Jumat, 11 November 2011

Republik Kentut


(Satu lagi Puisi mBeling)

Oleh: Ratmaya Urip*)


Adalah kisah tentang negeri antah berantah

Yang petanya tidak ada dalam denah

Yang telah menapak kisah dan mulai menjadi sejarah

Dengan meniti amarah dan sulit menata gundah

Yang muaranya hanya ada sumpah serapah

Karena hari-harinya hanya ada keluh kesah

Dan bisanya hanya pasrah menyerah

Meski kadang ada darah yang tumpah


Anak negeri saling tohok tanpa ada seronok

Dengan leher penuh gondok bahkan saling gorok

Tak ingin menjadi keok karena tersodok

Apalagi menjadi bonyok

Atau menjadi mayat yang kemudian hanya teronggok


Nurani tak berani lagi bernyanyi

Tentang indahnya pelangi pagi

Atau berceloteh tentang indahnya cakrawala negeri bahari

Juga tentang ibu pertiwi yang penuh mimpi surgawi

Tentang peri azasi yang hakiki

Karena yang tersisa adalah ganasnya duri-duri

Karena kelamnya mimpi buruk rezim duniawi

Yang tak ada sisa untuk sudut hati surgawi

Yang telah menjarah negeri


Kentalnya dosa yang beranak pinak

Yang berbekal laku tak terpuji yang selalu bersorak

Telah menjajah negeri dengan congkak


Dada ini kembali berkerut, karena hati menciut

Wajah mengkerut kecut

Karena rezimnya memang dibelenggu rezim kentut

Eranya memang era kentut

Maka negeriku menjadi tanah ’tuk buang kentut

Sayang sekali, republik tercinta inipun menjadi republik kentut


Padahal yang hakiki republikku gemah ripah loh jinawi

Penuh baiduri dan ranah ramah yang dapat mencipta punagi

Dengan manusia yang dikenal ramah berbudi

Penuh toleran saling berbagi

Namun itu kini tak ada sisa lagi

Hanya karena rezimnya tidak berbudi

Yang tak pernah ada hasrat terciptanya sejahtera bagi negeri


Bukan aku tak cinta negeri ini

Bukan pula tak hendak menghargai jerih payah pendiri negeri

Yang berjuang tuk merdeka atau mati

Karena sangsi atas ketidakpercayaan yang telah mendera sepanjang masa yang kini

Dalam bara panas yang mengoyak dada ini


Tak sangsi aku cinta pada republik ini

Namun aku tak yakin pada yang akan terjadi nanti


Pertanyaan Akbar itu kini tiba

Apakah negeri benar-benar telah berlindung di haribaan Pandawa

Atau ternyata dalam kungkungan Kurawa yang merajalela

Juga apakah negeri ada di pihak Prabu Rama

Atau ternyata dalam dekapan angkara Rahwana

Karena yang tersibak di lontar yang terterpa pawana

Kemarin, kini dan esok

Nampaknya menyiratkan Kurawa telah berkuasa

Atau Rahwana telah merajalela


Dimana mana wajah kerut penuh cemberut

Ada yang merengut

Ada yang merasa terpagut

Juga telah membuat jantung berhenti berdenyut

Karena dimana-mana bau kentut

Kentut korupsi di negeri ini

Berbau namun sulit di deteksi

Kecuali yang berani acung jari atau malah unjuk diri

Bahwa dia telah menjadi tikus negeri


Di republik antah berantah ini

Tepatnya saat ini

Kentut korupsi malah membuat si empunya pantat semakin unjuk gigi

Tak ada yang berani

Atau tak kuasa menjadi panglima yang berpedang menuju henti berbekal nurani

Atau membuat korupsi menjadi basi

Bicara tentang kentut korupsi di negeri ini

Memang sempat membikin gaduh dan riuh seolah tak ada henti

Hiruk pikuk saling menekuk

Namun cepat basi karena melendut dan menggelayut

Karena korupsi di republik ini

Bak kentut yang cepat lenyap tertelan bumi

Meski berbau busuk menusuk

Sekejap kemudian lenyap dan luruh penuh seluruh

Punah tak bersisa termakan masa


Tut..tut..tut...siapa hendak turut?

Ke seluruh sudut republik yang penuh serut dan carut marut

Terpagut berjubelnya anak negeri yang suka kentut

Saat yang tepat ‘tuk korupsi merajalela bak kentut

Yang berbau busuk penuh kejut dan pagut

Namun kemudian senyap dan lenyap termakan kabut

Meninggalkan kepala yang bisanya hanya manggut-manggut

Karena tak kuasa melawan nurani ‘tuk tidak ikut kentut

Karena eranya memang era Republik Kentut

Dalam kuasa rezim kentut

====== ============

RU: Renungan Hari Pahlawan

Kota Pahlawan, 10 Nopember 2011

Tidak ada komentar: