Minggu, 06 Februari 2011

Puisi mBeling (1)


Puisi mBeling: (1)

Wajah dalam seonggok kotak visual elektronik

Oleh: Ratmaya Urip

Di kotak visual elektronik yang butut di rumah si Midah

Di lokasi yang pasti tak ada dalam peta dan denah

Di tempat tanpa petunjuk rambu arah panah

Karena adanya memang di negeri antah-berantah

Ada kidung tentang tembang senja berawan merah yang marah

Bukan lagi lembayung yang merekah yang bikin jengah dan pipi memerah


Di kotak visual elektronik yang butut di rumah si Minah

Itu wajah kok sumringah renyah penuh tawa gairah

Dalam pesta gempita yang pongah dan meriah

Seraya debat kusir tanpa arah

Tanpa ada benak dan hati yang gerah, desah, resah dan merasa salah

Meski penonton dengan raga yang papa tengah gundah

Sedang yang renta jiwa bermadah gelisah karena susah


Apa mau menunggu semakin payah dan parah?

Atau menunggu marah yang dapat bikin goyah dan patah?

Yang hanya akan menyisakan darah dan sejarah?


Di kotak visual elektronik yang butut di rumah si Poltak

Nestapa telah beranak pinak

Dari Subuh sampai Maghrib menyeruak

Seluruh cakrawala Indonesia telah habis berteriak sampai serak

Namun wajah dalam seonggok kotak visual elektronik itu tak juga tergerak

Apalagi mau menyibak duri dan onak

Karena sudah merasa enak


Di kotak visual elektronik yang butut di rumah si Samsu

Semua sedang menunggu waktu

Saatnya penonton dapat sesuap nasi, sesobek baju dan sebenggol doku

Bukan segudang harta hasil korupsi yang dapat terwaris ’tuk anak cucu

Seperti yang diperoleh si Gayus Tambunan si raja kecu


Tapi mana mampu?

Jika wajah dalam kotak elektronik itu hanya berpangku dan beradu mulut berebut doku

Untuk menggendutkan saku

Serta menolak untuk malu

Karena mereka memang benalu

Yang tumbuh subur di pohon duku dan jambu


Jika wajah dalam kotak elektronik itu tak henti untuk korupsi

Miskin, papa dan nestapa penonton ini tak mungkin akan berhenti

Padahal penonton hanya ingin lebih dini

Menunggu hadirnya hidup yang indah penuh arti

Di sisa-sisa hari yang akan tertiti


Penonton hanya ingin ada asa

Syukur jadi nyata

Tidak lagi ada lapar, dingin dan masuk angin yang menerpa raga dan jiwa

Dalam lebatnya papa dan nista

Yang telah beranak pinak meng-Indonesia


Kapan miskin raga dan papa jiwa ini kan berlalu?

Wahai wajah yang ada di kotak visual elektronik-ku?

Jangan hanya bersilat lidah melulu

Yang muaranya hanya menggendutkan doku di sakumu


Ampun ya Allah

Ke kiblatmu takwaku berserah

Ke hadiratmu istigfarku bermadah

Jauhkan wajah di kotak elektronik itu dari kata penuh kilah dan sumpah serapah

Sadarkan mereka tuk berbenah ke kebenaran arah

Berikan penonton kuat tanpa sampai menunggu menyerah pasrah

Berkatilah dengan kesembuhan dari koma yang parah

Supaya Indonesia-ku gegap penuh gairah

Supaya rizkimu segera tumpah ruah

Karena tibanya kebenaran dan keadilan hasil jerih payah

Dan bersinarnya fajar pagi di ufuk memerah

Amin


Sidoarjo, 05-Februari 2011

Tidak ada komentar: