Kamis, 21 April 2011

Artikel 60

Maaf Artikel in i masih dalam proses penyuntingan

RU

Artikel 59

Maaf Artikel in i masih dalam proses penyuntingan

RU

Artikel 58

Artikel 58

Maaf Artikel in i masih dalam proses penyuntingan

RU

Artikel 57

Maaf Artikel in i masih dalam proses penyuntingan

RU

Artikel 56

Maaf Artikel in i masih dalam proses penyuntingan

RU

Artikel 55

Maaf Artikel in i masih dalam proses penyuntingan

RU

Artikel 54

Maaf Artikel in i masih dalam proses penyuntingan

RU

Artikel 53

Maaf Artikel in i masih dalam proses penyuntingan

RU

Artikel 52

Maaf Artikel in i masih dalam proses penyuntingan

RU

Artikel 51

Maaf Artikel in i masih dalam proses penyuntingan

RU

Selasa, 05 April 2011

Prosa Kecil tentang Kehidupan


Prosa Kecil tentang Kehidupan

Oleh: Ratmaya Urip

Hidup ini seperti ombak yang bergelora di belakang perahu. Sejenak bergelora, dinamis dan turbulent karena sibakan lunas yang membelah air...namun kemudian laut kembali tenang seolah tidak pernah ada perahu yang lewat...begitu tenang, nyaman dan laminer...hanya ada angin laut sumilir yang mendendangkan kidung pagi atau tembang petang. Sekali-sekali memang terjadi badai...namun tidak akan terjadi selamanya

Tanjung Pinang - Kepulauan Riau, 18 Februari 2011

Minggu, 03 April 2011

Tembang Negeri Antah Berantah


Tembang Negeri Antah Berantah

(Satu Lagi Puisi mBeling)

Oleh: Ratmaya Urip*)

Ketika keadilan dan kebenaran telah sekarat

Atau kemunafikan menjadi dahsyat

Juga rakusnya ego menjadi syahwat

Sementara kebersamaan menjadi mayat

Dalam angkara kuasa yang khianat

Maka yang tersisa adalah kiamat

Kedamaian dan kemakmuran tak akan pernah berangkat


Ketika keadilan dan kebenaran menjadi papa

Atau kemunafikan tak juga renta

Atau angkara kuasa tak juga menjadi baka

Maka yang tiba adalah nestapa

Dan dosa-dosa


Ketika gegap bencana, banjir nestapa, gempita perkosa, dan korupsi kuasa menjadi raja

Maka yang menunggu adalah siksa dan nista

Atau gegapnya kesumat

Yang berujung pada sorak neraka

Dan bermuara pada azab dan laknat

===================

Sidoarjo (truly mud, sebenar-benar kuala lumpur), 2 April 2011


Kidung Negeri Onani (Sepotong Puisi mBeling)


Kidung Negeri Onani

(Sepotong Puisi mBeling)

Oleh: Ratmaya Urip

Konon jika tak ada lagi insani peduli

Dan tak ada lagi bahagia tuk dibagi

Atau tak ada lagi nyanyi sunyi tentang manusiawi

Apalagi menyantap indahnya pelangi di rintik hujan pagi

Dan malah menghardik kidung paksi yang beriring ke cakrawala senja yang kebak sari

Atau tak hendak bertabik pada nurani

Karena hanya peduli pada hari-hari untuk selalu korupsi

Atau ketagihan tuk pantat duduk di kursi tinggi

Kompetisi rakus menumpuk harta diri yang tanpa harga diri

Meski itu milik negeri

Sementara gubug reyot mewabah di seluruh negeri

Dan tak ada lagi nasi untuk berbagi gizi

Tak ada lagi bagi jalan Illahi

Maka negeri sedang onani


Konon jika negeri sedang onani

Memuaskan diri dalam nafsu hewani itu sudah pasti

Tak ada peka yang pekat

Semua hanya nafsu duniawi yang bejat penuh rekayasa jahat

Beranak pinak menabur pesona diri dengan pikat

Pawai nafsu menebar jerat

Memukat dosa yang selalu mendekat

Dan tak ingin ada tobat

Apalagi tak rindu hasrat menabung akhirat


Konon dalam negeri yang sedang onani

Semua yang adil menjadi basi

Yang benar terpancung eksekusi

Yang munafik menjadi raja

Yang berkuasa adalah dosa-dosa

Dan tak peduli pada doa pada yang Kuasa

Dalam meniti masa


Konon dalam negeri yang sedang onani

Kemakmuran menjadi jera

Kedamaian menjadi renta

Kejayaan menjadi papa

Yang jujur menjadi baka

Yang culas menabur fana

Karena semua syahwat dunia

Libido harta, angkara tahta, dan birahi kuasa

Tak ada damainya surga

Ataukah karena itu azab dan siksa Yang Maha Kuasa?

=============

Sidoarjo, 3 April 2011


Rara Jonggrang


Rara Jonggrang

Oleh: Ratmaya Urip

Kisah lontar tua

Tentang duka yang tak kunjung mati

Rara Jonggrang jelita

Dengan pinangan Bandung Bandawasa perkasa


Bukan hati tak ingin

Namun dendam melebihi segalanya

Diterima pinangan dengan punagi

Seribu candi sebelum dini


Bandung Bandawasa tersenyum

Hatinya ceria

Menyusur malam dengan karya dan cinta

Bersama dendang kesaktian

Dan bebana yang telah mulai tercipta


Di timur fajar tiba

Seribu candi tak terpenuhi

Rara Jonggang penipu, menjadi batu

Di muara hati yang murka

=============================

Yogyakarta, saat cinta sedang mengembara di masa muda

Note: Ini adalah Puisi yang dimusikalisasi

Rindu


Rindu

Oleh: Ratmaya Urip



Hari ini rinduku mampir memecah beku mencolek masa lalu

Menyeruak benak tuk berbagi dengan kehendak yang nyaris padam

Meski gurat yang tersisa hanyalah keluh dan kelu yang masih menghentak

Karena masih sepahit empedu


Hati ini seolah tak mau tahu

Rinduku tiba menggamit mesra

Menyibak onak masa lalu

Merungkas seteru

Yang membuat prasasti itu kembali tiba

Mengusir benci dan geram yang masih tersisa

Melata merambah waktu dalam hari-hariku

Meski sendu tetap membatu


Rinduku tiba selewat Yogyakarta

Yang memagut pekat bayangan cintanya

Yang bersama purnama tersaji mesranya

Meski bermuara di kuala duka

Karena kemarau hati tak hendak beranjak pergi

Yang jatuh terlalu dini


Biarlah hari-hari prasasti itu menyanjung hasrat berhutang mimpi

Karena itu adalah lampau

Bagiku, jalanku adalah esok

Yang mungkin saja lebih seronok

Dan aku tidak mau lagi menengok

Meski rinduku mampir sambil berjongkok

Datang tertatih penuh seonggok

Meski bagiku tinggal sesendok

Tanpamu yang masih penuh elok

Dalam fajar pagi yang penuh ayam berkokok

Sayang, tak ada rokok.


Rinduku mungkin rindumu jua

Namun guratan itu telah menoreh luka mengukir dukana

Sebaiknya memang rinduku enyah tetaplah baka

‘Tuk selamanya


Parangtritis, 30 Maret 2011


Kidung tentang Nusaku


Kidung tentang Nusaku

Oleh: Ratmaya Urip*)



Hari-hari yang merambat meniti masa

Yang selalu berangkat di ufuk pagi dan kembali di esok hari sepanjang waktu

Nusaku tak pernah henti terkoyak ngeri

Menyongsong mati

Menuju kiamat


Koran, televisi dan indera anak negeri

Tak pernah basi ‘tuk bergunjing tentang korupsi

Oleh politisi, birokrasi, pelaku usaha dan semua saja yang laknat dan khianat

Dari pelosok negeri sampai ke pusat nusa

Yang membuat semua semakin sekarat


Pagi, siang, malam sampai dini hari lagi

Hari-hari terisi gegap anarki penuh agni yang terobsesi pada punagi

Sudut kota dan temaramnya desa berguncing tentang perkosa

Karena binalnya perilaku dukana dan narkoba


Pagi, siang, malam sampai dini yang kembali tiba

Kisah lain berganti

Tentang saratnya anak nusa yang merintih dan tertatih di lain negeri

Yang mengais rejeki

Meski sampai mati oleh tangan majikan ‘tuk sesuap nasi

Dalam gelegar berita yang gempar

Di tengah nestapa bangsa karena pesta bencana yang enggan untuk usai

Yang selalu temaram kelam dalam rintih


Meski semua itu tak ada yang pernah menjadi sejarah

Selalu terhempas di keranjang sampah menuju basi dan baka

Karena luntur dan masuk kubur oleh kuasa yang makmur

Yang selalu bertabik pada khianat

Yang tak pernah lekang menggendong kuasa dengan menabur kepeng

Korupsi, perkosa, anarki, bencana, bejatnya moral, dan miskin yang tak pernah mau henti

Memang menjadi tembang atau kidung bagi hari-hari

Untukmu negeri

Yang tak pernah ada muara nikmat ‘tuk ujung yang pasti

Bagi anak nusa

Rintik rejeki tak pernah tiba bak kemarau panjang di padang kerontang

Kapan gelap dan pengap ini kan berakhir?

Apa harus menunggu kiamat yang memang sudah dekat?

Apa karena murka Yang Maha Kuasa?

===========================

Sidoarjo 1 April 2011