Artikel ini pernah diterbitkan pada bulan April tahun 2012.
Kemudian diunggah kembali 10 tahun kemudian
PENGANTAR ILMU
GEOKIMIA, MINERALOGI, KRISTALOGRAFI DAN PETROLOGI KONSTRUKSI
Suatu Telaah Rintisan
(Analisis
Forensik Konstruksi atas Kerusakan Lapis Perkerasan Jalan dalam
Perspektif Geokimia, Mineralogi, Kristalografi dan Petrologi Konstruksi)
Oleh: Ratmaya Urip*)
Pengantar:
Menelaah
atau menganalisis secara Forensik atas Kerusakan Konstruksi Jalan Raya
dari perspektif dengan judul di atas, mungkin tidak banyak peminatnya.
Mengingat banyaknya peminat yang lebih suka menganalisisnya dari
perspektif Ilmu Teknik Tanah Konvensional.
Namun
bagaimanapun, sebagai bagian dari Ilmu Teknik, dan pula sebagai
pelengkap khazanah keilmuan yang telah ada sebelumnya, penulis berharap,
artikel ini ada manfaatnya dan dapat memberikan kontribusi bagi masalah
yang ada, mengingat kajian ini berhubungan dengan kelancaran dalam
aktifitas publik maupun aktifitas bisnis. Khususnya jika kita kaitkan
dengan konteks pemasaran dan distribusi barang, mobilitas kerja,
kerugian moril dan materiil akibat kerusakan salah satu jalur
distribusi, dan lain-lain.
Artikel
ini juga untuk melengkapi analisis-analisis sebelumnya di bidang ini,
baik dalam kajian-kajian ilmiah di bangku kuliah, seminar-seminar,
symposium, workshop dan lain-lain maupun analisis-analisis kontemporer
di media-media cetak, elektronik dan media sosial.
Karena
menurut penulis kurang lengkap diagnosisnya, sehingga therapy yang
diberikanpun belum cukup komprehensif dan solutif. Ini terbukti, dengan
fakta bahwa masalah ini selalu menahun dan tidak pernah selesai. Dengan
kata lain, masalah kerusakan infrastruktur (jalan) yang accute ini
seolah tidak pernah tersolusikan dengan tepat.
Selamat menikmati artikel ini.
Ilustrasi
Kompas,
Sabtu, 14 April 2012 untuk yang ke sekian kalinya kembali mewartakan
tentang kerusakan jalan di Rubrik Nusantara halaman 21, dengan judul:
“Kerusakan Jalan Meluas” dengan sub-judul “Investor Enggan Berbisnis di
Daerah”.
Sebelumnya
dari situs kompas.com, 25 Maret 2012 juga memberitakan masalah yang
sama dengan judul: “Wapres Lewat Jalan Rusak”, ketika Wakil Presiden
beserta beberapa menteri melewati jalan Raya Anyer yg rusak parah di
Cilegon, Banten (dalam rombongan juga ada Mendikbud Prof. Dr. Ir.
Mohammad Nuh).
Belum
lagi ribuan berita serupa yang pernah disampaikan sebelumnya. Namun
tokh masalah kerusakan jalan ini tidak pernah ada akhirnya. Sehingga
kerugian moril dan materiil dalam aktivitas bisnis maupun aktifitas
publik yang jika dijumlahkan mencapai triliunan rupiah selalu saja
tidak pernah ada solusinya. Sehingga pada gilirannya kemudian menjadi
salah satu kontributor yang signifikan bagi ketidakmampuan bersaing
bangsa.
Berita
tentang kerusakan jalan yang hampir merata di seluruh Indonesia sering
diwartakan oleh banyak media di seluruh Indonesia. Baik melalui media
cetak, media elektronik maupun media sosialita.
Ribuan
berita ini seolah tidak pernah ada matinya, karena solusinya tidak
pernah komprehensif. Kerusakan jalan selalu terjadi meski baru
diperbaiki Banjirnya informasi tentang kerusakan jalan ini sampai
membuat mulut tidak hanya berbuih-buih, namun berdarah-darah, karena
terjadinya iritasi di bibir, yang disebabkan oleh terlalu seringnya
membicarakan masalah ini namun tidak ada muaranya.
Rasanya belum pernah ada solusi permanen yang dapat menjawab tantangan ini, yang ada hanyalah solusi jangka pendek.
Selama
ini yang secara sahih dianggap sebagai biang keladi dari kerusakan
jalan dan yang sudah menjadi ritual sebagai analisis forensik
konstruksinya adalah karena jalan menerima beban kendaraan yang
berlebihan, banjir, kurangnya dana pelaksanaan dan atau pemeliharaan,
pelaksanaan konstruksi atau pemeliharaan jalan yang tidak sesuai
spesifikasi teknis yang dipersyaratkan, dana dikorup, kandungan aspal
atau semen dicuri, manajemennya kurang baik, tanah longsor atau tanah
bergerak, dan lain-lain.
Semua
hal yang menjadi koleksi ritual bagi penyebab akut-nya tingkat
kerusakan jalan di Indonesia tersebut di atas memang ada benarnya. Namun
sebenarnya ada 1 (satu) analisis penyebab lain yang tidak atau belum
pernah dipergunakan sebagai alternatif solusi, yang menurut saya lebih
dapat memberikan solusi yang lebih baik dan komprehensif. Alternatif
solusi ini selama ini tidak ada yang secara jeli mengamatinya, bahkan
mengaplikasikannya.
Solusi
ini pernah saya sampaikan dalam forum dunia konstruksi di beberapa
kesempatan yang dihadiri oleh stakeholders dunia konstruksi khususnya
konstruksi perkerasan jalan di Jawa Tengah, yang dihadiri oleh para
pakar konstruksi jalan dari akademisi, aparat birokrasi, Himpunan
Pengembangan Jalan Indonesia (HPJI), Konsultan dan Kontraktor. Namun
masih ada kegamangan dalam aplikasinya, karena masih merupakan hal yang
baru, sehingga mereka tidak mau mengambil risiko, mengingat belum ada
regulasinya. Padahal diperlukan terobosan yang inovatif untuk menjawab
masalah yang tidak pernah ada solusinya ini.
Sebagai
contoh supaya apa yang disampaikan ini tidak dianggap mengada-ada,
adalah satu contoh menarik yang sudah lama saya mengamatinya secara
ilmiah dalam studi-studi khusus. Yang saya maksud adalah fenomena
tentang beberapa ruas jalan di Surabaya dan Sidoarjo, yang meskipun
sudah hampir 20 (dua puluh) tahun beroperasi namun jarang tersentuh
pemeliharaan, karena tidak pernah mengalami kerusakan yang berarti.
Ruas
jalan tersebut adalah ruas jalan dari Bunderan Satelit-Jalan Mayjend
Sungkono-Adityawarman, serta ruas jalan Aloha-Bandara Juanda.
Ruas-ruas
jalan tersebut sering tergenang banjir sekaligus juga sering dilewati
beban lalu lintas yang super berat dengan frekuensi tinggi, namun boleh
dianggap tidak pernah terjadi kerusakan yang berarti meski sudah hampir
20 (dua puluh) tahun melewati masa konstruksi dan masa operasinya.
Sementara
ruas jalan yang lain yaitu Jalan Gresik-Lamongan-Babat di Jawa Timur,
dan juga ruas jalan Babat-Bojonegoro-Cepu-Blora-Purwodadi di Jawa Timur
dan Jawa Tengah, serta ruas jalan tertentu di wilayah-wilayah lain di
Indonesia selalu mengalami kerusakan menahun yang akut, yang tidak
pernah selesai masalahnya.
Juga
jalan tol Cipularang sempat longsor. Mengapa demikian? Karena menurut
pengamatan dan studi saya selama ini disebabkan oleh perbedaan dalam
pendekatan perencanaan dan pelaksanaan konstruksinya. Belum lagi
kerusakan jalan menahun yang banyak terjadi di daerah dengan kandungan
lempung ekspansif tinggi
Pendekatan Geokimia-Mineralogi-Kristalografi-Petrologi dalam Konstruksi Jalan sebagai Inovasi
Dalam pelaksanaan
konstruksi, operasi dan pemeliharaan perkerasan jalan selama ini selalu
didekati dengan “pendekatan fisik-mekanik” (physical-mechanical
approach). Suatu pendekatan klasik dari aspek kekuatan konstruksinya
semata, yang sering mengabaikan aspek durabilitas (keawetan)
konstruksi.
Jika pernyataan ini kurang tepat, mengapa konstruksi jalan di Indonesia ini sering bermasalah?
Salah
satu kriteria atau persyaratan dalam pendekatan fisik-mekanik supaya
konstruksi jalan dapat dianggap memenuhi spesifikasi teknis konstruksi
adalah jalan dapat secara fisik-mekanik mampu menerima beban berat dari
lalu lintas yang beroperasi di atasnya tanpa mengalami kegagalan
konstruksi atau malpraktek konstruksi. Baik karena beban vertikal maupun
beban horizontal (termasuk beban karena sliding, beban pengereman,
maupun pergerakan tanah di bawahnya). Dalam hal ini salah satu
requirement-nya adalah memenuhi nilai CBR tertentu untuk konstruksi
subgrade, sub-base course, dan base-course-nya. Serta memenuhi
ketentuan-ketentuan compressive strength dan/atau tensile strength
dan/atau flexural strength (modulus of rupture/bend strength/fracture
strength) untuk surface course-nya, dalam hal ini khususnya bagi bahan
atau material konstruksinya. Baik untuk flexible pavement (aspal) maupun
rigid pavement (beton). Itupun masih ditambah technical requirements
lain yang hanya dapat dipahami oleh forum yang dihadiri oleh
stakeholders khusus dunia konstruksi saja, karena terlalu teknis untuk
disampaikan di ruang publik yang sangat heterogen ini.
Penulis
kira tidak cukup bijak untuk menambahkan requirements lain, seperti
persyaratan-persyaratan LA Test, liquid limit, bleeding, segregasi, dan
sebagainya di ruang publik ini.
Di
samping itu juga karena itu tidak cukup sebagai persyaratan jika kita
melakukan treatment dengan pendekatan inovatif yang saya sebut dengan
“pendekatan kimia-geologi” (chemical-geological approach), atau lebih
tepatnya saya sering menyebutnya sebagai “pendekatan
geokimia-mineralogi-kristalografi-petrologi”
(geochemical-mineralogical-chrystalographical-petrological approach).
Dari
pengamatan dan studi saya, sekuat apapun suatu konstruksi, sangat sulit
untuk menerima serangan kimia. Baja meskipun dikenal sebagai material
yang sangat kuat, sering kesulitan untuk menghindar dari bahaya korosi,
yang sering mengancam durabilitasnya. Maka kemudian dikenal ilmu
metalurgi, yang dapat memberikan solusi bagaimana baja dapat kuat,
tahan karat, atau memiliki daktilitas tertentu, atau tahan gores, dan
sebagainya.. Maka kemudian dikenal proporsi mix-design dalam alloy-nya.
Di sini diperlukan pengetahuan tentang perilaku ferrum, carbon, chrom,
phosphor, mangaan, vanadium dan lain-lain, untuk memberikan kinerja yang
baik bagi baja.
Pemahaman
Material baja dari perspektif Geokimia, Mineralogi, dan Kristalografi,
sangat penting bagi civil engineers. Karena berkaitan dengan durabilitas
baja tulangan beton, baja profil (canal, WF-H-Beam, dll), PC Strand, PC Wire dan lain-lain.
Intinya, seluruh material bahan baku konstruksi wajib dipahami dari aspek yang berkaitan dengan judul artikel ini.
Material
bahan baku konstruksi utama sebenarnya tidak banyak, yaitu hanya tanah
(sebagai tumpuan fondasi, pengisi badan bendungan, sub-grade, dll),
semen, beton, baja, kayu dan yang terakhir adalah kaca konstruksi yang
baru mulai digunakan untuk lantai/slab jembatan kaca. Semuanya sangat
berkaitan dengan geokimia, mineralogi, kristalografi dan petrologi
konstruksi
Sementara
material-material lainnya adalah material arsitektural dan
mekanikal-elektrikal. Meskipun material-material arsitektural dan
mekanikal-elektrikal, banyak di antaranya yang sangat berkaitan dengan
geokimia, mineralogi, kristalografi maupun petrologi. Contoh material
dimaksud adalah : cat, bata ringan (light-weight concrete),
paving-stone, partisi, genteng, dan lain-lain.
Dalam
konstruksi jalan, dikenal struktur berlapis, mulai dari subgrade,
sub-base course, base-course dan surface course. Dalam pemahamannya
kemudian, apakah seluruh lapis dalam struktur atau konstruksi jalan
tersebut mampu memiliki durabilitas yang tinggi khususnya terhadap
serangan kimia dan cuaca atau iklim? Itulah similarisasinya.
Apakah
cukup dengan kekuatan struktur yang ditinjau dari aspek-aspek
fisikal-mekanikal semata? Saya kira faktanya selama ini, hal itu saja
tidak cukup.
Kekuatan
suatu struktur jalan maupun bangunan konstruksi lainnya sangat
dipengaruhi oleh lingkungannya. Lingkungan yang asam dengan dominasi
sulfat dan chlorida tentu saja harus lebih diwaspadai.
Begitu juga untuk lingkungan dengan basa kuat.
Dengan
kata lain untuk daerah dengan dominasi asam kuat, jangan digunakan
material dengan ciri basa kuat. Jika sulit mencari material dengan ciri
tersebut sebaiknya paling tidak menggunakan batuan yang bersifat
netral.
Material
batuan sangat dominan dipergunakan dalam subgrade, sub-base course,
base-course dan surface-course. Oleh karena itu pengetahuan geokimia,
mineralogi, kristalografi dan petrologi tentang batuan harus benar-benar
dipahami dalam dunia konstruksi.
Selama
ini stakeholders dunia konstruksi hanya memberikan kriteria, batuan
yang wajib dipakai sebagai bahan baku untuk aggregates pokoknya harus
keras, atau memenuhi LA Test dengan angka tertentu. Padahal kekuatan
batuan tidak cukup untuk membuat struktur jalan menjadi awet, meski kuat
di awal masa konstruksi.
Jika
lingkungan kimia-nya tidak mendukung seperti lingkungan dengan wilayah
penuh hujan asam, lingkungan marine atau coastal yang penuh sulfat dan
chlorida, atau lingkungan yang kuat secara basa, wajib dihadapi dengan
pendekatan geokimia-mineralogi-kristalografi-petrologi.
Sebagai
contoh, batuan basalt yang memiliki PH tinggi (bersifat basa) jangan
digunakan di lingkungan laut yang biasanya banyak mengandung sulfat dan
chlorida. Sebaliknya batuan asam seperti granit sebaiknya jangan
digunakan di daerah yang lingkungannya basa kuat karena akan mengancam
kekuatannya.
Mengapa
pengetahuan geokimia-mineralogi-kristalografi-petrologi wajib dimiliki
oleh stakeholders dunia konstruksi, padahal mungkin saja kita dapat
minta masukan tentang ilmu tersebut dari para geolog atau ahli kimia?
Ya, karena berdasar pengalaman di lapangan, selama ini para geolog dan
ahli kimia jarang yang mendalami ilmu ini, khususnya yang dikorelasikan
atau yang ada linking-nya dengan dunia konstruksi.
Mereka lebih intens dan lebih tertarik pada geologi pertambangan baik
pertambangan migas maupun pertambangan minerba, yang lebih menjanjikan
bagi masa depan.
Juga
para ahli kimia jarang yang secara intens mendalami geokimia untuk
keperluan konstruksi, karena mereka lebih tertarik pada kimia industri,
kimia pertambangan atau petrokimia yang lebih menjanjikan.
Geokimia-mineralogi-kristalografi-petrologi
untuk keperluan konstruksi benar-benar belum ada yang menggarapnya.
Menjadi kewajiban para ahli konstruksi jalan untuk menggelutinya, untuk
memperoleh jawaban atas seluruh permasalahan jalan yang ada di Indonesia
selama ini.
Pengetahuan
tentang sifat-sifat batuan dalam perspektif
geokimia-mineralogi-kristalografi-petrologi wajib untuk didalami demi
tercapainya durabilitas hasil pelaksanaan konstruksi jalan.
Selama
ini konstruksi jalan hanya mengenal bahwa batuan granit, gabbro,
andesit, basalt itu kuat, namun sifat-sifat kimia dan geologisnya jarang
yang mendalaminya. Untuk itu sebaiknya pemahaman
geokimia-mineralogi-kristalografi-petrologi wajib dipahami secara benar
untuk penggunaan batuan dalam struktur jalan.
Untuk
semua batuan yang potensinya ada di sekitar wilayah konstruksi
masing-masing wajib dipahami secara benar tentang kemampuannya terhadap
chemical attack maupun serangan cuaca atau iklim.
Seperti
batuan yang sudah ditetapkan sebagai kriteria dalam ASTM, British
Standard, Japan Standard, DIN, Singapore Standard, Australian Standard,
dan lain-lain, yang dikelompokkan dalam kelompok batuan artificial
group, basalt group, flint groups, gabbro groups, granite group,
gritstone group, hornfels group, limestone group, porphyry group,
quartzite group, atau schist group.
Termasuk
dalam lingkup ini adalah pemahaman tentang kelebihan dan kekurangan
aspal maupun semen atau beton sebagai bahan pengikat dalam surface
course.
Juga
jika calcium atau portland cement akan dimanfaatkan dalam solidifikasi
untuk subgrade, sub-base coarse, maupun base-course. Bagaimana proporsi,
jenis dan kadarnya. Bagaimana menanggulangi kekurangannya dan
meningkatkan kelebihannya.
Geokimia
Pengetahuan
geokimia khususnya geokimia untuk keperluan konstruksi kita hanya perlu
mendalami kurang dari sepuluh unsur atau oksida kimia. Yaitu
unsur-unsur atau oksida-oksida yang menguntungkan bagi dunia konstruksi
seperti Calcium (Ca), Ferrum (Fe), Silica (Si), Alumina (Al) atau saya
sering memberi akronim “cafesial” dan unsur-unsur yang sering merugikan
dalam dunia konstruksi, yaitu Magnesium (Mg), Kalium (K), dan Natrium
(Na), atau saya sering memberikan akronim “makan”.
Sedang
pemahaman tentang oksida-oksidanya, hanya perlu ditambah dengan unsur
oksigen atau O2. Pemahaman tentang geokimia berupa “cafesial” dan
“makan” ditambah O2, sering saya pahami sebagai pendekatan
“O-makan-cafesial”, seperti cara yang ditempuh untuk memahami warna
pelangi yang selama ini menggunakan akronim “mejikuhibiniu”
(merah-jingga-kuning-hijau-biru-nila-ungu), supaya cepat merasuk di
benak dan hati.
Mineralogi
Pemahaman
tentang mineralogi, hanya perlu mendalami masalah expansive clay
(lempung ekspansif) yang biasanya mengandung alumina yang berlebihan
dengan cara lebih mendalami lagi berbagai macam jenis clay (lempung).
Karena selama ini dalam terminologi Soil Mechanics (Mekanika Tanah) dan
Foundation Engineering (Teknik Fondasi) hanya dikenal sand, silt dan
clay.
Dalam
perspektif mineralogi, maka jenis clay (lempung) wajib diperdalam
dengan mengetahui jenis mineralnya, karena dengan hanya memahami sebatas
clay saja tidaklah cukup. Kedalaman pemahaman tentang sifat-sifat
mineral lempung apakah termasuk dalam Kaolin Group seperti kaolinite,
dickite, nacrite, halloysite atau termasuk dalam Montmorillonite Group
seperti montmorillonite, beidellite, nontronite, saponite maupun
termasuk dalam Alkali Bearing Clays seperti illite.
Karena
masing-masing memiliki pengaruh berbeda, khususnya dalam pencapaian
kekuatan dalam perbaikan tanah asli atau subgrade dalam proses land
preparation, khususnya dalam solidifikasi tanah (land solidification)
Dalam
pemahaman tentang mineralogi untuk keperluan konstruksi, kita juga
sering menjumpai satuan berupa total luasan per satuan berat yang
disebut specific surface (luas jenis), untuk memahami tentang kelembutan
mineral, khususnya mineral yang termasuk dalam jenis clay, yang sangat
berpengaruh pada tingkat ekspansivitas atau kembang susut clay, sehingga
dapat ditentukan kemungkinan penjinakannya., supaya tanah tidak mudah
bergerak yang sering kali menyebabkan jalan menjadi rusak.
Kristalografi
Sedangkan
pemahaman tentang kristalografi hanya perlu memahami apakah suatu
mineral penyusun bahan material untuk konstruksi termasuk crystalline
atau amorphous (amorf), untuk memberi solusi atas kegagalan dalam
menentukan jenis material yang tepat supaya jalan tidak cepat rusak.
Juga kelebihan dan kekurangan masing-masing.
Petrologi
Petrologi
memberi bekal pengetahuan dalam menentukan jenis-jenis batuan yang akan
dipergunakan dalam struktur jalan, mulai subgrade, sub-base course,
base-course, dan surface-course, supaya tidak salah pilih batuan sebagai
aggregate, sebagai timbunan, maupun sebagai campuran dengan aspal atau
semen menjadi beton.
Aspek Biaya
Untuk
pendekatan ini relatif tidak diperlukan tambahan biaya yang besar,
karena tinggal menambahkan biaya laboratorium dan analisisnya untuk
aspek geokimia-mineralogi-kristalografi-petrologi. Masalahnya hanya pada
langkanya atau mungkin tidak adanya tenaga ahli yang dapat menganalisis
masalah kerusakan jalan dengan pendekatan
geokimia-mineralogi-kristalografi-petrologi untuk keperluan konstruksi.
Demikian,
semoga telaah rintisan ini dapat dikembangkan lebih lanjut oleh pihak
manapun secara ilmiah, aplikatif sekaligus inovatif, dengan harapan
dapat mengurai benang kusut masalah kerusakan jalan yang secara akut
menghantui infrastruktur utama di Indonesia ini. Semoga dapat memberikan
kontribusi yang solutif dalam akut-nya masalah kerusakan jalan di
Indonesia.
Salam
Ratmaya Urip
Jakarta, April 2012
=========== =====
Catatan:
*) Penulis adalah pemerhati masalah Infrastruktur Dari Perspektif Geokimia, Mineralogi, Kristalografi dan Petrologi Konstruksi.
Alumnus Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar