KLINIK KONSTRUKSI
Oleh: Ratmaya Urip
Seri – 209
================== ==
Satu pertanyaan menarik dari seorang sahabat yang kebetulan adalah "cement engineer" di salah satu industri semen. Untuk
privasi beliau, maka nama beliau tidak dicantumkan. Adapun pertanyaannya adalah sebagai berikut:
“Assalamualaikum wr wb, Pak Ratmaya Urip. Boleh saya konsultasi ya,
Pak, mengenai semen dan aplikasinya? Semen yg lebih halus berpotensi terjadi
shrinkage (penyusutan). Apa yang bisa dilakukan untuk treatment pada beton
supaya tidak shingkage?”
------------------------- --
Masukan dari RATMAYA URIP:
Waalaikumsalam Wr. Wb…
Terima kasih atas pertanyaan yang sangat bagus dari Bpk. Berikut ini
masukan dari saya:
Semen ya ng lebih halus, dengan kata lain memiliki nilai Blaine yang
lebih tinggi, atau memiliki “specific surface” yang lebih tinggi. Semakin halus
semen, maka mmemiliki jumlah luas
permukaan butiran semen yang lebih
tinggi atau lebih banyak. Sehingga untuk proses pengerasan semen (proses
hidrasi), diperlukan jumlah air yang lebih banyak, karena panas hidrasi akan
menjadi lebih tinggi.
Tentu saja karena panas hidrasi akan lebih tinggi, maka air yang
dicampurkan ke dalam beton (yang di dalamnya terkandung semen) akan cepat mengering atau cepat habis.
Prosesnya akan berakibat terjadi retak hidrolis atau retak rambut, atau dapat
juga terjadi susut (shringkage) atau rayap (creep).
Maka hati-hati dalam memilih dimensi butiran semen. Semen yang terlalu
halus yang berada jauh di atas standar yang ditetapkan, akan menyebabkan
hal-hal tersebut di atas.
Meskipun justru sebenarnya industri semen sedang menghindari butiran
semen untuk lebih halus, karena alasan
lain. Terutama alasan efisiensi.
Semen yang diproduksi lebih halus akan menyebabkan biaya produksi
menjadi meningkat tajam, karena biaya penggilingan terak yang semakin halus,
akan membuat biaya energi menjadi naik.
Dengan kata lain, biaya produksi semen harus diturunkan, karena
persaingan tajam di industri semen.
Justru sekarang banyak keluhan dari industri readymix ke industri
semen, mengapa nilai kelembutan semen menjadi lebih rendah, sehingga nilai setting
time menjadi lebih rendah? Kuat tekan untuk mortar di dalam mill certificate
dan juga dalam hasil test di laboratorium perusahaan-petrusahaan readymix juga
cenderung turun karena kehalusan butiran diturunkan, meski masih memenuhi
standar ASTM.
Kembali ke pertanyaan Bpk tentang semen dengan butiran lebih halus yang
akan berpotensi menyebabkan shringkage (dan juga menyebabkan micro-crack,
maupun creep)
Untuk menghindari hal tersebut terjadi, sebaiknya melakukan
langkah-langkah sebagai berikut:
1). Gunakan semen-semen dengan
panas hidrasi yang lebih rendah, seperti semen, Type I dengan treatment khusus, Type II, Type IV, Type PPC, Type
SBC, atau Semen Type I campur fly ash. Tapi semen-semen tsb sekarang mulai
dikurangi produksinya oleh pabrik-pabrik semen, karena berbagai sebab.
Khususnya karena alasan efisiensi.
Yang banyak di pasar sekarang adalah semen Type PCC (Portland Composite
Cement), dan PPC (Portland Pozzolan Cement). Type I yang sebelumnya banyak
diproduksi, malah dikurangi keberadannya di pasar.
Padahal di dunia konstruksi sekarang memerlukan semen yang dapat
memberikan kontribusi efisiensi yang
lebih tinggi di dunia konstruksi (baca dunia readymix dan precast concrete).
Sehingga masih diperlukan semen-semen dengan jenis Type-type seperti
tersebut pada awal item ini.
Semen Type PCC khususnya, memiliki tingkat kehalusan yang lebih rendah. Demikian juga panas hidrasi yang lebih rendah bukan karena hanya disebabkan oleh rendahnya kehalusan (meski masih memenuhi standar ASTM), namunjuga karena sistem pencampuran bahan bakunya.
2). Jika memang benar-benar butirannya lebih halus dengan panas hidrasi
lebih tinggi, gunakan fly ash dengan kualitas terbaik (CaO + SiO2 + Al2O3 lebih
besar daripada 75%. Check kualitas fly ash-nya secara benar, jangan asal fly
ash. Karena sekarang banyak sekali fly ash dengan kualitas kurang tepat untuk campuran beton. Karena bahan baku fly ash (batu bara) maupun sistem penangkapan fly ash di PLTU, sudah agak bergeser daripada sebelumnya.
3). Gunakan slump yang lebih tepat dalam perencanaan campuran
beton-nya. Demikian juga hindari pemaikan admixture-additive yang mebuat “slump
retention” menjadi tinggi.
---------------------- --
Catatan:
Rasanya semen dengan butiran yang lebih halus saat ini relatif jarang
terjadi di lapangan, karena industri semen melakukan efisiensi dalam proses
penggilingan terak (clinker) karena untuk menurunkan biaya energi. Justri semen
dengan butiran lebih kasar daripada sebelumnya yang terjadi di lapangan.
Jika ada kasus semen yang lebih halus terjadi di lapangan, dan menyebabkan “shringkage”
(juga “micro crack”, atau “creep”), mohon dapat dikirim contohnya. Karena saya
hanya dapat analisis atas apa yang terjadi di lapangan dengan tatap muka, bukan
hanya teori semata. Juga jika diperlukan, menggunakan data laboratorium.
Dunia readymix dan dunia precast, sekarang memerlukan kecepatan dan ketepatan dalam proses produksinya, untuk
alasan efisiensi, sehingga diperlukan jenis semen yang lebih tepat.
Readymix sudah dapat memroduksi beton
dengan tingkat kekuatan yang memadai, yang hanya dalam waktu 6 jam, 8 jam, 12 jam dan
seterusnya sudah memiliki kekuatan yang
cukup, tanpa mengalami kendala yang berarti. Batasan umur 28 hari untuk
pencapaian kekuatan beton, sudah mulai ditinggalkan di dunia konstruksi. Diperlukan
regulasi-regulasi baru untuk itu. Dunia
precast, demikian pula. Namun tidak diimbangi dengan adanya produksi jenis
semen yang memadai di pasar, karena mulai
banyaknya produk-produk baru yang kurang mendukung industri readymix dan
industri precast. Semen Type I dikurangi produksinya, apalagi Type-type khusus yang lain.
Di berbagai kesempatan sebagai nara sumber, termasuk dalam penyusunan
SNI, saya sudah menyampaikan hal ini.
Industri semen, industri readymix, dan industri precast perlu duduk
bersama untuk memperoleh jalan terbaik bagi kepentingan masing-masing pihak
yang saling menguntungkan.
Terima kasih.
Ratmaya Urip
============ =
Kredo:
TEORI tanpa PRAKTEK itu OMONG KOSONG, sedangkan PRAKTEK tanpa TEORI itu NGAWUR
Tidak ada komentar:
Posting Komentar