Senin, 17 September 2012

HUMAN CAPITAL MANAGEMENT (HCM) Versus HUMAN RESOURCE MANAGEMENT (HRM)


HUMAN CAPITAL MANAGEMENT (HCM)
Versus
HUMAN RESOURCE MANAGEMENT (HRM)
Oleh : Ratmaya Urip 
========== ====

BAGIAN 1 : PENDAHULUAN

Sudah cukup lama, Human Capital Management (HCM), disambut sebagai hal yang dianggap baru dalam pengelolaan people, workforces, employees untuk menggantikan Human Resource Management (HRM), meskipun baru terbatas di lingkungan perusahaan-perusahaan tertentu.

Penulis sering berpikir, apakah fenomena Human Capital Management yang mulai menggeser Human Resource Management ini hanya latah semata? Karena dalam prakteknya masih banyak perusahaan yang konon mengaku menerapkan Human Capital Management, namun dalam aplikasinya masih sami mawon atau sama saja dengan sistem yang lama. Dengan kata lain, masih banyak perusahaan yang ikut-ikutan saja.

Ketika dalam satu kesempatan penulis diundang untuk presentasi tentang Human Capital Management sebagai pembicara tamu oleh satu perusahaan telekomunikasi terkemuka di Indonesia, dalam suatu event besar tahunan yang disebut “Human Capital Summit” tingkat Nasional, penulis coba tanyakan kepada beberapa pejabatnya, khususnya yang eselon satu, dengan satu pertanyaan yang sangat mudah: “Apakah beda prinsip antara Human Capital Management dengan Human Resourse Management?”. Ternyata jawaban yang saya peroleh hampir seragam, yang dapat saya sarikan sebagai berikut:

Human Capital Management itu menganggap people sebagai capital atau asset, bukan lagi sebagai resource seperti halnya dalam Human Resource Management
Human Capital melibatkan Talent Management, Tacit Management dan Knowledge Management.

Namun ketika saya tanyakan lebih lanjut bagaimana dengan implikasi dan aplikasinya di ranah bisnis dan ranah publik? Jawabnya tidak lagi seragam. Padahal persepsi dan aplikasi yang kurang tepat dapat menciptakan proses dan hasil yang kontra-produktif.

Sejarah Pengelolaan “People” dalam Bisnis

Sebagai awal kata, saya ingin mengingatkan, bahwa sejarah telah menoreh catatan sebagai berikut:
Di masa-masa sebelum Revolusi Industri, pengelolaan “people”, diawali dengan hadirnya Account Department sebagi pengelola tunggal dalam mengelola “people”. Wajar sajalah, karena pada waktu itu mengelola “people” masih sangat murni transaksional antara pemberi tugas dan buruh, atau berupa pengelolaan jasa dan upah pekerja. Sehingga bagi Account Department yang salah satu tugasnya adalah mencatat transaksi, tugas mengelola “people” bukanlah tugas yang memberatkan.

Setelah datangnya Revolusi Industri di Eropa dengan gencarnya mekanisasi proses industri (dengan trigger penemuan mesin uap oleh James Watt pada tahun 1796), dan Revolusi Pertanian atau Revolusi Kapas di Amerika Serikat (dengan trigger penemuan mesin pemisah biji kapas dari seratnya oleh Eli Whitney pada tahun 1793 ) dan dengan hadirnya buruh-buruh berkulit hitam dari Afrika yang merapat pertama kali pada tahun 1619 di Jamestown, negara bagian Virginia yang sengaja didatangkan sebagai budak belian untuk mengelola kebun-kebun tembakau dan kapas beserta mekanisasinya, maka masalah mulai banyak, Sehingga kemudian, Account Department tidak mampu lagi mengelolanya. Maka muncullah kemudian unit pengelola baru bagi “labor” atau “people” yang disebut “personnel department” yang dipisahkan dari tanggung jawab “account department”, karena semakin kompleksnya urusan manusia yang bekerja di sektor bisnis. Ilmunya kemudian berkembang menjadi “Personnel Management”, yang merebak sampai decade delapan puluhan abad ke dua puluh. Istilah untuk “people”nya sudah mulai diperkenalkan dengan nama employee, meski ada yang masih menyebutnya dengan worker., bahkan ada yang masih juga menyebutnya dengan labor

Setelah era delapan puluhan dengan semakin mahalnya harga minyak, maka bisnis mulai turbulent. Pengelolaan manusia yang terlibat dalam bisnis juga semakin kompleks, sehingga akhirnya muncul unit kerja baru yang disebut “Human Resource Development”. Ilmunya berkembang menjadi “Human Resource Management”.

Era di atas, sejak masuk abad ke dua puluh satu mulai memudar, karena masuknya paham, bahwa dalam bisnis manusia itu jangan dianggap sebagai sumber daya atau resource tapi sebagai asset atau capital.. Maka kemudian mulai timbul apa yang disebut sebagai “Human Asset Management”, atau ada pula yang menyebutnya sebagai “Human Capital Management” sedang unit pengelolanya disebut sebagai “Human Asset Department” atau “Human Capital Department”. Bahkan, sebuah industri minyak, yaitu CHEVRON malah menyebutnya sebagai “Human Energy Management”, suatu sistem pengelolaan people yang sudah di-patent-kan.

Nah, berangkat dari hal tersebut di atas, maka penulis mulai bertanya (sekaligus menjawabnya nanti), dimanakan sebenarnya letak perbedaan antara “Human Resource Management” Versus “Human Capital Management”? Baik dalam hal Teori, maupun Praktek atau aplikasinya di lapangan. Karena melihat kenyataan di lapangan, hal tersebut tidak ada bedanya, sehingga nampaknya tidak ada pembaharuan dalam pengelolaan “people” kecuali perubahan kata atau kalimat saja.

Sebelum saya teruskan, mohon sharing atau feedback dari para anggota milis/group, apakah sebenarnya beda antara keduanya, baik dalam Teori maupun praktek-praktek manajerial dan operasionalnya di lapangan. Karena secara jelas, memang ada perbedaan dalam teori maupun aplikasinya di lapangan.

Tulisan ini akan dilanjutkan setelah ada feedback dari anggota milis.
Terima kasih dan Salam Manajemen

Kredo:
Teori tanpa Praktek adalah omong kosong, sedangkan Praktek tanpa Teori itu ngawur. Apalagi tanpa Teori dan Praktek.

Ratmaya Urip

(BERSAMBUNG).
================ = 


Diskusi:

1. Fachrul Kurniawan:

Pak Ratmaya kalo di dunia bisnis itu berkembang Human Capital Management, berarti perlakuan terhadap pekerja seperti asset,pertanyaan saya jika asset ada kecenderungan untuk turun nilainya,bagaimana menghadapi ini? Kemudian Pak Ratmaya tanya ke pejabat eselon satu, yg notabene kan pejabat pemerintahan,menurut pak Ratmaya apakah PNS itu bisa disebut Human Capital Management?artinya ada satu faktor kenapa PNS itu ada adalah untuk mengurangi pengangguran yg ada sehingga PNS ini bisa dikatakan naungan bagi org2 yg tdk mau bekerja secara serius dan menghadapi tantangan,kemudian PNS sebagai asset negara bisa dilihat dari anggaran rata-rata yg dikeluarkan oleh pemerintah pusat dan daerah selalu lebih besar dari anggaran belanja pembangunan…..?
fach_77@yahoo.com
fachrulkurniawaan.blogspot.com

===================

Masukan Ratmaya Urip:

Dear Pak Fachrul,

Selama tenaga kerja over-supply apalagi sangat besar gap-nya, maka yg terjadi adalah “people” diperlakukan sbg resource.

People sbg asset dapat dilakukan, jika benar2 “manning”nya sesuai dengan business processnya. Ingat struktur organisasi dibuat setelah business process dirumuskan dan ditetapkan. Dlm hal ini sudah mengandung esensi efektifitas dan efisiensi. Shg people yg akan ditetapkan benar2 tepat.

Pengertian human sbg asset adalah jika human sdh memenuhi 3 kriteria pokok:

1. Ability (skill and knowledge)

2. Moral (attitude and behavior) termasuk accountability, credibility/integrity/honesty, dll

3. Arts (Creativity, acceptability, adabtability, creditability/honorability dan jika perlu recognizability)

Jika ketiga2nya dapat terintegrasi sempurna maka akan diperoleh “human value” shg baru dapat disebut human sbg asset.

Selama ini, dlm human resource management, sering hanya mengandung pengertian 2 hal yg paling atas. Yaitu ability dan moral.

Dalam pengertian human sbg asset, maka human wajib benar2 talented and tacit. Creativity atau kemampuan utk berinovasi merupakan keharusan.

Shg jika human resource grafiknya linier atau 2 dimensi, sedang human asset atau human capital adalah 3 dimensi.

Human asset management atau human capital management dapat diterapkan di sektor bisnis maupun sektor publik.

Untuk jelasnya harus dengan tatap muka, krn banyak aplikasi2 yg wajib dilakukan. Tdk sekedar siklus “dynamics HR Cycles” spt halnya dlm Human Resource Mngmt, seperti cascading Strategic Business Plan tingkat Corporate yg diturunkan menjadi corporate HR Strategic, kemudian dijabarkan lagi menjadi Planning-Acquiring-Developing-Maintaining-Retaining. Atau siklus lainnya: HR Planning-Recruiting-Renumeration-Performance Mngmt-Competency Development-Discipline Mngmt-Career Movement.

Ada satu hal lagi yg sampai saat ini masih sulit diaplikasikan jika dikaitkan dengan Finance and Account.

Jika sbg resource mk dalam balance sheet atau neraca pososinya ada di sisi kanan, sementara sbg asset posisinya ada di sisi kiri.

Saya tdk bisa menjelaskan detail krn harus banyak diagram, yg hanya dpt dilakukan dg tatap muka.

Jika ingin lebih detail, dengan senang hati kami akan menerima jika Bpk dapat bergabung dalam “Certified Human Capital Management Course” di Magister Manajemen salah satu Universitas Negeri di Surabaya. Nanti Bpk bisa ketemu saya di sana utk Course minimal 100 jam efektif.

Salam Manajemen

Ratmaya Urip

=============

2. Sharing dari: GM Agung Nugroho

Yth Bpk Ramaya Urip

Berarti bisa saya amsunsikan juga, kita sebagai karyawan yang profesional
Jika ingin dianggap sebagai asset berharga harus memiliki :

- soft hard skill yang mumpuni
- attitude yang matang
- art (adaptable, kreatifitas dll)

Waaaah benar2 suatu pencerahan yang luar biasa

Terima kasih

Tuhan memberkati Pak Ratmaya Urip

Best-regard
GM. Agung Nugroho

===============

Sharing Ratmaya Urip:

Dear Pak Agung,

Esensi utama jika ingin supaya human dapat disebut asset (bukan hanya resource) adalah jika human tsb dapat memberikan value dengan 3 kriteria tsb.

Alfin Toffler menyebut era saat ini adalah era gelombang ketiga atau The Third Wave atau era Informasi. Pdhal sebenarnya kita sudah wajib memanfaatkan Informasi tsb sbg sarana utk membangun creativity utk terciptanya Inovasi jika ingin memenangkan persaingan.

Era-nya juga sdh masuk ke gelombang keempat, yaitu era Inovasi tanpa henti. Nah bgmn persiapan human di Indonesia? Mau tdk mau, suka tidak suka wajib untuk setiap human dapat memiliki value, shg dapat menjadi asset. Bukan human sebagai resource.

Ingat jika kita mau jujur, pengertian resource lebih sering dipakai sbg obyek yg pasif atau input saja jika bicara trilogi atau milestones input-proses-output. Sementara human sbg asset bisa memiliki posisi sbg subyek yg dpt diaktifkan.

Secara harfiah akan lebih mudah menjabarkan pengertian resource dan asset atau capital.

Salam Manajemen

Ratmaya Urip

= == == = = = = = = = = = = =

3. Masukan dari Pak Jusep:

Dear Pak Ratmaya Urip,

Jauh juga ya ke surabaya..
Tidak ada rencana mengadakan di Jakarta?

Menurut saya pasti banyak yang berminat.

Best Regards
Jusep Kesuma
==========

Sharing dari Ratmaya Urip:

Dear Pak Jusep,

Bisa saya bicarakan dengan teman2 dr salah satu program Magister Manajemen utk mengadakan course di luar kota Surabaya, dengan minimal peserta 20 orang.

Krn program ini memang program course unggulan di luar program jenjang MM.

Trm kasih dan salam

Ratmaya Urip.
================


4. Sharing dari Mas NURHADI: 

Sy kuliah akhir th '80an/awal '90an. Dosen sy (Prof Mardi Hartanto) mengajarkan HRM tapi - mnrt sy - penafsirannya sdh spt HCM yg bpk sampaikan (atau bahkan lbh "futuristik" lagi). Mnrt beliau, dlm HRM yg paling mendasar hrs diperhatikan adl unsur M (manusia)nya, bukan R (resource)nya. Penafsirannya, bukan sumberdaya yg berwujud manusia (M), tapi manusia yg bersumberdaya dimana daya yg dimiliki oleh seorang manusia itu sangat besar/hampir tak terbatas, antara lain daya cipta/daya kreasi/inovasi. Jadi, tugas organisasi (manajemen perusahaan) adl mewadahi dan memfasilitasi manusia2 (anggota organisasi/perusahaan) utk berkreasi/berinovasi, shg organisasi/perush terus maju berkembangan, sumbangan yg diberikan oleh orang2 anggota organisasi akan bisa sangat besar, berlipat2.
Sementara itu dlm HCM - menurut sy - 'perlakuan' manusia sbg 'asset' konotasinya kurang manusiawi, krn 'asset' adl kekayaan, sesuatu yg DIMILIKI oleh pengusaha/perusahaan dan diperlakukan sekehendak pemiliknya. Hal ini berbeda dg teori HRMnya Prof Mardi yg sy sebutkan (ide2/konsepnya sdh dibukukan, cukup tebal) dimana manusia (Pak Mardi menyebutnya Manusia Karya) mesti diperlakukan oleh pengusaha sbg MITRA dlm upaya utk sama2 berkembang; Manusia Karya terus berupaya mengembangkan diri melalui karya2 cipta dan inovasinya (yg prosesnya diwadahi dan difasilitasi oleh perush/pengusaha) yg pd akhirnya karya2 kreatif/inovatif tsb akan membawa perkemb/kemajuan bagi perusahaan.........

====================

5. Respons RATMAYA URIP: 

@Mas Nurhadi; He.he.he...suatu diskusi yang menarik...terima kasih sudah melengkapi.....Namun coba kita tengok aplikasinya saat ini di lapangan...Jika semua berjalan sesuai dengan yang kita inginkan bersama, mungkin negeri ini tidak seperti ayam mati di lumbung padi. Faktanya banyak institusi yang masih menerapkan HRM dengan 'The Iceberg Model"-nya, yang masih saja berkutat pada 2 dimensi atau 2 Perspektif dalam pengelolaan Human-nya. Bapak benar tentang apa yang Bpk uraikan. 
Saya sengaja membatasi hanya pada 3 dimensi saja supaya mudah dalam pemberian solusi. Kebetulan saya berlatar belakang Ilmu Engineering, sehingga selalu mempergunakan pendekatan matematis. Atau melakukan konvergensi dalam pemberian solusi, bukannya divergensi. Ibarat Einstein yang melakukan suatu hal yang ruwet tinggal menjadi formula E=mc2. Dengan 3 dimensi, yang hanya mempergunakan sumbu x,y,z akan lebih mudah dalam penjabarannya. Selama ini dengan "Iceberg Model" dalam HRM kita hanya berkutat pada fungsi linier matematis. Sementara HCM sengaja saya lukiskan sebagai bentuk matematis dengan 3 dimensi. 
Dimensi Ability (Skill & Knowledge) sebagai absis "x", Dimensi Moral (Attitude & Behavior, termasuk integrity, honesty, credibility, accountability, dll) sebagai ordinat "y". Sedangkan ARTS (creativity/innovation, adabtability, flexibility, acceptability/electability, enthusiasm, dsb) sebagai dimensi ke-3 saya gambarkan sebagai sumbu "Z". Jika kita memasukkan seluruh aspek yang ada dalam HUMAN, sehingga melibatkan fungsi matematis yang lebih dari 3 dimensi akan lebih sulit dalam aplikasinya, karena akan melakukan pendekatan Analisa Numerik, meskipun dengan ditemukannya komputer, analisisnya akan lebih mudah...Namun secara praktis di lapangan, hal-hal lain yang Bpk sampaikan dapat didekatkan atau di elliminasi atau digabungkan pada dimensi yang telah ada... Itu saja. Memang penjelasannya akan lebih mudah jika menggunakan bagan-bagan dan harus dengan tatap muka, bukan semata disampaikan dalam kalimat2 deskriptif. Btw..terim kasih atas respons-nya yang positip dan telah menggairahkan diskusi tentang hal ini. 
Bravo Mas Nur...Salam manajemen... (Catatan: Dalam HCM, Human sudah dalam pengertian sebagai Mitra, dan itu sdh terproyeksi dalam Dimensi ke-3, dimana sebagai Capital, manusia sudah diberi atau dikatagorikan memiliki VALUE, sehingga memiliki Human VALUE, karena manusia dalam dimensi ke-3 wajib memiliki Human Honorability, atau Human Recognizibility. Maka kadang saya lebih suka menyebut Human Capital itu sebagai Human Value. Sehingga ilmunya saya sebut sebagai Human Value Management (HVM)...)

Tidak ada komentar: