Ngudi lan nyebar kawruh kanti iklas salaminipun gesang kagem nglanggengaken pasederekan lan sangunipun ngagesang ingkang satuhu. Sedaya wau kedah wonten margining Pangeran Ingkang Murbeng Dumados
Kamis, 21 April 2011
Selasa, 05 April 2011
Prosa Kecil tentang Kehidupan
Prosa Kecil tentang Kehidupan
Oleh: Ratmaya Urip
Hidup ini seperti ombak yang bergelora di belakang perahu. Sejenak bergelora, dinamis dan turbulent karena sibakan lunas yang membelah air...namun kemudian laut kembali tenang seolah tidak pernah ada perahu yang lewat...begitu tenang, nyaman dan laminer...hanya ada angin laut sumilir yang mendendangkan kidung pagi atau tembang petang. Sekali-sekali memang terjadi badai...namun tidak akan terjadi selamanya
Tanjung Pinang - Kepulauan Riau, 18 Februari 2011
Minggu, 03 April 2011
Tembang Negeri Antah Berantah
Tembang Negeri Antah Berantah
(Satu Lagi Puisi mBeling)
Oleh: Ratmaya Urip*)
Ketika keadilan dan kebenaran telah sekarat
Atau kemunafikan menjadi dahsyat
Juga rakusnya ego menjadi syahwat
Sementara kebersamaan menjadi mayat
Dalam angkara kuasa yang khianat
Maka yang tersisa adalah kiamat
Kedamaian dan kemakmuran tak akan pernah berangkat
Ketika keadilan dan kebenaran menjadi papa
Atau kemunafikan tak juga renta
Atau angkara kuasa tak juga menjadi baka
Maka yang tiba adalah nestapa
Dan dosa-dosa
Ketika gegap bencana, banjir nestapa, gempita perkosa, dan korupsi kuasa menjadi raja
Maka yang menunggu adalah siksa dan nista
Atau gegapnya kesumat
Yang berujung pada sorak neraka
Dan bermuara pada azab dan laknat
===================
Sidoarjo (truly mud, sebenar-benar kuala lumpur), 2 April 2011
Kidung Negeri Onani (Sepotong Puisi mBeling)
Kidung Negeri Onani
(Sepotong Puisi mBeling)
Oleh: Ratmaya Urip
Konon jika tak ada lagi insani peduli
Dan tak ada lagi bahagia tuk dibagi
Atau tak ada lagi nyanyi sunyi tentang manusiawi
Apalagi menyantap indahnya pelangi di rintik hujan pagi
Dan malah menghardik kidung paksi yang beriring ke cakrawala senja yang kebak sari
Atau tak hendak bertabik pada nurani
Karena hanya peduli pada hari-hari untuk selalu korupsi
Atau ketagihan tuk pantat duduk di kursi tinggi
Kompetisi rakus menumpuk harta diri yang tanpa harga diri
Meski itu milik negeri
Sementara gubug reyot mewabah di seluruh negeri
Dan tak ada lagi nasi untuk berbagi gizi
Tak ada lagi bagi jalan Illahi
Maka negeri sedang onani
Konon jika negeri sedang onani
Memuaskan diri dalam nafsu hewani itu sudah pasti
Tak ada peka yang pekat
Semua hanya nafsu duniawi yang bejat penuh rekayasa jahat
Beranak pinak menabur pesona diri dengan pikat
Pawai nafsu menebar jerat
Memukat dosa yang selalu mendekat
Dan tak ingin ada tobat
Apalagi tak rindu hasrat menabung akhirat
Konon dalam negeri yang sedang onani
Semua yang adil menjadi basi
Yang benar terpancung eksekusi
Yang munafik menjadi raja
Yang berkuasa adalah dosa-dosa
Dan tak peduli pada doa pada yang Kuasa
Dalam meniti masa
Konon dalam negeri yang sedang onani
Kemakmuran menjadi jera
Kedamaian menjadi renta
Kejayaan menjadi papa
Yang jujur menjadi baka
Yang culas menabur fana
Karena semua syahwat dunia
Libido harta, angkara tahta, dan birahi kuasa
Tak ada damainya surga
Ataukah karena itu azab dan siksa Yang Maha Kuasa?
=============
Sidoarjo, 3 April 2011
Rara Jonggrang
Rara Jonggrang
Oleh: Ratmaya Urip
Kisah lontar tua
Tentang duka yang tak kunjung mati
Rara Jonggrang jelita
Dengan pinangan Bandung Bandawasa perkasa
Bukan hati tak ingin
Namun dendam melebihi segalanya
Diterima pinangan dengan punagi
Seribu candi sebelum dini
Bandung Bandawasa tersenyum
Hatinya ceria
Menyusur malam dengan karya dan cinta
Bersama dendang kesaktian
Dan bebana yang telah mulai tercipta
Di timur fajar tiba
Seribu candi tak terpenuhi
Rara Jonggang penipu, menjadi batu
Di muara hati yang murka
=============================
Yogyakarta, saat cinta sedang mengembara di masa muda
Note: Ini adalah Puisi yang dimusikalisasi
Rindu
Rindu
Oleh: Ratmaya Urip
Hari ini rinduku mampir memecah beku mencolek masa lalu
Menyeruak benak tuk berbagi dengan kehendak yang nyaris padam
Meski gurat yang tersisa hanyalah keluh dan kelu yang masih menghentak
Karena masih sepahit empedu
Hati ini seolah tak mau tahu
Rinduku tiba menggamit mesra
Menyibak onak masa lalu
Merungkas seteru
Yang membuat prasasti itu kembali tiba
Mengusir benci dan geram yang masih tersisa
Melata merambah waktu dalam hari-hariku
Meski sendu tetap membatu
Rinduku tiba selewat Yogyakarta
Yang memagut pekat bayangan cintanya
Yang bersama purnama tersaji mesranya
Meski bermuara di kuala duka
Karena kemarau hati tak hendak beranjak pergi
Yang jatuh terlalu dini
Biarlah hari-hari prasasti itu menyanjung hasrat berhutang mimpi
Karena itu adalah lampau
Bagiku, jalanku adalah esok
Yang mungkin saja lebih seronok
Dan aku tidak mau lagi menengok
Meski rinduku mampir sambil berjongkok
Datang tertatih penuh seonggok
Meski bagiku tinggal sesendok
Tanpamu yang masih penuh elok
Dalam fajar pagi yang penuh ayam berkokok
Sayang, tak ada rokok.
Rinduku mungkin rindumu jua
Namun guratan itu telah menoreh luka mengukir dukana
Sebaiknya memang rinduku enyah tetaplah baka
‘Tuk selamanya
Parangtritis, 30 Maret 2011
Kidung tentang Nusaku
Kidung tentang Nusaku
Oleh: Ratmaya Urip*)
Hari-hari yang merambat meniti masa
Yang selalu berangkat di ufuk pagi dan kembali di esok hari sepanjang waktu
Nusaku tak pernah henti terkoyak ngeri
Menyongsong mati
Menuju kiamat
Koran, televisi dan indera anak negeri
Tak pernah basi ‘tuk bergunjing tentang korupsi
Oleh politisi, birokrasi, pelaku usaha dan semua saja yang laknat dan khianat
Dari pelosok negeri sampai ke pusat nusa
Yang membuat semua semakin sekarat
Pagi, siang, malam sampai dini hari lagi
Hari-hari terisi gegap anarki penuh agni yang terobsesi pada punagi
Sudut kota dan temaramnya desa berguncing tentang perkosa
Karena binalnya perilaku dukana dan narkoba
Pagi, siang, malam sampai dini yang kembali tiba
Kisah lain berganti
Tentang saratnya anak nusa yang merintih dan tertatih di lain negeri
Yang mengais rejeki
Meski sampai mati oleh tangan majikan ‘tuk sesuap nasi
Dalam gelegar berita yang gempar
Di tengah nestapa bangsa karena pesta bencana yang enggan untuk usai
Yang selalu temaram kelam dalam rintih
Meski semua itu tak ada yang pernah menjadi sejarah
Selalu terhempas di keranjang sampah menuju basi dan baka
Karena luntur dan masuk kubur oleh kuasa yang makmur
Yang selalu bertabik pada khianat
Yang tak pernah lekang menggendong kuasa dengan menabur kepeng
Korupsi, perkosa, anarki, bencana, bejatnya moral, dan miskin yang tak pernah mau henti
Memang menjadi tembang atau kidung bagi hari-hari
Untukmu negeri
Yang tak pernah ada muara nikmat ‘tuk ujung yang pasti
Bagi anak nusa
Rintik rejeki tak pernah tiba bak kemarau panjang di padang kerontang
Kapan gelap dan pengap ini kan berakhir?
Apa harus menunggu kiamat yang memang sudah dekat?
Apa karena murka Yang Maha Kuasa?
===========================
Sidoarjo 1 April 2011