Minggu, 31 Juli 2011

Artikel Ringan yg Ditulis di Saat Jenuh Menunggu Delay Pesawat (Suatu Kajian Antropologi Bisnis)

Oleh: Ratmaya Urip

Dear Managers,

Sudah lama sekali benak ini dijejali dengan banyak pertanyaan. Di antaranya adalah, mengapa ya banyak teman-teman Madura yang tacit dalam jual beli besi tua? Mengapa pula teman2 dr Padang piawai dalam berdagang? Sedang kawan2 dari Bali sangat intens menggeluti pariwisata. Teman-teman Batak saya banyak yg menjadi penyanyi dan pengacara, teman-teman Melayu di Riau senang berpantun,
sementara teman2 Tionghoa banyak yg merajai bisnis

Di kesempatan lain saya coba cermati, mengapa orang-orang Jawa. Khususnya Jawa dr sub etnis Mataraman tekun dalam bertani atau selalu ingin jadi priyayi (baca: birokrat).
Sedang sama-sama dari Jawa Sub Etnis Mataraman, namun asalnya dari Wonogiri, Gunung Kidul, Pacitan, Trenggalek dan Tulung Agung ternyata perilaku atau stereotip antropologisnya berbeda dengan main stream Jawa-Mataraman pada umumnya, krn yg terakhir ini gemar merantau? (Catatan: Etnis Jawa terbagi dlm berbagai sub etnis, yaitu Jawa Mataraman, yg mendiami wilayah dengan Plat Nomor Polisi dengan huruf Ganda: AA, AB, AD, AE dan AG. Di Jawa biasanya No. Polisinya adalah huruf tunggal seperti: B, D, H, L, M, dll, kecuali wilayah
Jawa-Mataraman. Di samping Jawa Mataraman ada Jawa-Banyumasan, Jawa-Tegal, Jawa-Semarangan atau orang Jatim menyebutnya sebagai Jawa-Kulonan, Jawa-Arek, Jawa-Tengger, Jawa-Osing, dan Jawa-Cirebon. Setelah coba saya pelototi, ternyata masing2 memiliki stereotip antropologi bisnis yg berbeda.

Belum lagi jika dihadapkan pada fenomena, mengapa orang Jawa Mataraman kok suka masakan yang manis, Jawa-Arek suka petis atau yg asin, orang Sunda suka lalapan, orang Padang suka pedas, dan sebagainya.

Di Jawa Timur, teman2 dr Coca Cola, harus bisa menyikapi, mengapa di Madura lebih banyak Sprite yg terjual. Di kota2 besar yang laku adalah Coke atau Cola, sementara di daerah Mataraman (Kediri, Blitar, Madiun, Ponorogo, dan sekitarnya) lebih laris Fanta.

Setelah itu saya mencoba untuk mengembangkan dengan mencari tahu, mengapa ya, di daratan Cina, terdapat perbedaan yg cukup signifikan antara yang tinggal di sebelah utara yg sehari2 memang sdh berbahasa Mandarin, dengan yang di sebelah selatan, yg lebih sering menggunakan Cantonese, Hokkian, atau Khek.
Di samping itu ternyata beda pula jenis2 masakannya.

Benang merah yg menghubungkan antropologi dengan bisnis, semakin terkuak setelah saya memelototi perilaku bisnis dari berbagai etnis
yang membentuk Amerika Serikat menjadi seperti sekarang ini.

Amerika Serikat, dibentuk oleh para imigran dari belahan dunia yg lain dengan etos antropologis yg berbeda.

Orang Amerika Serikat keturunan Jerman yg merupakan etnis terbesar jumlahnya, lebih suka bisnis di sektor riil, seperti manufaktur, jasa, dan farming serta menjadi militer.
Mereka tidak suka menjadi birokrat, maka dari 44 Presiden Amerika Serikat mulai dari George Washington sampai Barack Obama hanya berkontribusi dengan 2 Presiden saja, yaitu Hoover dan Eidenhower. Sebagai etnis terbesar di Amerika Serikat, etnis Jerman beda dengan etnis Jawa yg merupakan etnis terbesar di Indonesia, yg menempatkan 5 dari 6 Presiden di Republik Indonesia. Meskipun Presiden Soekarno ada darah Bali-nya.

Di Amerika Serikat, justru etnis Irish yang memberikan kontribusi terbesar bagi Presiden Amerika Serikat. Karena lebih dari 50 persen dr 44 Presidennya adalah keturunan Irish. Nama2 beken Kennedy, Clinton, Reagan, Bush, Nixon, dll adalah marga atau fam dr Irish. Bahkan Presiden Obama juga berdarah Irish dari ibunya.

Etnis Jews meskipun jumlahnya hanya sekitar 7,5 juta jiwa dari total penduduk Amerika Serikat yg jumlahnya 311,8 juta jiwa menguasai Finance, Science, IT, Media and Entertainment. Keturunan Eropa Timur dan Spanish menguasai Pertanian, etnis Afro-American mendominasi olah raga dan hiburan, dan sebagainya.

Rahasia mengapa Cina dapat menguasai Amerika Serikat dalam persaingan bisnis, itu karena mereka cerdik dalam memanfaatkan antropologi untuk keperluan bisnis. Mereka tahu jika bisnis di bidang manufaktur mereka berhadapan dengan etnis Jerman. Di bidang IT, Finance, Media, dan Science mereka berhadapan dg etnis Jews. Olah raga dengan etnis Afro-American. Di bidang pertanian dg etnis Eropa Timur dan Spanish. Cina mempelajari stereotip antropologis masing2 etnis di Amerika Serikat, untuk menaklukkannya. Strategi tersebut juga diterapkan untuk menginvasi seluruh pelosok dunia, termasuk Indonesia.

Khusus Indonesia, mereka tahu, bahwa stereotip antropologis orang2 Indonesia relatif suka barang murah, suka nawar, dan tentu saja tdk begitu berorientasi pada kualitas. Maka barang2 yg masuk ke Indonesia ya sesuai dengan stereotip tsb.

(BERSAMBUNG)

Ratmaya Urip

Senin, 25 Juli, 2011 10:48

============= ==========

Diskusi & Opini:

Tidak ada komentar: