(Satu lagi Puisi mBeling)
Oleh: Ratmaya Urip*)
Adalah kisah tentang negeri antah berantah
Yang petanya tidak ada dalam denah
Yang telah menapak kisah dan mulai menjadi sejarah
Dengan meniti amarah dan sulit menata gundah
Yang muaranya hanya ada sumpah serapah
Karena hari-harinya hanya ada keluh kesah
Dan bisanya hanya pasrah menyerah
Meski kadang ada darah yang tumpah
Anak negeri saling tohok tanpa ada seronok
Dengan leher penuh gondok bahkan saling gorok
Tak ingin menjadi keok karena tersodok
Apalagi menjadi bonyok
Atau menjadi mayat yang kemudian hanya teronggok
Nurani tak berani lagi bernyanyi
Tentang indahnya pelangi pagi
Atau berceloteh tentang indahnya cakrawala negeri bahari
Juga tentang ibu pertiwi yang penuh mimpi surgawi
Tentang peri azasi yang hakiki
Karena yang tersisa adalah ganasnya duri-duri
Karena kelamnya mimpi buruk rezim duniawi
Yang tak ada sisa untuk sudut hati surgawi
Yang telah menjarah negeri
Kentalnya dosa yang beranak pinak
Yang berbekal laku tak terpuji yang selalu bersorak
Telah menjajah negeri dengan congkak
Dada ini kembali berkerut, karena hati menciut
Wajah mengkerut kecut
Karena rezimnya memang dibelenggu rezim kentut
Eranya memang era kentut
Maka negeriku menjadi tanah ’tuk buang kentut
Sayang sekali, republik tercinta inipun menjadi republik kentut
Padahal yang hakiki republikku gemah ripah loh jinawi
Penuh baiduri dan ranah ramah yang dapat mencipta punagi
Dengan manusia yang dikenal ramah berbudi
Penuh toleran saling berbagi
Namun itu kini tak ada sisa lagi
Hanya karena rezimnya tidak berbudi
Yang tak pernah ada hasrat terciptanya sejahtera bagi negeri
Bukan aku tak cinta negeri ini
Bukan pula tak hendak menghargai jerih payah pendiri negeri
Yang berjuang tuk merdeka atau mati
Karena sangsi atas ketidakpercayaan yang telah mendera sepanjang masa yang kini
Dalam bara panas yang mengoyak dada ini
Tak sangsi aku cinta pada republik ini
Namun aku tak yakin pada yang akan terjadi nanti
Pertanyaan Akbar itu kini tiba
Apakah negeri benar-benar telah berlindung di haribaan Pandawa
Atau ternyata dalam kungkungan Kurawa yang merajalela
Juga apakah negeri ada di pihak Prabu Rama
Atau ternyata dalam dekapan angkara Rahwana
Karena yang tersibak di lontar yang terterpa pawana
Kemarin, kini dan esok
Nampaknya menyiratkan Kurawa telah berkuasa
Atau Rahwana telah merajalela
Dimana mana wajah kerut penuh cemberut
Ada yang merengut
Ada yang merasa terpagut
Juga telah membuat jantung berhenti berdenyut
Karena dimana-mana bau kentut
Kentut korupsi di negeri ini
Berbau namun sulit di deteksi
Kecuali yang berani acung jari atau malah unjuk diri
Bahwa dia telah menjadi tikus negeri
Di republik antah berantah ini
Tepatnya saat ini
Kentut korupsi malah membuat si empunya pantat semakin unjuk gigi
Tak ada yang berani
Atau tak kuasa menjadi panglima yang berpedang menuju henti berbekal nurani
Atau membuat korupsi menjadi basi
Bicara tentang kentut korupsi di negeri ini
Memang sempat membikin gaduh dan riuh seolah tak ada henti
Hiruk pikuk saling menekuk
Namun cepat basi karena melendut dan menggelayut
Karena korupsi di republik ini
Bak kentut yang cepat lenyap tertelan bumi
Meski berbau busuk menusuk
Sekejap kemudian lenyap dan luruh penuh seluruh
Punah tak bersisa termakan masa
Tut..tut..tut...siapa hendak turut?
Ke seluruh sudut republik yang penuh serut dan carut marut
Terpagut berjubelnya anak negeri yang suka kentut
Saat yang tepat ‘tuk korupsi merajalela bak kentut
Yang berbau busuk penuh kejut dan pagut
Namun kemudian senyap dan lenyap termakan kabut
Meninggalkan kepala yang bisanya hanya manggut-manggut
Karena tak kuasa melawan nurani ‘tuk tidak ikut kentut
Karena eranya memang era Republik Kentut
Dalam kuasa rezim kentut
====== ============
RU: Renungan Hari Pahlawan
Kota Pahlawan, 10 Nopember 2011
Tidak ada komentar:
Posting Komentar