Semakin panjang waktu kita mengenal seseorang, dan semakin banyak kita menggunakan indra dari seluruh pancaindra kita, konon akan lebih pas dalam berpendapat, dibandingkan jika hanya menggunakan mata saja dengan membaca tulisan seseorang atau media, yang sering berlumur kepentingan jangka pendek maupun jangka panjang. Baik kepentingan positip maupun negatip.
Kita akan lebih sayang atau benci secara profesional dan proporsional. Tidak hanya secara instan.

Nah, inilah opini saya:

DAHLAN ISKAN DALAM ETOS KERJA.

Dari pengamatan saya, sejak lulus Sekolah Lanjutan Atas, sudah harus mengembara di Kaltim. Dia bekerja secara keras, secara cerdas dan secara waras. Karena tidak ingin tetap di Magetan, Jawa Timur, yang merupakan wilayah etnis Jawa Mataraman, yang mungkin saja "hanya" akan membuatnya menjadi guru atau petani. Jika dia tetap di Magetan. Dia ingin menjangkau yang "beyond".
Ada cita-cita yang sangat tinggi dengan upaya yg keras untuk meraihnya, dan tidak mau yg hanya ordinary saja. Ini adalah etos kerja keras, kerja cerdas, dan kerja waras. Mengingat stereotip antropologis Jawa Mataraman yg mainstream-nya sangat ordinary untuk menjadi petani, guru, birokrat, pekerja. Bukan bekerja di sektor jasa atau businesman.

Dari sini sana mencatat (belum beropini), Dahlan Iskan adalah seorang "pemberontak" terhadap stereotip antropologisnya.

Dalam perspektif Antropologi Bisnis, Magetan merupakan wilayah yang relatif termasuk subur dan makmur jika kajiannya geografi fisik. Etnis Jawa Mataraman (wilayah dengan no polisi ganda di Jawa, yaitu AA, AB, AD, AE, dan AG,karena biasanya di Jawa No Polisinya berhuruf tunggal seperti A, B, D, H, L, M, dst), merupakan etnis dengan budaya "alon-alon waton kelakon", "mangan ora mangan kumpul, "tongkat kayu jadi tanaman", "bukan lautan hanya kolam susu" dan jargon-jargon lainnya, yg meninabobokkannya untuk berpola pikir dan berpola tindak "ordinary" saja. Sehingga tidak ada potensi bakat untuk suka mengembara. Maka Dahlan Iskan merupakan sosok yg nyempal dari kaidah2 stereotip kehidupan Jawa Mataraman. Sebab secara antropologi ekonomi, Etnis Jawa Mataraman yg suka merantau hanyalah Jawa Mataraman, yang berada di wilayah geografi fisik yang tidak subur, atau kehidupannya tidak ramah terhadap penghuninya. Dalam hal ini wilayah2 tersebut saya namakan wilayah "enclave". Wilayah enclave di Jawa Mataraman tersebut adalah, Gunung Kidul, Wonogiri, sebagian Boyolali, Pacitan, Trenggalek, sebagian Tulung Agung, dan sebagian Blitar.

DAHLAN ISKAN DALAM PERSPEKTIF ANTROPOLOGI POLITIK

Wilayah Jawa Mataraman adalah wilayah pedalaman Jawa Tengah dan Jawa Timur.

Meskipun secara explisit Dahlan Iskan mengaku non partisan atau tidak atau bukan anggota partai politik, dan secara implisit adalah businessman dan profesional bukan birokrat, dan secara kasat mata bukan seorang militer, namun mari kita coba kaji perspektif antropologi politiknya.

Jika kita sedikit merujuk pada Clifford Geertz dalam bukunya "Santri, Priyayi dan Abangan", Jawa Mataraman, adalah wilayah yg secara antropologi politik merupakan wilayah dengan dominasi wilayah Abangan dan Priyayi, yang dapat disebut sebagai nasionalis. Jika Santri maka merupakan dominasi Islam Modernis atau bahkan ada yg sedikit jumlahnya, cenderung fundamentalis. Islam Tradisional lebih dominan di wilayah Pesisir Jawa.
Maka Pondok-pondok Pesantren Modern tumbuh dan berkembang di wilayah ini. Contohnya, Pondok Modern Gontor, yg alumnusnya berkiprah secara demokratis, elegan, dengan kesantrian dan nasionalisme yg tinggi.

Muhammadiyah dan Persis yg konon dikatagorikan Islam Modernis kuat di pedalaman, seperti Malang, Yogya, Bandung, Solo, Magetan, dsb. Sementara NU lebih kuat di daerah Pesisir, seperti Gresik, Sidoarjo, Madura, wilayah tapal kuda, dll.

Dari seorang Dahlan Iskan yang lahir di Magetan, Jawa Timur, yg merupakan wilayah Jawa Mataraman, jelas dari kaca mata Antropologi Politik adalah perpaduan antara Nasionalis sekaligus Santri Modernis. Atau Nasionalis Religius yang Modernis. Dia bukan Priyayi karena dilahirkan di lingkungan yg tidak mampu secara ekonomi. Dengan kata lain dia bukan lahir di lingkungan birokrat atau mapan kehidupannya.

Kalau kemudian dia oleh sebagian anggota milis dianggap layak untuk menjadi RI-2 atau bahkan RI-1, itu secara histori politik kontemporer Indonesia, memang ada potensi.

Secara historis, dari 6 Presiden RI 5 orang dari etnis Jawa. Itu perspektif Antropologi Politik. Bukan SARA namun ilmiah. Dari 5 Presiden ber-etnis Jawa, (meskipun ada yang campuran seperti Soekarno yg campuran darah Jawa dan Bali atau Megawati yg campuran Jawa-Bali-Bengkulu), 4 di antaranya ber-sub-etnis Jawa Mataraman, yaitu Soekarno, Soeharto, Megawati, dan SBY. Sedangkan Gus Dur, adalah perpaduan Jawa Arek dan Jawa Mataraman. Karena Jombang adalah wilayah perbatasan antara Jawa Arek dan Jawa Mataraman.

DAHLAN ISKAN DAN KIPRAHNYA

Dahlan Iskan membesarkan Jawa Pos Group dengan kerja keras, kerja cerdas dan kerja waras. Dari semula hanya pekerja media, kemudian menjelma menjadi raja media tingkat nasional yg layak diperhitungkan, jelas merupakan prestasi yg luar biasa.
Tidak banyak yang seperti itu. Karena lebih banyak yg mati.

Kerja cerdasnya ditunjukkan ketika dihadapkan pada kondisi ketika Jawa Pos mau bangkrut ketika resesi thn 1997.

Waktu itu seluruh karyawan dikumpulkan. Untuk mengurangi beban biaya produksi, daripada di PHK, karyawan kemudian disebar ke seluruh Indonesia untuk mendirikan bisnis2 baru, di wilayah2 baru dengan berita ttg wilayah masing2. Idenya adalah bahwa setiap wilayah atau daerah sebenarnya memiliki ciri khas dan budaya serta value masing2. Jika itu dapat dikemas sesuai selera masing2 pasti akan laku. Maka berbekal antropologi ekonomi/bisnis yg pas2an dan dalam kondisi darurat karena kepepet muncul ide tsb. Maka kemudian muncul koran2 "RADAR" atau "POS" di daerah2 di seluruh Indonesia yg menggebrak kemapanan di daerah masing2 dengan style yg beda dengan kelugasannya. Dengan mengusung: 1. Power of Youth 2. Reinvention 3. Part of the Show, untuk meraih dominasi. Yang kemudian ditiru oleh koran2 lain.

Dalam konteks ini Dahlan Iskan telah menggabungkan (me-matrix-kan) kutub keunggulan bersaing baik Survival-based Competitiveness, maupun Hegemony-based Competitiveness (intip artikel saya di Blog The Managers Indonesia ( http://themanagers.org ) yg berjudul: "Keunggulan Bersaing Bangsa dalam Perspektif Antropologi Bisnis".

Ide kedua beliau dalam mengembangkan bisnis adalah membuat persaingan tajam antar media internal beliau. Sebagai contoh, di Jakarta ada Indo Pos, ada Rakyat Merdeka, yg diadu secara frontal head to head di pasar meski masih satu group, di samping ada Jawa Pos sendiri.

Ide berikutnya adalah TV lokal, meski yang ini belum begitu berhasil.

Akhirnya Jawa Pos Group dengan JPNN-nya berhasil mengembangkan bisnisnya menjadi lebih dari 150 koran, dengan total sirkulasi 1,8 juta exemplar. 20 TV Lokal, printing plants, paper mills, power plants, office buildings, dll. Yg dicapainya mulai krisis thn 1998.

Pemimpin yang baik adalah yang lahir dari krisis. Dalam krisis Dahlan Iskan justru piawai mengembangkan bisnisnya. Ini catatan saya, bukan opini saya.

Di BUMN banyak yg tidak efisien dan merugi. Yang dapat dikatagorikan dalam kondisi krisis. Maka mungkin saja pengalaman Dahlan Iskan akan tepat untuk mengurainya.

Di samping itu, semasih di Jatim Dahlan Iskan juga pernah diminta bantuan Pemda Jatim untuk restrukturisasi seluruh BUMD Jatim sbg Direktur Utama, sampai berhasil.

Dalam catatan saya yg bukan opini saya, maka track record Dahlan Iskan, tidak asing mengelola bisnis sektor swasta serta sektor publik (BUMD).

Mengapa saya dapat mengamati track recordnya, meski saya bukan orangnya.

Karena saya pernah menjadi anggota Ombudsman-nya Jawa Pos yg disebut Dewan Pembaca Jawa Pos (DPJP) Periode ke-3. Yang tugasnya mewakili pembaca Jawa Pos yg sekritis mungkin mengritisi Jawa Pos sekeras mungkin untuk kemajuan Jawa Pos. Yang kritiknya disampaikan secara langsung dan tatap muka. Beruntung kritik saya banyak yg diterima waktu itu. Lembaga ini tidak dimiliki media lain.

Saya waktu itu terus terang tidak cocok dengan style Jawa Pos yg terkesan kampungan, karena terkooptasi oleh media-media nasional yg lebih elegan. Namun dengan penjelasan2 tatap muka akhirnya saya dapat mengerti. Kritik saya secara tatap muka via Dewan Pembaca itulah yg membuat saya mengerti dan memahami. Apalagi setelah saya kaitkan dengan pemahaman saya dalam Antropologi Bisnis.
Juga masukan-masukan saya dan teman2 di Dewan Pembaca yg lain telah diterima dengan baik dan diaplikasikan dengan baik dan benar.

Dari sini saya mencatat, bahwa Dahlan Iskan sangat terbuka pada kririk dan konsisten.

DAHLAN ISKAN DALAM PUSARAN BIROKRASI

Sejak diserahi tugas dalam memimpin BUMD di Jatim, saya mencatat, Dahlan Iskan seolah berorientasi pada HASIL. Itu memang sikap yg harus dilakukan oleh TOP Manajemen. Sementara kepada anak buahnya Dahlan Iskan berorientasi berorientasi pada PROSES atau SISTEM. Untuk memudahkan kontrol dan evaluasi. Dia selalu merombak sistem yg sdh mapan sebelumnya, yg menyebabkan ketidakefektifan atau ketidakefisienan.

Maka saya tidak kaget ketika dia memangkas sistem pelaporan ketika pertama kali masuk sbg Bos BUMN.

Juga ketika rapat dengan Merpati, seluruh peserta harus setara. Tidak ada Direktur Utama, eselon 1 atau office boy.

Itu bukan mencari sensasi. Namun ingin mendengar input langsung dari seluruh
Stakeholders.

Juga ketika naik KRL ketika mau rapat di Istana Bogor. Bagi yg belum mengenalnya pasti dikira mencari sensasi atau ada kepentingan tertentu.

Sebagai type pekerja lapangan yg tidak suka di belakang meja, Dahlan Iskan harus check sendiri masalah yg ada. Bukan tidak percaya pada anak buah, tapi supaya mendapat roh atau empati yang benar dari permasalahan. Ingat tipikal birokrat kita yg ABS, shg menutupi kekurangan yg ada.

Dengan sidak langsung akan jelas. Apalagi tidak tiap hari. Karena ketepatan dan kecepatan informasi dengan melibatkan seluruh indra dari panca indra akan lebih akurat, presisi dan mendekati kebenaran. Jika kira hanya menggunakan mata hanya untuk membaca laporan anak buah akan lebih efektif jika kita menggunakan indra mata kita untuk mengamati langsung. Apalagi jika seluruh indra terlibat. Aroma kebusukan akan terpantau lebih jelas.

DAHLAN ISKAN DAN KESAHAJAANNYA

Dahlan Iskan sering menggunakan fasilitas pribadi dan tidak mengambil gaji. Ini juga bukan sensasi murahan. Karena sejak di BUMD Jatim sudah demikian.

Bandingkan dengan birokrat lain yg lebih sering memanfaatkan fasilitas negara, bahkan mengorupsinya.

Sedan pribadi Jaguar bernomor polisi L 1 JP (artinya Kendaraan Surabaya pemilik Jawa Pos yg diidentifikasi dengan no 1), tetap dibawa ke Jakarta.
Lebih banyak dipakai daripada kendaraan dinasnya. Dengan biaya sopir dan biaya BBM lebih banyak secara pribadi.

Saya bukan orangnya Dahlan Iskan. Saya hanya mencatat track record perjalanan hidupnya, bukan beropini, apalagi opini dari fenomenon secuil dalam gerbong KRL di suatu pagi.

Kekurangan Dahlan Iskan juga ada, dan saya pernah merasakannya. Namun saya kebetulan tidak suka membeberkan kekurangan orang lain. Apalagi kekurangannya lebih sedikit daripada kelebihannya.

Yang perlu saya garis bawahi: "Pemimpin sejati sering muncul dari suatu krisis". Apakah Dahlan Iskan mampu mengatasi krisis yg ada di BUMN? Kita tunggu dan lihat saja dulu. Karena kadang track record dapat berbelok karena hantaman lingkungan yg sangat kuat, meski sudah berusaha konsisten.

Salam Manajemen

Ratmaya Urip

Jumat, 30 Desember, 2011 20:10
=========== ============

TANGGAPAN:

1. Liman PAP:

Terima kasih atas pencerahannya Pak Ratma,

Dalam perspektif manajemen, apa yang dilakukan Dahlan masih dalam batas kategori 'management by walking around.' Apa yang dilakukan Dahlan, lazimnya memang harus dilakukan seorang pimpinan perusahaan bisnis, untuk mencapai tahapan Total Quality Management.

Tetapi karena posisi nya sebagai pejabat publik, maka langkah-langkah tersebut dianggap langka dan fenomenal, apalagi kemudian dibelokkan oleh sebagian politisi sebagai isu politik di 2014.

Liman

Jumat, 30 Desember, 2011 21:44
=========== ===========

2. BERSAMBUNG

KLINIK MANAJEMEN: Implementasi 5 S atau 5 R



Oleh: Ratmaya Urip

1. Diah Beton:

Dear Managers,

Bisa disharing bagaimana pengalaman rekan-rekan dalam mengimplementasikan program 5 S atau 5 R di tempat kerja ?

Thank you, Diah

Selasa, 27 Desember, 2011 22:41

====== ================

2. Marmi Priarsih:

Dear Bu Diah,

Mungkin bisa dijelaskan apa itu 5R atau 5S krn tidak semua member milis paham apa maksud bu Diah, karena lingkungan/bidang pekerjaan yg berbeda

Salam
Marmi

Rabu, 28 Desember, 2011 08:29
=========== ============

3. Ratmaya Urip:

Bu Diah,

5R atau 5S sebagai suatu sistem manajemen yg branded yg merupakan salah satu sistem manajemen yg termasuk Japan Style, merupakan salah satu bentuk sistem manajemen yang memerlukan konsistensi tinggi dalam aplikasinya.

Sebagai sistem manajemen yang pada intinya mengusung "budaya bersih" dan berkorelasi langsung pada "environment performance" pada hakekatnya akan memperkuat dan melengkapi Operation Maintenance Management (OM Management). Sehingga diharapkan akan meningkatkan Productivity Quality (P Q), serta menekan risk pada aplikasi Safety, Health Environment Management (SHE Management).

Di samping itu 5S atau 5R akan meningkatkan Budaya Disiplin. Asal konsinten dan itu telah mendarah daging sebagai soul of activities, yang merupakan kebutuhan primer bagi kita, bukan anget2 tahi ayam.
Juga bukan karena terpaksa atau dipaksa.

Bagi banyak "roles" dalam manajemen, "budaya untuk selalu bersih" secara antropologis bukan budaya yg melekat pada bangsa Indonesia. Itulah mengapa "kekumuhan" banyak hadir di berbagai tempat di Indonesia, baik di ruang publik maupun ruang bisnis. Termasuk dalam hal ini dalam aktifitas di bisnis manufacture, construction, service, dll.

Contoh:

1. Di laci-laci kantor, sering dijumpai berbagai jenis barang yang tidak seharusnya ada di situ, misalnya barang2 yg tidak ada hubungannya dengan pekerjaan. Kadang ditemukan BH, celana dalam atau makanan dan minuman dalam laci meja kerja.

2. Di bagian maintenance, khususnya bengkel sering acak-acakan. Tidak teratur, banyak oli tercecer, kunci pas tidak tersimpan pada tempatnya, petugas bengkel tidak berpakaian yg semestinya, dll.

3. Dalam pelaksanaan konstruksi di Indonesia, banyak dijumpai onggokan puing2 barang kotor yg menggunung, sehingga menghabiskan tempat. Padahal di kota2 besar "space"nya terbatas.
Kita selalu mengumpulkan sampah-sampah konstruksi sampai banyak terkumpul, baru dibuang setelah terkumpul banyak. Sehingga terkesan bahwa pekerjaan konstruksi sering kumuh. Beda dengan Budaya Jepang atau Barat, yang selalu membuang kotoran pada saat kotoran itu ada sekecil apapun, atau meski hanya sedikit. Sehingga pekerjaan konstruksi selalu nampak rapi tidak kumuh. Termasuk kumuh di Indonesia adalah pekerjaan galian kabel, pipa, selokan, dll.

5S yg terdiri dari SEIRI, SEITON, SEISO, SEIKETSU, SHITSUKE, atau jika dalam Bhs Indonesia adalah 5R, yg terdiri dari RINGKAS, RAPI, RESIK, RAWAT, RAJIN, menuntut kedisiplinan dan konsistensi tinggi. Dalam Bhs Indonesia yg lain akronimnya tetap dapat sebagai 5S yaitu SISIH, SUSUN, SASAP, SOSOH, SULUH. Dalam Bahasa Inggris juga 5S yaitu SORT, SYSTEMATIZE, SWEEP, STRANDARIZED, SELF-DISCIPLINE, atau 5C yaitu CLEAR OUT, CLASSIFY, CLEANING, CONFORMITY, COSTUM.

Dalam Bhs Indonesia dikenal juga akronim lain di samping 5R yaitu 5P yg terdiri dari Pemilahan, Penataan, Pembersihan, Pemantapan, Pembiasaan.

Pada hakekatnya, 5S atau 5R dimaksudkan untuk pembinaan perilaku karyawan melalui perubahan tempat kerja atau lingkungannya ke arah yg lebih baik, untuk menambah konsistensi dan disiplin, serta meningkatkan tanggap kerja atau tanggap darurat atas perubahan yg pasti terjadi. Atau melatih kesigapan dan kecepatan kerja.

Untuk supaya lebih jelas dan lebih lengkap sebaiknya dengan tatap muka.
Saya siap membantu untuk itu.
Karena seperti halnya dengan Japan Style yg lain, seperti Lean Manufacturing, Kaizen, TQC/TQM termasuk Seven Tools, Toyota Way, dll memang harus lebih banyak dilakukan dengan contoh atau keteladanan.

5S atau 5R memang seolah lebih ke "process oriented" yg termasuk dalam bagian OM Management dengan pendekatan "operational-based excellence". Tujuannya untuk memperkuat "culture" dan "value" yg pada gilirannya nanti akan meningkatkan "productivity quality" melalui aspek kedisiplinan dan konsistensi secara "team work" maupun "individual".
Dalam prakteknya akan memberikan kontribusi pada pencapaian "Business Excellence" maupun "Public Service Excellence" melalui "Operation-based Excellence" maupun menumbuhkan "Innovation-based Excellence".

Salam Manajemen.

Ratmaya Urip

Rabu, 28 Desember, 2011 17:19

4. Diah Beton

Selamat sore pak Ratmaya Urip,
Terima kasih atas masukannya...
Saya juga senang membaca tulisan-tulisan Bapk....
Salam kenal, Diah
Selasa, 3 Januari, 2012 03:31
= ========= ==========

5. Rky Refrinal Patiradjawane:

Memang sungguh berbeda, membaca uraian dari seseorang yang kaya akan pengalaman dan menguraikan dengan begitu detailnya namun mudah dipahami tanpa terlihat emosional dan menggurui..

Cermin sebuah tahapan yang sampai pada kebijakkan dan kearifan berfikir.

Semoga kelak saya bisa menjadi insan seperti beliau.

Salam Hormat Pak Ratmaya..

Rky Refrinal Patiradjawane
~Nyong Ambon~
Selasa, 3 Januari, 2012 07:36
========== ============

6. Ratmaya Urip:

Pak Rky dan Bu Diah,

Terima kasih atas apresiasinya.

Sebenarnya apa yang saya tulis dalam artikel-artikel saya, merupakan sebagian kecil dari aplikasi KNOWLEDGE MANAGEMENT.

Roh dari tercapainya "excellences", rahimnya adalah KNOWLEDGE, baik SCIENCE, TECHNOLOGY, maupun VALUE and CULTURE (termasuk Sosiologi dan Antropologi). Semuanya wajib balance atau dapat terformulasi sebagai MATRIX.

Pola pikir CONVERGEN untuk mencari SOLUSI dan pola pikir DIVERGEN untuk MENGURAI MASALAH adalah formulanya.

Sedapat mungkin dalam pemahaman, teori dan aplikasinya, KNOWLEDGE MANAGEMENT wajib untuk diaplikasikan dengan TACIT KNOWLEDGE. Supaya dalam pengambilan keputusan dapat CEPAT, AKURAT dan
PRESISI. Sehingga kita dapat mengambil keputusan seolah secara INTUITIF, meskipun sebenarnya itu adalah ANALITIS yg dilakukan secara cepat. Atau kita sudah menjadi TACIT. Namun untuk itu memang memerlukan "basic education" yg cukup, "self learning and development", "experiences", "sharing with experts" dan mampu memanfaatkan panca indra secara proporsional dan kontekstual serta mutakhir, serta balancing antara TEORI dan PRAKTEK. Ingat pemeo yg sering saya sampaikan: "TEORI tanpa PRAKTEK itu OMONG KOSONG, sedang PRAKTEK tanpa TEORI itu NGAWUR. Apalagi tanpa TEORI dan/atau PRAKTEK".

Dalam pola pikir dan pola tindak wajib berbekal pemanfaatan pada apa yg disimbolkan sebagai 3 H (Hand,Head,Heart), dan matrix dari 3 I (Implementation,Improvement,Innovation)
Demi tercapainya 3 Q (Quality,Quantity,Quantum) dalam 3 P (Product,Process,People).

Untuk tercapainya TACIT KNOWLEDGE memang harus melalui tahapan awal berupa penguasaan dan pengayaan atas EXPLICIT KNOWLEDGE.

Jadi konklusinya, sebenarnya sangat sederhana, yaitu "managing tacit knowledge after explicit knowledge"

Dan yang terpenting jangan pelit berbagi KNOWLEDGE. Karena Insya Allah, kita akan diberkahi dengan lebih banyak diberikan KNOWLEDGE baru dan mutakhir olehNYA.
Amin.

Salam Manajemen.

Ratmaya Urip.

Note: Mohon menyebutkan sumbernya jika mengutip Artikel ini. Terima Kasih.

Selasa, 3 Januari, 2012 09:05
=============== =====