Minggu, 28 Oktober 2012

5C- SEBAGAI SOLUSI KOMPREHENSIF DAN HOLISTIK


Oleh:  Ratmaya Urip*)

PROLOG:
Di milis The Managers Indonesia, telah diperdebatkan tentang mana yang lebih penting antara "ISI vs KEMASAN". Tentang hal ini, artikel berikut ini adalah opini saya:

DIPERLUKAN SUMPAH PEMUDA JILID-2 ?


Refleksi Hari Sumpah Pemuda 28 Oktober 1928-2012:

DIPERLUKAN SUMPAH PEMUDA JILID-2 ?
Oleh: Ratmaya Urip*)

Spirit Sumpah Pemuda Jilid Pertama yang berkumandang pada tanggal 28 Oktober 1928, telah membawa bangsa ini menuju kemerdekaan. Semangatnya telah membawa bangsa ini untuk bersatu. Satu Nusa, Satu Bangsa, Satu Bahasa telah mengekalkan kesatupaduan hasrat untuk bebas dari penjajahan. Yang akhirnya dapat menjadi kenyataan, meskipun dengan perjuangan yang membawa korban jiwa dan harta benda, dalam semangat ideologis yang membahana dalam jiwa dan raga. Itu semua dilakukan oleh generasi muda di jamannya dulu.

Sedangkan apa yang terjadi hari ini, dan bagaimana sikap pemuda hari ini? itulah yang nampaknya menjadi PR besar bagi bangsa ini.

Senin, 17 September 2012

Untuk Gubernur DKI Jakarta Terpilih



SEPOTONG KAJIAN MANAJEMEN PUBLIK

Dear All,
Pemilihan Gubernur DKI Jakarta, sebentar lagi akan dilaksanakan. Menyongsong hal tersebut, sekaligus untuk mengingatkan kembali betapa beratnya permasalahan yang dihadapi kota Jakarta dan wilayah
"suburb"-nya, berikut ini saya sampaikan kembali artikel saya yang pernah saya sampaikan di milis ini beberapa waktu yang lalu, dengan beberapa suntingan baru.

Demikian, terima kasih.

UNTUK GUBERNUR DKI TERPILIH
(SIAPAPUN DIA)

Oleh: Ratmaya Urip*)
=================== =====

PENGANTAR

Permasalahan yang dihadapi kota Jakarta, tidak akan pernah selesai, jika pendekatannya selalu dengan "tactical-based approach" dan "operational-based approach". Karena pada hakekatnya diperlukan pendekatan yang lebih komprehensif. Diperlukan pendekatan ideologis, visioner, dan stratejik, di samping pendekatan yang taktikal dan operasional. Selama pendekatannya hanya secara taktikal dan operasional, maka siapapun Gubernurnya tidak akan membuat permasalahan dapat terurai secara signifikan. Dalam "case" dengan "tactical-based approach" dan "operational-based approach" pun, sering tidak dapat menyelesaikan masalah.

Di samping itu jalan keluar berupa "physical-based approach" yang hanya berkutat pada pembenahan atau pembangunan infrastruktur fisik, tanpa dibarengi dengan pembenahan atau pembangunan infrastruktur sosial , seperti sikap dan perilaku manusianya, juga hanya akan membuat masalahnya hanya beringsut sedikit untuk menuju perbaikan. Masalahnya berkembang seperti deret ukur, sementara penanganan masalah hanya beringsut seperti halnya deret hitung.

Ini adalah masalah Manajemen. Karena Manajemen bukan hanya berkutat pada Manajemen Bisnis, namun juga Manajemen Publik. Memang menelaah permasalahan yang ada di Jakarta bukan "pure business management", karena lebih berat ke "public management". Bagi yang berkecimpung di "business management" tidak ada jeleknya untuk mengkajinya, khususnya dalam memberikan kontribusi aktif bagi penyelesaian masalah yang ada. Karena bagaimanapun geliat bisnis tidak dapat dilepaskan dari masalah publik, karena bisnis tidak dapat dilepaskan dari kondisi publik. Bisnis tidak akan dapat dilepaskan dari "milieu"-nya, baik "physical environment", maupun "social & political environment", meski kadang hanya sebatas "indirect influence"
============= =====


PENDAHULUAN

Survey di suatu stasiun televisi swasta yang dipubikasikan di suatu hari, di suatu kota, dan di suatu kesempatan menunjukkan, bahwa "kemacetan lalu lintas" dan "banjir" di Jakarta merupakan ranking 1 dan 2 dari "segepok" masalah yang bertebaran di Jakarta. Masalahnya kemudian berkembang ketika pada akhirnya berubah menjadi bumerang bagi Gubernur yang saat ini menjabat, karena di awal masa jabatannya konon jika saya tidak salah dengar, pernah mengatakan: "serahkan saja pada ahlinya", untuk menjawab masalah tersebut. Tebaran "statement" tersebut ketika kemudian diangkat kembali dan dibandingkan dengan pencapaian atau kinerja riilnya yang nampaknya kedodoran, telah menuai badai politik. Karena lawan-lawan politik dan pendukungnya telah menjadikannya sebagai senjata pamungkas dalam kampanye pemilihan Gubernur yang kembali digelar di pertengahan tahun 2012 ini. Khususnya dalam pergulatan politik lokal Jakarta menuju DKI-1, meski kemudian me-nasional. Banyak intelektual yang menganggap bahwa Gubernur saat ini (incumbent) telah gagal.

Terlepas dari seluruh kepentingan politik apapun, di bawah ini saya akan menelaah beberapa hal yang berkaitan dengan hal tersebut. Pura-puranya untuk mencoba "netral" dan mencoba untuk mencelupkan kepala ke dalam kulkas yang dingin (supaya kepala tetap dingin...he.he.he...), atau pura-pura mencoba untuk obyektif dan konstruktif. Tentang kebenaran atas kenetralan, keobyektifan dan kekonstruktifan dari artikel ini silakan sidang pembaca yang menjadi yurinya. Saya juga mencoba untuk menghindari kepentingan-kepentingan tertentu yang emosional, dengan lebih mengedepankan nilai-nilai kultural sesuai jati diri bangsa, dengan mencoba untuk lebih rasional dan spiritual. Untuk penilaian dari pembaca silakan ambil rentang antara 1 sampai 10 atau E sampai A atau " poor" sampai "excellence". Saya tidak akan bersedih jika kemudian hanya mendapat nilai 1 atau E atau "poor". Karena mungkin memang pantas untuk mendapatkan nilai tersebut. Percayalah!

Saya tidak mendengar atau mebaca sendiri pernyataan tersebut di atas, atau kelima indra saya belum cukup mendapat kesempatan untuk menjadi tempat bertengger bagi pernyataan tersebut secara langsung. Kalau dikaitkan dengan ilmu Statistik, data yang saya peroleh adalah data sekunder atau data tersier atau malah data kuarter, bukan data primer. Saya hanya mendengar dari kabar burung yang sayup-sayup sampai, dari mulut ke mulut. Mulai dari mulut dengan bibir sensual nan indah berbalut "lipstick" berwarna "pink" seperti bibir yang dimiliki Angelina Jolie, sampai mulut dengan bibir tebal yang menggantung di bawah kumis tipis seperti yang dimiliki Williard Christopher Smith Jr, atau yang lebih dikenal dengan Will Smith, atau mulut yang bibirnya membengkak karena kebanyakan jengkol dan sambal terasi (serta ikan asin yang kadang berbalut bahan pengawet), seperti bibir Minah di suatu pedesaan di lereng Gunung Sumbing, Magelang. Sehingga untuk percaya 100% pada pernyataan tersebut saya belum yakin benar. Semoga pernyataan itu memang benar adanya, bukan hanya sekedar khabar burung tapi khabar yang memang lepas dari dekapan sarung, atau bukan kabar dari politisi lawannya yang hanya meraung-raung, atau bukan sekedar rintihan atau belaian yang medayu-dayu dari sebuah kidung. Supaya tidak dianggap gossip murahan yang sering membuat bingung.

JAKARTA YANG RAKUS

Pangeran Jayakarta, Pangeran dari Banten yang pernah berkuasa di Jayakarta serta Jan Pieterszoon Coen, pentolan pedagang dari Belanda yang merebut Jayakarta dan yang kemudian mengubahnya menjadi Batavia di Tahun 1619 atas nama VOC, mungkin akan terheran-heran melihat Batavia menjadi seperti saat ini. Maklum waktu itu Pangeran Jayakarta hanya memosisikan Jayakarta sebagai pusat pemerintahan, tidak lebih dan tidak kurang. Sementara Jan Pieterszoon Coen hanya menjadikan Batavia sebagai tempat bercokolnya VOC, yang "hanya" suatu organisasi dagang. Heran karena yang semula "hanya" kota dagang, dalam perkembangannya kemudian menjadi begitu "rakus" karena kemudian berkembang menjadi pusat pemerintahan, kota industri, kota wisata, kota maritim, kota hiburan, kota bisnis, dan sejumlah predikat lain. Maklum, di negaranya dan juga di negara-negara maju, untuk menjadi Pusat Pemerintahan, itu biasanya harus memenuhi kaidah-kaidah tertentu. Juga setiap kota itu wajib memiliki core competency-nya sendiri, tidak malah "rakus" mau mengangkangi seluruh aktifitas kehidupan. "Rakus" karena tidak memberi kesempatan kepada wilayah-wilayah lain untuk ikut "mencicipi" madunya kehidupan yang penuh gebyar dan kerlap-kerlip materialisme dan hedonisme.

Bandingkan dengan kota New York di Amerika Serikat, yang pertama kali ditemukan oleh Giovanni da Verrazzano pada tahun 1524 dan diberi nama "Nouvelle Angoulême", yang kemudian pada tahun 1614 dihuni oleh pemukim Belanda dan menamainya dengan Nieuw Amsterdam oleh rekan Jan Pieterszoon Coen yang bernama Pieter Minuit pada tahun yang hampir bersamaan dengan Jan Piterszoon Coen menguasai Batavia (sebelum Nieuw Amsterdam direbut Inggris dan diganti namanya menjadi New York pada tahun 1664).

Sama dengan Jakarta yang dikuasai oleh Belanda pada tahun yang hampir sama di awal abad ke-17, sampai sekarang kota New York (Belanda pernah menguasai sebelumnya dengan nama Nieuw Amsterdam) masih tetap menjadi kota dagang atau kota bisnis, bukan pusat pemerintahan. Karena pusat pemerintahannya adalah Washington DC, yang sejuk, yang santun, yang damai, yang tertib, yang artistik, dan yang menawan.

Jika kita mau berpikir jernih, di negara-negara maju, hampir semua Ibukota Bisnis dipisahkan dengan Ibukota Pemerintahan atau ibukota Negara. Itupun, setiap jenis bisnis memiliki ibukotanya masing-masing yang terpisah satu sama lain. Tergantung core competency-nya. Juga patut dicatat di negara-negara maju, hampir seluruh Ibukota pemerintahan berada di pedalaman, bukan di bibir pantai. Bandingkan dengan Jakarta, yang mengangkangi hampir seluruh aktifitas kehidupan bisnis maupun kehidupan publik bagi negaranya, yang juga berlokasi di bibir pantai.

Karena "rakus" maka wajar saja jika Jakarta akhirnya menjadi penuh dengan masalah. Tidak seperti negara-negara maju, yang memisahkan Ibukota Negara atau Ibukota pemerintahan dengan ibukota Bisnis-nya, dan meletakkan ibukota negara atau ibukota pemerintahan jauh dari garis pantai.

Lihat saja Ibu kota Amerika Serikat ada di Washington DC (di pedalaman bukan di bibir pantai), sementara ibukota bisnisnya dalam hal ini ibukota finance, jasa dan perdagangan ada di New York, ibukota minyak ada di Dallas,ibukota industri ada di Chicago, ibukota otomotif ada di Detroit, ibukota pertanian ada di Pennsylvania, ibukota hiburan ada di Los Angeles dan Las Vegas, ibukota peternakan ada di Wyoming, ibukota penerbangan ada di Seattle, ibu kota pertambangan ada di Appalachia, ibukota wisata ada di Miami, ibukota pendidikan dan ilmu pengetahuan ada di Boston, ibukota IT ada di Lembah Silikon-California dan sebagainya.

Ibukota negara maju lainnya juga demikian, seperti halnya London sebagai ibukota pemerintahan bagi Inggris (yang juga berada di pedalaman bukan di bibir pantai), ibukota bisnisnya dibantu oleh Liverpool dan Manchester. Beijing sebagai ibukota pemerintahan China, namun ibukota bisnisnya ada di Shanghai, Guangdong serta kota-kota lainnya. Ibukota pemerintahan Jerman ada di Berlin, namun ibukota industri ada di Stuttgart, dan Munich, ibukota pertanian di Bremen. Ibukota pemerintahan Australia ada di Canberra, sementara ibukota bisnisnya ada di Sidney dan Melbourne. Ibukota pemerintahan Spanyol ada di Madrid, namun ibukota bisnisnya tersebar di Malaga, Barcelona, Santander, dan Donostia-San Sebastián. Belanda ibukota pemerintahannya ada di Amsterdam, namun ibukota bisnisnya ada di Rotterdam. Ibukota pemerintahan Rusia ada di Moskwa, tapi ibukota bisnis sesuai spesialisasi bisnisnya ada di Krasnodar, Khabarovsk, Yekaterinburg, Chelyabinsk, Novosibirsk, Omsk, Rostov dan Samara. India menempatkan ibukota pemerintahannya di New delhi, sementara ibukota bisnisnya ada di Mumbai. Kanada, ibukota pemerintahan ada di Ottawa, sementara ibukota bisnisnya ada di Toronto, Halifax, Montreal dan Vancouver. Ibukota pemerintahan Italia ada di Roma, namun ibukota bisnis ada di Milan. Ibukota pemerintahan Brasil ada di Brasilia, sementara ibukota bisnis ada di Rio de Janeriro. Juga negara-negara lainnya.

Hampir semua ibukota pemerintahan atau ibukota negara maju atau setengah maju, berdasar referensi kasat mata di atas terpisah dengan ibukota bisnisnya. Juga hampir seluruh ibukota negara atau ibukota pemerintahan semuanya ada di pedalaman yang jauh dari garis pantai. Yang tersirat adalah, nampaknya secara "ideologis" dan politis banyak negara yang menempatkan ibukota pemerintahan yang terpisah dengan ibukota bisnisnya. Juga ibukota pemerintahan atau ibukota negara hampir semuanya terletak jauh dari garis pantai. Sementara Jakarta yang "rakus" menempatkan ibukota negara atau ibukota pemerintahan yang sama dengan ibukota bisnisnya. Demikian juga Jakarta menempatkan dirinya di bibir pantai.

KEMACETAN LALU LINTAS

Jakarta, sebagai wilayah megapolitan terbesar ke-enam di dunia dengan jumlah penduduk 9.607.787 jiwa (Sensus Penduduk 2010). Saat ini (14 Juli 2012 atau 2 tahun setelah berakhirnya Sensus Penduduk 2010 yang berakhir di bulan Juni 2010) berpenduduk 9.896.232 jiwa, jika diasumsikan pertumbuhan penduduknya 1,49% per tahun, sesuai dengan data pertumbuhan Sensus Penduduk 2010. Luas wilayahnya 661,52 km2, yang merupakan core atau inti dari wilayah urban atau suburb Jabodetabek yang secara keseluruhan memiliki jumlah penduduk 28 juta jiwa. Dengan demikian tingkat kepadatan DKI saja saat ini, 14 Juli 2012, rata-ratanya adalah 14.959 jiwa/km2. Bayangkan, dalam 1 km2 dijejali oleh 14.959 jiwa (Data Sensus Penduduk 2010 masih 14.440 jiwa/km2.

Belum lagi tidak seimbangnya laju pertumbuhan pembangunan jalan yang hanya 0,01% per tahun jika dibandingkan dengan laju pertumbuhan kendaraan bermotor yang 9% per tahun (Source: Kompas.com). Tentu saja, amat mustahil bagi seorang Gubernur, siapapun dia, untuk mengurai masalah yang ada.

Memang sudah ada 3 (tiga) strategi yang dilakukan untuk mengatasi masalah kemacetan ini, melalui "Traffic Demand Management (TDM)". Strategi pertama adalah pengembangan angkutan massal, seperti proyek MRT dan busway. Kedua pembatasan lalulintas seperti ERP atau 3 in 1. Ketiga peningkatan kapasitas jaringan berupa pembangunan dua ruas jalan layang non tol. Namun sepanjang itu masih merupakan aktifitas operasional semata, tanpa didukung penajaman atau perubahan visi dan strategi, amat sulit dapat menyelesaikan masalah yang ada. Secara visioner, sebaiknya perlu dikaji, apakah Jakarta akan tetap dibiarkan "rakus' dengan mengangkangi seluruh aktifitas kehidupan, baik aktifitas publik maupun bisnis. Apakah akan diubah khusus sebagai kota bisnis seperti halnya New York, Shanghai, Mumbai, Milan, Sidney dan sebagainya? Atau akan menjadi kota dengan kehidupan publik yang lebih dominan sepertui halnya Beijing, Washington DC, Canberra, Ottawa, London, New Delhi dan sebagainya? Selama Jakarta, masih dipertahankan untuk rakus, maka masalah akan sulit diurai. Menurut saya, Jakarta sebaiknya dipilih sebagai kota jasa dan perdagangan, seperti halnya Singapura. Sebagai kota industri dan sebagai kota pemerintahan negara sebaiknya jangan di Jakarta lagi.

MASALAH BANJIR & ROB

Sudak sejak awal tahun delapan puluhan Jakarta memiliki KOPRO BANJIR. Kemudian dibangun Cakung Drain dan Cengkareng Drain. Saat ini sudah dibangun Banjir Kanal Timur, namun tokh masalah banjir tidak juga selesai.

Sudah diuraikan di atas, bahwa ibukota pemerintahan atau ibukota negara-negara maju, hampir semuanya berada di pedalaman, yang biasanya memiliki topografi yang berbukit atau landai, bukan di garis pantai. Kondisi kota di pedalaman, akan memudahkan air lebih mudah mengalir, asal topografinya landai atau perbukitan.

Posisi Jakarta yang berada di garis pantai, akan membuat aliran air tersendat atau berhenti, karena topografi tanahnya "flat" atau datar. Apalagi diperparah dengan adanya "rob", atau air laut yang masuk ke pedalaman.

Banjir yang terjadi di Jakarta disebabkan oleh 3 (tiga) hal, yaitu banjir yang disebabkan oleh intensitas hujan yang tinggi di "catchment" area DKI, ditambah banjir kiriman dari hulu DKI, dan banjir "rob" karena air laut pasang. Itu jika kajiannya hidrologi.

Jika dikaji secara geokimia, mineralogi dan kristalografi, tanah Jakarta, mayoritas adalah tanah lempung ekspansif ("expansive clay"), dengan kandungan Silika Oksida (SiO2) dan Alumina Oksida (Al2O3) dominan (dugaan saya lebih dari 75%), berbentuk "amorphous".

Khusus dalam perspektif mineralogi, jenis "expansive clay" (lempung kembang) yang mendominasi wilayah DKI Jakarta, wajib diperdalam dengan mengetahui sejauh mana korelasi dan kontribusinya dalam memperparah atau menghambat potensi banjir di DKI Jakarta. Hal ini dapat dilakukan dengan mengetahui jenis mineralnya, karena dengan hanya memahami sebatas "clay" saja tidaklah cukup. Kedalaman pemahaman tentang sifat-sifat mineral "clay" (lempung) apakah termasuk dalam "Kaolin Group" seperti "kaolinite", "dickite", "nacrite", "halloysite" atau termasuk dalam "Montmorillonite Group" seperti "montmorillonite", "beidellite", "nontronite", "saponite" maupun termasuk dalam "Alkali Bearing Clays" seperti "illite". Karena masing-masing memiliki pengaruh berbeda, khususnya dalam ketahanan menghadapi banjir.

Bagaimanapun jenis tanah "clay" memiliki potensi serapan tanah terhadap air ("absorption") yang sangat rendah, karena tanah tersebut kedap air. Sehingga air akan lebih banyak melakukan "run off" karena tanahnya kedap air. Apalagi karena muka air tanah yang tinggi (karena berada di tepi laut), dan penguapan air relatif kecil, maka air akan memenuhi setiap sudut tanah yang ada di Jakarta. Juga pembangunan infrastruktur dan banyaknya bangunan publik, akan membuat aliran air terkonvergensi, yang kemudian akan terdivergensi ke tanah-tanah dengan topografi yang lebih rendah.

Memang sudah ada 5 (langkah) yang dilakukan untuk mengatasi hal ini, namun saya tidak begitu yakin akan dapat mengatasi masalah banjir ini. Sehingga siapapun Gubernurnya, masalah ini akan selalu berulang.

Langkah-langkah untuk mengatasi banjir yang ada saat ini adalah:

1. Normalisasi sungai (ada 13 sungai yang akan dikeruk, karena selama 30 tahun tidak pernah dikeruk) dalam suatu program yang dinamakan Jakarta Emergency Dredging, yang diharapkan akan menyelamatkan 57 Kelurahan atau sekitar 1,7 s/d 1,8 juta jiwa bebas banjir.

2. Pembangunan Banjir Kanal Timur, diharapkan akan membebaskan 2,7 juta jiwa dari bencana banjir.

3. Perbaikan Saluran

4. Peningkatan kapasitas pompa (di waduk-waduk atau di polder-polder atau boezem-boezem)

5. (yang no. ini saya lupa)

Menurut saya, 5 (lima) program yang dicanangkan untuk mengatasi banjir tersebut sangat baik, namun belum cukup untuk mengatasi masalah yang ada, karena kondisi Jakarta seperti yang telah saya uraikan di atas.

Dari telaah dan analisis saya tersebut di atas, maka saya menarik kesimpulan, bahwa siapapun Gubernur-nya akan menuai masalah jika sempat janji akan dapat mengatasi banjir atau mengatasi kemacetan lalu lintas yang menjadi biang masalah bagi DKI selama ini. Karena jika mau realistis, kemungkinan mengurai masalah wajib dilakukan jika ada perubahan yang bersifat ideologis, visioner dan stratejik, tidak hanya tindakan yang bersifat taktikal maupun operasional semata. Anggaplah seluruh langkah taktikal dan operasional yang ada saat ini sebagai eksekusi atau action jangka pendek. Perlu dilengkapi dengan perubahan visi dan strategi, mau dibawa kemana kota Jakarta sesuai dengan core competency-nya sebagai rencana dan eksekusi jangka panjang.

Demikian, semoga bermanfaat.

Salam Manajemen (Manajemen Publik)

Ratmaya Urip

HUMAN CAPITAL MANAGEMENT (HCM) Versus HUMAN RESOURCE MANAGEMENT (HRM)


HUMAN CAPITAL MANAGEMENT (HCM)
Versus
HUMAN RESOURCE MANAGEMENT (HRM)
Oleh : Ratmaya Urip 
========== ====

BAGIAN 1 : PENDAHULUAN

Sudah cukup lama, Human Capital Management (HCM), disambut sebagai hal yang dianggap baru dalam pengelolaan people, workforces, employees untuk menggantikan Human Resource Management (HRM), meskipun baru terbatas di lingkungan perusahaan-perusahaan tertentu.

Penulis sering berpikir, apakah fenomena Human Capital Management yang mulai menggeser Human Resource Management ini hanya latah semata? Karena dalam prakteknya masih banyak perusahaan yang konon mengaku menerapkan Human Capital Management, namun dalam aplikasinya masih sami mawon atau sama saja dengan sistem yang lama. Dengan kata lain, masih banyak perusahaan yang ikut-ikutan saja.

Artikel September 2012-4

Maaf Artikel ini sedang dalam proses penyuntingan

Artikel September 2012-3

Maaf Artikel ini sedang dalam proses penyuntingan

Artikel September 2012-2

Maaf Artikel ini sedang dalam proses penyuntingan

Artikel September 2012-1

Maaf Artikel ini sedang dalam proses penyuntingan

Minggu, 19 Agustus 2012



Assalamu'alaikum Wr.Wb.

KATUR PARA KADANG LAN PARA SUTRESNA INGKANG KINURMATAN

Raosing manah arsa sowan
Nguntapaken lejaring kapang kang tansah tumiyung lan ngrembuyung luber ing bantala
Ananging kasrimpet cupeting wanci
Ugi kacandet rubeting adi cara.
Pramila nyuwun agenging samodra pangaksami
Karana namung geguritan ingkang saget kaserat
Mugi saget ngicalaken raos kapang ing lampah pasederekan

Mugi Gusti Allah Ingkang Murbeng Dumados
Tansah memayu tindak lan laku kita sadaya
Tumuju ing margi ingkang leres, margi ingkang samestinipun
Margi Panjenenganipun ingkang sampun manjing ing wahyu
Lumantar Nabi Muhammad SAW

Ngancik purnaning Ramadhan punika
Sesarengan mijiling rina ingkang kebak ing suci
Wulan kemenangan unggul ing jurit ngadepi angkara
Dalem nyuwun agunging samodra pangaksami
Mugi berkahing Widhi kang Murbeng Dumados
Rumentah ndika sadarum
Raharja lan mulya ingkang pinanggih

Sinekar ing Sinom parijatha lan ugi Dandanggula
Mboten kantun sekaring Ilir-ilir saking Sunan Kalijaga

Dalem RATMAYA URIP sakeluwarga

"Ngaturaken Sugeng Riyadi 1433 H"
Nyuwun agenging samodra pangaksami

Taqabbalallahu minna wa minkum, Shiyamana wa Shiyamakum . Ja’alanallaahu Minal Aidin wal Faidzin. As-alukal afwan zahiran wa bathinan. Kullu aam wa antum bikhair.

================ ===
(Terjemahan Bebas Bahasa Indonesia):

TERUNTUK SAUDARA DAN SAHABATKU

Maksud hati ingin memadu atau baku-temu
Melepas rindu yang telah pekat menghuni kalbu
Tapi tersandung sempitnya waktu
Dan terhadang lebatnya gerak laku
Maka mohon maaf yang tak terkira besarnya
Karena hanya sederet kata yang dapat tiba
Semoga dapat menyandera rindunya hati dan rasa tuk tetap bersaudara

Semoga Allah SWT penguasa semesta
Selalu melindungi langkah dan laku kita semua
Menuju sebenar-benar dan lurusnya jalan
JalanNYA yang tersurat dan tersirat dalam wahyu
Melalui Nabi Muhammad SAW

Tibanya akhir Ramadhan ini
Menjelang terbitnya hari yang kebak suci
Hari kemenangan menghadapi cobaan dan godaan yang tak terperi
Kami mohon maaf lahir dan batin penuh hakiki
Semoga barokah Allah SWT penguasa langit dan bumi
Selalu bersamamu sampai esok di jauh hari
Juga kesejahteraan dan kemuliaan yang selalu menyertaimu tak pernah mati

Teriring kidung Sinom Parijatha dan Dandanggula
Juga tembang Ilir-ilir dari Sunan Kalijaga
Kami, Ratmaya Urip dan Keluarga:

Mengucapkan Selamat Idul Fitri 1433 H
Mohon maaf yang sebesar-besarnya lahir dan batin


Taqabbalallahu minna wa minkum, Shiyamana wa Shiyamakum . Ja’alanallaahu Minal Aidin wal Faidzin. As-alukal afwan zahiran wa bathinan. Kullu aam wa antum bikhair.

Wassalamu'alaikum Wr. Wb.
============= ========

Selasa, 31 Juli 2012

Artikel Juli 2012 No. 6



Maaf Artikel ini masih dalam proses penyuntingan
Mohon ditunggu tanggal terbitnya

Salam,
Ratmaya Urip

Artikel Juli 2012 No. 5

Maaf Artikel ini masih dalam proses penyuntingan
Mohon ditunggu tanggal terbitnya

Salam,
Ratmaya Urip

Artikel Juli 2012 No. 4

Maaf Artikel ini masih dalam proses penyuntingan
Mohon ditunggu tanggal terbitnya

Salam,
Ratmaya Urip

Artikel Juli 2012 No. 3

Maaf Artikel ini masih dalam proses penyuntingan
Mohon ditunggu tanggal terbitnya

Salam,
Ratmaya Urip

Artikel Juli 2012 No. 2

Maaf Artikel ini masih dalam proses penyuntingan
Mohon ditunggu tanggal terbitnya

Salam,
Ratmaya Urip

Artikel Juli 2012 No. 1

Maaf Artikel ini masih dalam proses penyuntingan
Mohon ditunggu tanggal terbitnya

Salam,
Ratmaya Urip

Senin, 16 Juli 2012

OFFICE POLITICS or WORKPLACE POLITICS or ORGANIZATIONAL POLITICS (POLITIK KANTOR)




Oleh: Ratmaya Urip*)

Politik kantor, atau dalam istilah "baku"nya "Office Politics" atau "Workplace Politics" atau ada juga yang menyebutnya sebagai "Organizational Politics" banyak sekali yang membahas dan menganalisnya dalam berbagai textbook, jurnal dan Blog di dunia maya. Masalah ini sudah ada sejak jaman Revolusi Industri di Eropa maupun Revolusi Pertanian di Amerika Serikat

Dalam setiap perusahaan, sering kali dijumpai adanya gosip, kasak-kusuk, friksi, bujuk membujuk, hubungan baik atau buruk antar individu atau kelompok dan interrelasi lain dengan tujuan tertentu. Setiap inter-relasi sering memberikan dampak, baik positip maupun negatif. Yang negatip sering berbuah friksi, baik tertutup maupun terbuka.

Friksi akan semakin kenyal, kental dan tajam dengan semakin besarnya organisasi. Friksi dapat terjadi baik dalam organisasi bisnis (perusahaan baik BUMN maupun Swasta) maupun organisasi publik (pemerintahan, lembaga2 tinggi negara, militer atau polisi, organisasi sosial, dan lain-lain). Biasanya friksi terjadi karena adanya perbedaan kepentingan, ambisi tertentu, ketidakadilan, ketidaksukaan, perbedaan ideologi, perbedaan cara pandang, perbedaan visi, perbedaan sikap dan perilaku, dan sebagainya. Di samping itu friksi akan semakin menguat jika "leadership" maupun " followership" dalam organisasi lemah.

Friksi dalam organisasi publik sering lebih menonjol dibandingkan dengan friksi dalam organisasi bisnis, karena organisasi publik banyak disorot oleh media.
Khusus dalam organisasi bisnis, friksi dapat dibedakan menjadi 2 (dua) jalur. Jalur pertama adalah "inter-role friction" atau friksi klasik antar "role" atau antar-fungsi dalam perusahaan, yang biasanya terjadi antara "finance" versus "sales/marketing", "sales/marketing" " versus "production", "production" versus "Human Capital Department", "production" versus " quality control", dan sebagainya. Sementara jalur kedua adalah "inter-personal friction" atau "individual friction".

"Inter-role friction" sebenarnya sah-sah saja, karena masing-masing "role" biasanya memiliki argumentasinya masing-masing dalam menjalankan fungsinya. Sebagai contoh, "finance" biasanya selalu "pelit" dalam urusan pengeluaran sumber daya termasuk uang, karena ingin selalu on the right track dalam kebijakan keuangannya, sehingga kadang-kadang sering dianggap "pelit", sementara "sales/marketing" lebih sering banyak mengeluarkan sumber daya termasuk uang demi pencapaian kepuasan pelanggan. Masalahnya, dalam praktek "inter-role friction" ini kemudian berubah menjadi "inter-personal friction". yang menumbuhkan kasak-kusuk, gosip, ketidaksukaan, dan sebagainya yang menyerang individu atau kelompok yang berbasis sentimen negatip.

Friksi juga dapat tumbuh karena ambisi untuk "naik ke posisi atas" dalam hierarki manajemen. Karena semakin keatas semakin kecil space-nya, maka sering dijumpai adanya saling sikut dan saling menjatuhkan antar individu.

Wikipedia sendiri menulis sebagi berikut: "Workplace politics", sometimes referred to as "office politics" or "organizational politics" is "the use of one's individual or assigned power within an employing organization for the purpose of obtaining advantages beyond one's legitimate authority. Those advantages may include access to tangible assets, or intangible benefits such as status or pseudo-authority that influences the behavior of others. Both individuals and groups may engage in Office Politics." Office politics has also been described as "simply how power gets worked out on a practical, day-to-day basis".

Politik kantor yang bermartabat dan bersih memang baik. Biasanya politik kantor yang baik, bersih, dan "elegant" atau "mature" dapat terjadi jika personal-personal dalam organisasi lebih profesional. Namun jika terjebak dalam politik kantor yang kotor, memang menyebalkan, karena akan membuat "organizational climate" menjadi penuh dengan mendung tebal yang menggelantung pekat. Saling curiga, saling jegal akan membuat terjadinya polarisasi dalam perusahaan.

Politik kantor sering dijumpai dalam praktek maupun dalam teori organisasi, sejak jaman Revolusi Industri di Eropa maupun Revolusi Pertanian di Amerika Serikat. Sehingga langkah antisipasinya adalah dengan memperdalam pengetahuan kita dalam menghadapi adanya praktek politik kantor, khususnya politik kantor yang negatip, serta kita-kiat untuk mengatasinya. Baik dalam posisi kita sebagai leader, maupun sebagai follower. Banyak kiat yang dapat dipelajari. Silakan "googling" dengan kata kunci "politik kantor" atau "office politics", pasti akan banyak artikel yang muncul.

Artikel ini adalah artikel rintisan tentang "politik kantor" atau "office politics". Silakan member milis yang lain lebih menyempurnakan atau melengkapinya dengan contoh-contoh di lapangan, berdasar pengalaman masing-masing.

Salam Manajemen,
Ratmaya Urip

Minggu, 15 Juli 2012

Telaah Antropologi Politik Pemilihan Gubernur DKI (Bagian-2)


Dear All,

Melanjutkan analisis saya sebelumnya (Periksa Artikel saya: TELAAH ANTROPOLOGI POLITIK PEMILIHAN GUBERNUR DKI, maka setelah berlangsungnya Pemilukada 11 Juli 2012, di bawah ini saya sampaikan analisis lanjutan saya:

ANALISIS PUTARAN KEDUA MENUJU DKI-1
Oleh: Ratmaya Urip*)

Sehari sebelum Pemilukada DKI diselenggarakan, saya telah menganalisis sebagai berikut:

"Seperti disampaikan di atas, "pertempuran" sebenarnya dalam setiap pesta demokrasi di Indonesia, khususnya untuk tingkat Propinsi dan tingkat di atasnya, tidak dapat dilepaskan dari adanya kutub Islam dan kutub Nasionalis (Meskipun untuk beberapa case dapat pula terjadi antar-kutub dalam Islam, maupun antar-kutub dalam Nasionalis)" (periksa alinea ke-4 dari Artikel saya: TELAAH ANTROPOLOGI POLITIK PEMILIHAN GUBERNUR DKI" di milis ini, 10 Juli 2012) ".

Di samping itu pula saya telah memprediksi tentang hasil Pemilukada sbb:

"Sementara untuk kutub Nasionalis direpresentasikan oleh 5 calon. Dari 5 calon Kutub Nasionalis, menurut saya hanya pasangan calon no 3. dan no. 1 yang kuat, mengingat analisis tersebut di atas. Yang pasti Kutub Islam dan Kutub Nasionalis akan tetap saling berhadapan sampai di Putaran kedua."

Saya telah menyampaikan, bahwa hanya Calon No. 3 dan no. 1 yang kuat di kutub Nasionalis, sementara calon No. 4 yang paling kuat dari kubu Islam.

Hasil terakhir "quick count" menempatkan pasangan No. 3 sebagai kampiun, disusul oleh pasangan no. 1 (semuanya dari kutub Nasionalis), dan pasangan no. 4 (dari kutub Islam) menduduki peringkat ke 3. Saya telah memprediksi hal tersebut. Namun yang agak mengejutkan adalah, bahwa pasangan no 4 (Kutub Islam) mendapatkan suara yang tidak siginifikan, khususnya jika merujuk pada setiap Pemilu yang diselenggarakan sejak awal Orde Baru khusus Pemilu di DKI. Ingat, bahwa di zaman Orde Baru, Kutub Islam yang diwakili oleh PPP, dan PKS di era Orde Reformasi, jumlah suara yang dikumpulkan selalu tinggi. Sebenarnya yang tersirat dari analisis saya sebelumnya saya memperkirakan bahwa kutub Nasionalis akan berhadapan dengan kutub Islam dalam Putaran Kedua. Meskipun saya juga menyampaikan, bahwa antar Kutub Nasionalis dapat menuju Putaran Kedua. Sementara antar Kutub Islam sulit saling berhadapan di putaran Kedua, karena calon dari Kutub Islam hanya 1 (satu) yang ikut dalam Pemilukada. Juga selama ini di DKI, meskipun Kutub Islam sangat kuat dalam Pemilu, namun lebih sering dibawah bayang-bayang Kutub Nasionalis.

Dalam kaitannya dengan Pemilukada DKI kali ini, keterpurukan calon yang merepresentasikan Kutub Islam (yang diwakili oleh Sayap Ultra Modernis), tidak dapat dilepaskan dari persepsi Sayap Islam lainnya (khususnya yang dari mayoritas Islam yaitu Sayap Tradisional-Kultural dan Sayap Modernis yang lebih moderat), yang mencurigai ada aroma Wahabi dalam PKS. (Periksa artikel saya sebelumnya). Sehingga rivalitas yang terjadi dalam kutub Islam membuat pemilih dari Kutub Islam tidak solid atau terbelah. Terjadi friksi antara yang ultra modernis berhadapan dengan yang beraliram moderat, yaitu Tradisional Kultural dan Modernis.

Seperti diketahui, kecurigaan ini kemudian memunculkan adanya Blog: PKSWatch, yang kemudian di-counter dengan blog lain yaitu PKSWatch Watch. Juga terbitnya buku: Ilusi Negara Islam: Ekspansi Gerakan Islam Transnasional di Indonesia diterbitkan oleh Wahid Institute, Gerakan Bhinneka Tunggal Ika, Maarif Institute, dan Libforall Foundation. Meskipun sudah dibantah dengan pernyataan: "Saya dan PKS bukan Wahabi" dan Pengukuhan PKS sebagai Partai Terbuka di Mukernas Bali.

Yang pasti dari analisis saya pada setiap Pemilukada tingkat Propinsi untuk Pemilihan Gubernur yang sampai dengan analisis kali ini sudah masuk ke seri ke 15 (semuanya analisis Pemilukada Tingkat Propinsi), inilah yang paling sulit. Hasilnya memang tidak 100% akurat, karena jika saya memprediksi urutan pemenangnya adalah No. 3 disusul No. 4 dan No. 1. Yang terjadi adalah No, 3 disusul No. 1 dan No. 4. Sehingga saya memprediksi dalam artikel sebelumnya bahwa yang masuk putaran Kedua adalah No. 3 berhadapan dengan No. 4, yang terjadi adalah No. 3 berhadapan dengan No. 1.

Namun yang pasti 3 kandidat tersebut memang masuk dan sesuai dengan prediksi saya.

PREDIKSI HASIL PUTARAN 2

Dengan hasil "quick count" yang menempatkan pasangan No. 3 berhadapan dengan pasangan No 1, yang masihg2 didukung oleh PDI dan Gerindra berhadapan dengan Partai Demokrat, menurut saya akan lebih memudahkan bagi pasangan no 3 untuk memenangkan pertarungannya.

Ini tidak lepas dari publikasi gencar yang dilakukan media dan kaum intelektual yang mengetengahkan "Kegagalan" pemerintahan incumbent. Kegagalan yang secara kasat mata digambarkan secara cerdas dengan masih macet dan banjirnya Ibukota Negara, yangmeskipun secara manajerial sebaiknya didukung dengan evaluasi PDCA dengan tolok ukur KPI yang sudah ditetapkan sebelumnya.

Kemenangan pasangan No. 3 di Putaran Kedua, dapat terjadi, karena track record pasangan tersebut memang sedang menuju pasang. Di samping "keterpurukan" faktor partai pengusung pasangan No. 1. Juga faktor dukungan Prabowo Soebianto, yang nampaknya kini popularitasnya sedang menjulang, menyongsong Pilpres 2014, yang saya prediksi, bahwa Prabowo Soebianto akan berpasangan dengan Puan Maharani. Karena bagaimanapun sebagai figur yang sama-sama dari etnis Jawa Mataraman, yang sangat kental dan kenyal dengan stereotip budaya ewuh-pakewuh, nampaknya Megawati dan Prabowo Subianto akan kembali berkoalisi dalam Pilpres 2014, namun kali ini yang diusung adalah Pasangan Prabowo Subianto-Puan Maharani.

Di samping itu sepak terjang Jokowi mirip dengan sepak terjang JK, karena memang berasal dari Pengusaha, bukan birokrat, seperti halnya Dahlan Iskan yang sama-sama dari Jawa Mataraman.

Perlu diketahui, sepak terjang Jawa Mataraman yang terlibat dalam birokrasi, sangat berbeda stereotipnya dengan Jawa Mataraman yang bergerak di bidang Bisnis. Jawa Mataraman yang bergelut di Bidang Birokrasi dan Militer cenderung peragu, lamban, formal, tertutup, feodal, "alon-alon waton kelakon" dan berorientasi pada proses. Sementara Jawa Mataraman yang bergerak di Bidang Bisnis cenderung lugas, berorientasi pada hasil, merakyat, "cepet ning kelakon", ceplas-ceplos dan terbuka. Mirip dengan Jawa Arek. (Untuk jelasnya, simak lagi Artikel-artikel saya sebelumnya di milis ini, khususnya yang berkaitan dengan Kajian Bisnis dalam Perspektif Antropologi BIsnis).

Terus terang saya memprediksi Jokowi akan "leading" di Putaran Kedua bukan karena kebetulan saya berasal dari Jawa Mataraman dan bukan kebetulan pula saya sama-sama dari UGM yang merupakan kesamaan saya dengan Jokowi. Saya memprediksi itu karena memang dari Kajian atau Telaah berbasis pada Perspektif Antropologi, khususnya Antropologi Politik dan Antropologi Ekonomi/Bisnis.

Sidoarjo, 11 Juli 2012
Ratmaya Urip

Rabu, 11 Juli, 2012 19:07
=============== ====
TANGGAPAN DARI PEMBACA:
1. William Santosa
Pak Ratmaya,Keren sekali analisisnya ... 5 thumbs up.

Cuman mau tambah analisisnya... Bukan hanya etnis Tionghua saja yg memilih pasangan Jokowi-Ahok, tapi juga sebagian besar umat Nasrani, berhubung pak Basuki adalah Nasrani juga. Saya kurang begitu tahu apa faktor ini juga mendukung, dan kalau di survey, mungkin akan sangat menarik.

Terima kasih.

William

Rabu, 11 Juli, 2012 19:21
=============== =
2. Rizaldi Oyong:
Analisis yang sanagt cerdas,,,,
Rabu, 11 Juli, 2012 19:35
================= ==
3. Erwin Wangsamulja:

Widih......keren.....analisa yang cerdas

Sesekali anda harus tampil di tipi nih......

Erwin

Rabu, 11 Juli, 2012 21:05

============= ====

4. amerishr:

Analisa yang bagus dari Pak Ratmaya.

Mohon maaf saya kurang setuju dengan pendapat Pak William.

Jaman sekarang, di era pemikiran terbuka serta informasi yang mudah didapat, orang-orang memilih Jokowi & Basuki bukan dikarenakan faktor SARA, dalam hal ini seperti yang diutarakan oleh Pak William adalah faktor agama, yang menurut saya justru sangat tidak menentukan (terus terang, saya tidak mengetahui latar belakang agama semua kandidat tsb).
Kemenangan pasangan tsb selain mempunyai visi serta track record, mereka juga mempunyai transparansi yang jelas.

Dalam kondisi dunia seperti sekarang ini, rakyat tidak membutuhkan pemimpin dengan status agama sebatas KTP/di muka umum saja, melainkan rakyat membutuhkan pemimpin yang berintegritas dalam tindakan sehari-hari.

Best regards'
Davy

Rabu, 11 Juli, 2012 22:22
================ ==
5.

Sabtu, 30 Juni 2012

Sharing Seputar Manajemen:

Sharing Seputar Manajemen:

Factory Management (Manajemen Manufaktur)

Sharing Oleh: Ratmaya Urip*)

Dari milis The Managers Indonesia (TMI), berikut ini saya sampaikan RISALAH atas sharing saya dari beberapa masukan atau pertanyaan seputar Factory Management (Manajemen Manufaktur), yang disarikan dari interaksi aktif di milis TMI pada periode-periode sebelumnya. Mohon maaf, beberapa nama anggota milis yang terlibat dalam interaksi sengaja tidak dicantumkan nama lengkapnya, hanya dicantumkan akronim-nya. Juga sudah dilakukan editing (penyuntingan) untuk beberapa pertanyaan dan jawabannya.

Demikian, semoga bermanfaat.

Salam Manajemen,

Ratmaya Urip

====== =========

1. Pertanyaan: dari Bpk. A.N.

Dear Manager

Semangat pagi

Dalam waktu dekat ini, saya akan menjalani tantangan dan peluang baru sebagai Factory Manager untuk suatu factory di Jawa Barat

Bidang Manufacturing merupakan hal yang baru bagi saya (karena selama 20 thn saya banyak bergerak di bidang Sales & Marketing)

Mohon bantuan kepada Moderator dan Manager untuk berkenan memberikan advice positif dan kontruktif seputar Factory.

Terima kasih atas perhatiannya

Salam sukses dan sejahtera

Best-regard
A.N.

Date: Mon, 20 Jun 2011 03:35:27

========== ======

Sharing dari Ratmaya Urip:

Pak A.N. yg berbahagia,

Pertama-tama saya ucapkan selamat atas posisi Bpk yg baru. Semoga tangan dingin Bpk dapat memberikan nilai tambah bagi institusi.

Suatu keuntungan bagi Bpk, krn sebelum sbg Factory Manager, Bpk selama 20 thn ada di Sales & Marketing. Mengapa saya sebut “keuntungan?” Krn secara internal ada pemeo, next process is our customer

Jika Bpk di Factory, next process Bpk adalah End Product Warehouse (EPW). Juga End Product Quality Control (EPQC) , Delivery, kemudian Sales. Dalam hal ini mungkin saja EPW maupun EPQC, masih menjadi tanggung jawab Factory Manager, namun ada institusi bisnis yang dalam business process-nya, tidak menjadi tanggung jawab Factory Manager.

Saya tdk tahu product Bpk. Apakah fast moving dg sistem serah langsung dg product delivery ke customer (seperti industri beton siap pakai/ready-mixed concrete) atau slow moving dengan proses warehousing dulu. Atau juga job order system, mass product atau batch.

Dengan demikian, experiences Bpk di Sales & Marketing telah memberikan bekal untuk tercapainya customer satisfaction (CS) bahkan mungkin customer loyalty (CL) di bagian hulu dari rantai bisnis internal, meski sifatnya adalah internal satisfaction. Karena visi CS dan/atau CL telah hadir dalam proses produksinya, atau lebih hulu, Hal ini penting, karena sedikit banyak akan mereduksi distorsi internal, disamping distorsi eksternal.

Terlepas dr apapun product nya, Bpk wajib benar-benar memahami Business Process-nya, khususnya yg menjadi tanggung jawab Bpk.

Sebagai bekal, Bpk perlu mencermati tentang dikotomi process vs product. Process dulu atau Product dulu sbg kiblat. Saran yang bersumber dari experiences panjang saya dapat Bpk baca dalam coretan saya di bawah. Yang sering terjadi, jika masing-masing terlalu dominan sering tdk sesuai harapan kita.

Karena menurut saya, dikotomi process vs product lebih banyak tergantung dari jenis bisnisnya, tidak dapat digeneralisir. Bisnis di bidang oil & gas, pertambangan umum, penerbangan, shipping, konstruksi dan industri berat serta strategis dan juga bisnis obat-obatan, bisnis hukum dan bisnis rumah sakit, menurut saya lebih berorientasi ke proses sebagai core-nya, sedangkan product sebagai plasm-nya. Karena risk-nya sangat besar. Sementara bisnis consumer good menurut saya dapat berorientasi pada product sebagai core sementara process sebagai plasm, jika merujuk pada Filosofi Sel, salah satu Filosofi yang saya sampaikan dalam Serial Filosofi Manajemen saya. Khusus untuk consumer good juga wajib dicermati, karena untuk consumer good dengan risiko tinggi, seperti produk makanan yang berdampak langsung pada kesehatan, menurut saya sebaiknya berorientasi pada process. Namun secara umum saya sarankan, agar menggunakan orientasi product maupun process secara balance.

Catatan: Tentang core and plasm, silakan baca artikel saya dalam Serial Filosofi Manajemen: FILOSOFI SEL DALAM BISNIS

Di samping itu orientasi process-based lebih sering digunakan pada bisnis dengan ekspor sebagai tujuan pasar-nya. Proses berbelit sering mengharuskan kita untuk terpaksa memenuhi proses yang dipersyaratkan

Perlu juga dipahami, jika hanya memperdebatkan process atau product menurut saya kurang lengkap dan kurang komprehensif..
Dalam Manajemen yg paling Generik atau Hakiki, selalu dijabarkan ada INPUT untuk diPROCESS menjadi OUTPUT (Product). Dalam perdebatan yg tdk pernah ada muaranya selalu saja yg terjadi adalah friksi orientasi bisnis antara PROSES vs PRODUK. INPUT atau RESOURCES tdk pernah digunjingkan. Padahal RESOURCES sbg INPUT yg terdiri dr human capital, natural resources and artificial resources, space, time, dll, maha penting.

Saran saya: Bpk wajib menempatkan ketiga milestones dr Manajemen Generik tsb secara benar, proporsional, profesional, prospeksional, dan perfeksional.

Jika terlalu berorientasi pd produk semata, banyak terjadi reject, rework, repair dan recall. Berarti Cost of Quality naik atau tdk efisien. Jika berorientasi pd Proses semata, mk Produk-nya sering terhambat, berarti inefisien. Juga Resources sbg input wajib ketat dlm QC terhadap natural/artificial resources, serta manning system utk labor, serta pula dlm me-manage Ruang dan Waktunya. Saya sering menggunakan sistem berbasis IT (MIS) utk yg ini. Apalagi di era persaingan tajam dengan kondisi bisnis yang unpredictable dan uncountable serta sering membuat hopelessness seperti saat ini, keunggulan bersaing biasanya bermata air dari aplikasi operation-based excellences, yang berbasisi kecepatan dan kecepatan dalam pengambilan keputusan. Khususnya untuk manufacturing. Berbeda dengan bisnis di bidang IT dan bisnis–bisnis derivative-nya yang lebih menggunakan cara innovation-based excellence. Untuk menggenggam keunggulan dalam bersaing. Operation-based excellence wajib memelototi business process, untuk mencari milestones mana yang dapat diefisienkan.

Saya juga belum tahu Sistem Manajemen yg diterapkan di Institusi Bpk. Apakah Generic System berbasis PDCA atau POAC saja, atau Branded System seperti, Just In Time, Six Sigma, Lean Manufacturing, ISO Series (ISO 9001, 14000, 18000/OHSASS, 22000, dll), MBNQA, GCG, European System, dll).

Masing-masing sistem memiliki ke khas-an sendiri. Meskipun dapat diintegrasikan dlm satu sistem manajemen, yang saya rumuskan sendiri menjadi INTEGRATED SYSTEM. Krn selama ini banyak terjadi dualisme atau malah poli-sistem yg membuat terjadinya wasting time, sehingga tdk produktif dan tidak efisien.

Utk yg ini kebetulan saya menerapkan suatu INTEGRATED SYSTEM berbasis IT (MIS). Ini untuk akurasi (ketepatan) dan kecepatan baik dalam dalam planning, action/execution and evaluation-nya. Karena dapat meningkatkan power of planning, power of action/execution and power of evaluation. Sehingga dapat memelihara Endurance of Planning, Endurance of Action/Execution, dan Endurance of Evaluation.

Apakah sistemnya hanya Generic atau Branded, itu tdk jadi masalah jika tdk berbenturan dg regulasi dr regulator dan atau buyer. Ada yg mempersyaratkan ISO, OHSAS, FDA Audit, Sertifikat Halal, GCG, dll.

Jika itu dipersyaratkan memang wajib diikuti. Jika tidak ada persyaratan akan lebih mudah, krn dengan PDCA saja sdh cukup, asal S.M.A.R.T dan Power of Planning, Power of Execution, Power of Evaluation benar2 efektif dan efisien.

Yg terakhir adalah Sistem Pengambilan Keputusan. Apakah analitis atau intuitif. Ini bs mengambil pendekatan pd sistem AHP atau ANP, berbasis software Expert Choice atau
Super Decision, jika kita menggunakan pendekatan analitis.

Pada hakekatnya sebagai Factory Manager, Bpk wajib benar-benar intens dan focus kepada O & M Management dalam berbagai dimensinya. Itu sebagai inti atau proton dan neutron-nya. Sementara sebagai plasma atau elektron-nya, Bpk juga wajib memahami sistem manajemen pendukung dan yang berkaitan dengannya. Itu jika kita merujuk pada Filosofi Sel atau Filosofi Atom (Lihat Artikel saya tentang Serial Filosofi Manajemen, khusus Filosofi Atom atau Filosofi Sel).

Salam, semoga bermanfaat.

Ratmaya Urip
Date: Tue, 21 Jun 2011 01:08:19

============ ===========

2. Tanggapan Bpk. A.N.:

Yth Ibu Ratmaya Urip

Setulus hati, saya ucapkan terima kasih, atas advice yang sangat detail

Best-ragard
A.N.

Selasa, 21 Juni, 2011, 2:17 AM

============ =========

3. Komentar Bpk. SS:

Pak AN,

Ratmaya Urip bergender laki-laki. Jadi saya biasa memanggil Pak Urip. Tapi benar, jangankan Bpk yang mengalami langsung, saya saja yang hanya 'nebeng' baca merasa terbantu dengan uraian Pak Urip kok :)

SS

Tue, 21 Jun 2011 11:13:16 +0800 (SGT)

=========== ========

4. Pertanyaan dari Bpk E:

Saya sependapat dengan pak Surjo, uraian pak Ratmaya Urip memang top markotop dalam memberikan uraian dgn jelas, tegas, focus dan tidak berbelit jadi enak dibaca dan dicerna nya.

Saya jadi ada sedikit ingin mendapat penjelasan dr pak Urip, apakah yg telah dijelaskan bapak itu merupakan suatu sistem yang disebut rantai produksi? Ada input,proses dan output.
Kemudian biasanya dari output itu ada namanya feedback ke input. Adakah saran atau trik2 dari bapak Urip, bagaimana menangani feedback yang baik dan benar sehingga tidak mengganggu proses produksi dan output.

Semoga pak Urip berkenan kembali membagi ilmu dan pengetahuannya.

Terimakasih,
E

Tue, 21 Jun 2011 03:44:09 +0000

=========== =======

Sharing dari Ratmaya Urip:

Bpk E,

Tks atas apresiasinya.

Ttg pertanyaan Bpk, saya akan coba jelaskan sbb:

a. Tentang rantai produksi:

Apa yg saya jelaskan dlm jawaban saya, memang dpt disebut rantai produksi. Namun bukan hanya itu. Milestone dari Input-Proses-Output yg saya jelaskan tsb lebih tepat sebagai Rantai Manajemen paling Hakiki. Krn jika scope-nya Institutional dimana Produksi "hanya" merupakan bagian dr sistem manajemen seutuhnya, maka disebut Rantai Manajemen Super Generik.

Dari Rantai Manajemen Super Generik kemudian di-arrange Business Process-nya yg lebih kompleks. Ada yg Generic ada yg Branded.

Dari Business Process kemudian akan nampak Roles (Peran) atau Function-nya (Fungsi).

Contoh Role atau Function adalah Marketing/Sales, PPIC, Engineering, Purchasing, Warehousing, QSHE, Delivery, Finance and Account, Human Capital Dept dll.

Di masing-masing Role ada juga IPO (Input-Proses-Output) masing2. Before Role disebut Input, dalam Role disebut Process, after Role disebut Output.

Ambil contoh, untuk Role: Delivery. Input dari Role adalah End Product QSHE dan End Product Warehouse. Output-nya langsung Customer. Dalam hal ini di pihak Customer diterima oleh Customer QSHE Inspection sebelum masuk ke Customer Warehouse.

Contoh lain: Role atau Function dari Production, Input-nya adalah Raw Material Warehouse dan/atau Raw Material QSHE. Output-nya End Product Warehouse dan/atau End Product QSHE. Prinsipnya, before Role adalah Input sedangkan next Role adalah Output. Makanya dlm Business Process ada Rantai Produksi, Rantai Pembelian, Rantai Keuangan dll. Namun masih Super Generik. Krn masih I-P-O. Itu kalau tinjauannya Role atau Function. Jika tinjauannya secara institutional di sebut Rantai Manajemen Super Generik.


b. Jika ada feedback dr output

Feedback-nya positif apa negatif.

Baik positif maupun negatif wajib dijadikan acuan pd Planning yg baru. Saya sebut revolving plan jika sifatnya masih dalam satu kesatuan waktu bisnis. Ingat jangan sampai mengubah proses yg baru berlangsung tanpa Planning baru. Jangan langsung Eksekusi dr feedback yg baru, kecuali force majeure, atau memang ada Scheduled Plant Stop. Krn akan mengganggu proses dan output yg sedang berlangsung.

Prinsipnya adalah PDCA.
Plan dulu, kemudian Do atau eksekusi dari Plan yg ditetapkan, kemudian Check yaitu membandingkan Plan dan Do, dicari berapa gap-nya, kenapa bisa terjadi gap, akar masalahnya apa, dll. Kemudian kita lakukan Evaluasi yg hasilnya disebut feedback. Kemudian kita lakukan Action berupa perbaikan2 Plan atas feedback yg diperoleh menjadi Plan baru, Do dr Plan (atau Revolving Plan) yg baru dst. Itulah hakekat Continual Improvement.

Salam Manajemen

Kredo:
Teori tanpa Praktek itu omong kosong, sedang Praktek tanpa Teori itu Ngawur. Apalagi tanpa
Teori dan Praktek

Ratmaya Urip

Tue, 21 Jun 2011 14:08:17 +0000

================= =====

5. Tanggapan dari Bpk E:

Dear pak Urip dan Managers,

Terima kasih dan sungguh saya sangat terkesan dan tercerahkan sekali dengan penjelasan dan uraian yang disampaikan pak Urip. Jika ada pertanyaan lanjutan masih boleh kan pak?:)

Terus terang baru kali ini saya mengikuti milist yang mendatangkan manfaat yg baik sekali buat saya, tidak sekedar buat hiburan, debat tanpa kesimpulan/debat kusir atau senang2 tapi tercerahkan oleh para ahli dibidangnya yang mau meluangkan waktu dan mungkin bersusah payah menulis di keypad bb atau hp yg lumayan kecil untuk berbagi ilmunya.

Meskipun saya sebenarnya bekerja dibidang engineering, tapi sangat tertarik dengan ilmu-ilmu ekonomi dan management.
Tentu saya selalu berharap akan mendapatkan ilmu-ilmu lainnya dari pak Urip atau managers lainnya untuk menambah wawasan dibidang management.

Semoga Tuhan selalu mencurahkan segala berkah dan nikmat-Nya buat Bapak Urip khususnya dan kita semua serta membalas semua kebaikannya.

Salam,
E

Sel, 21 Juni, 2011 22:01:03

= = = ========== = ===

5. Masukan dari Bpk OD (DB):

Saya sangat setuju sekali orang orang seperti Pak Ratmaya yang mau membagikan ilmunya sangat amat ditunggu kontribusinya sehingga kami para manager pemula ini bisa banyak belajar... jauh lebih berharga dari debat kusir yang tidak berujungpangkal atau keluh kesah yang mungkin tidak ada hubungan dengan misi dan visi milis ini... bukan mau menyinggung kepentingan yang lain yang join di milis ini... but please stay focus!

yang merasa dicerahkan di milis ini,
DB

Selasa, 21 Juni, 2011 22:07

============ =====

6.Pertanyaan dari Bpk. VA:

Pak Urip,

QSHE yang bapak maksud apakah QC=quality control?

Mohon pencerahan, terimakasih.

Salam,
A. Van

Tue, 21 Jun 2011 15:42:40 +0000

=========== =======

Sharing dari Ratmaya Urip:

Bpk V.A.

Dalam Business Process mutakhir, salah satu milestone dari Role (Peran), atau Function (Fungsi) Quality Control (QC) telah bermetamorfosa atau ber-evolusi menjadi Quality, Safety, Health, and Environment (QSHE) yg terintegrasi secara massif dan komprehensif:

Hal itu mengingat tekanan issue Keselamatan dan Kesehatan Kerja, dan issue Lingkungan, di samping issue Quality.

Jika dirunut historinya, maka evolusinya adalah:

1. Ketika dan setelah Revolusi Industri berlaku "Inspection" saja

2. Era sebelum Perang Dunia Kedua adalah Quality Control.

3. Era setelah Perang Dunia Kedua sampai awal dekade delapan puluhan adalah Total Quality Control dg Deming Circle dan Seven Tools

4. Era awal dekade delapan puluhan sampai masuk abad 21 adalah Total Quality Management (TQM)

5. Era awal abad 21 sampai sekarang, saya menyebutnya sbg Performance Management System Based on QSHE.
Catatan: Performance Management yg dimaksud di sini bukan Individual or People Performance seperti yg ada dlm Human Capital Management, namun Institution Performance, yg di dalamnya sudah terkandung secara integrated dan comprehensive Invidual dan Role Performance.


Salam Manajemen

Kredo:
Teori tanpa Praktek itu omong kosong, sedangkan Praktek tanpa Teori itu ngawur. Apalagi tanpa Praktek dan Teori

Ratmaya Urip

Tuesday, June 21, 2011 23:40:03

================= ==

7. Pertanyaan dari Bpk ARK. B:

Selamat pagi Pak Ratmaya ,

Dalam "Performance Management System Based on QSHE" versi Bpk tsb dimana letak CD ( Cost & Delivery) ?.

mohon pencerahannya .

salam,

ARK. B

Tue, 21 Jun 2011 17:17:52 -0700 (PDT)

=================== ====

Sharing dari Ratmaya Urip:

Bpk ARK. B yg jeli,

Wah pertanyaannya very nice. Saya tidak menduga ada pertanyaan secerdas yang Bpk sampaikan. Saya juga manusia, jadi kekurangan selalu ada. Maka untuk pertanyaan Bpk yang sulit dijawab ini saya akan coba sharing semampu saya, berdasar experiences saya di lapangan. Malah saya ingin ngangsu kawruh atau nyantrik atau menimba ilmu dr Bpk yg memiliki experiences yg mungkin saja lebih dari saya.

Namun saya akan coba share, mohon masukan utk melengkapinya, krn terbatasnya kemampuan saya, berbasis experiences saya.

Kalau dulu hanya Quality, sehingga yg dikenal adalah Quality, Cost and Delivery (QCD), maka ketika kemudian ber-evolusi menjadi QSHE, mk QCD berubah menjadi QSHECD. Atau tetap QCD, namun Q di sini sudah mengandung pengertian QSHE. Tentu saja letak QCD atau lebih tepatnya QSHECD letaknya melumuri atau selalu intens

Utk yg sistemnya sdh Activity-based Management sebagai metamorfosa dr Activity-based Costing menurut pendapat saya akan lebih mudah dlm pendekatan Key Performance Indicators-nya.

Setiap institusi bisnis pasti "wants to achieve a highest quality, a highest safety, a highest health and a highest environment, lowest cost product that ia deliverable within a timely manner".
Namun kita sering tdk berdaya menghadapi regulasi dr Regulator dan Buyer. Maka pandai2 menitinya, dalam konteks ini pendekatan QCD, sebagai tools bagi salah satu di antara 2 (dua) kutub keunggulan (excellence), yaitu kutub keunggulan operasional (operational-based excellence). Di samping kutub keunggulan lainnya yaitu innovation-based excellence.
Letaknya tergantung dr business process-nya. Business Process yg efektif dan efisien. Pendekatan pada operational-based excellence, tidak dapat dilepaskan dari adanya business process yang benar-benar berorientasi pada keefektifan dan keefisienan.

Menurut saya, QCD sendiri perlu dilengkapi dengan Scope (S), sehingga menjadi SQCD. Masak sih bicara QCD tanpa melihat S-nya? Sehingga Activity-based Costing yang telah bermetamorfosa menjadi Activity-based Management, akan mempermudah dalam aplikasinya. Meskipun saat ini tidak banyak institusi bisnis yang mengacunya. Padahal untuk operational-based excellence salah satu cara yang termudah adalah dengan pendekatan ini.

Konsep QCD sebenarnya mirip dengan konsep BMW (Biaya, Mutu, Waktu) dalam Project Management. Dalam konteks inipun saya selalu menambahkan Scope (S) atau dalam Bahasa Indonesia adalah Cakupan Pekerjaan yang saya singkat menjadi C. Sehingga konsep BMW saya lebih sering mengubahnya menjadi SBMW.

Intensifikasi Scope, yang meliputi uraian pekerjaan, volume dan spesifikasinya, termasuk rincian atas komponen dari produk/jasa termasuk yang dipasok sub-kon akan mengurangi konflik dalam interaksi bisnis, dan menyamakan persepsi bisnis, sehingga menghindari terjadinya distorsi. Ini akan melengkapi intensifikasi atas aplikasi QCD. Dengan kata lain kita lebih melakukan tindakan pencegahan (preventive action) bukannya tindakan penyembuhan/koreksi (corrective / curative action). Karena inilah soul bagi adanya operational-based excellence. Pencegahan akan lebih murah dan mudah dibandingkan dengan penyembuhan atau tindakan koreksi.

Ingat, menurut saya, dalam kancah persaingan tajam dalam bisnis ini, hanya innovation-based excellence dan operational-based excellence yang dapat memberikan kontribusi bagi pencapaian keunggulan bersaing, yang tujuannya adalah memenangkan persaingan untuk tercapainya kejayaan yang berkesinambungan (sustainable glory)

Dalam persaingan yg semakin ketat, uncountable dan unpredictable spt saat ini memang harus kreatif dalam hal apapun, "insights are offered on each of the factors that affect the QCD or the QSHECD of perforated product".

Dengan demikian, menjawab pertanyaan Bpk, letak QCD atau QSHECD atau lebih lengkapnya QSHESQCD (versi saya), wajib ada dalam setiap peran (role) atau fungsi (function) atau milestone yang ada dalam business process-nya, yang memberikan resultante bagi pencapaian kinerja operational-based excellence bagi institusi bisnis kita.

Demikian, mohon berkenan dan juga masukan dan pencerahannya untuk kesempurnaannya.

Trm kasih dan salam hangat.

Salam Manajemen

Kredo:
Teori tanpa Praktek adalah omong kosong, sedangkan Praktek tanpa Teori adalah ngawur. Apalagi tanpa Teori dan Praktek

Ratmaya Urip

Selasa, 21 Juni, 2011 22:14

============ ======

Telaah Antropologi Politik Pemilihan Gubernur DKI



Oleh: Ratmaya Urip*)


Keberpihakan sering bermuara pada subyektifitas. Subyektifitas sering bermata air dari kepentingan, sementara kepentingan sering terbit atau berkiblat pada referensi dan pandangan atau persepsi "ideologis". Kata "ideologis" saya beri tanda petik, karena di zaman ini sangat sulit mencari ideologi yg benar-benar dapat disebut ideologi yang sebenarnya. Karena seiring perkembangan zaman kini ideologi telah bermetamorfosa dari semula yang berupa ideologi harfiah, atau ideologi literer atau pure ideology yang bersifat politis, menjadi ideologi yang bersayap atau ideologi semu, atau pseudo ideology yang berorientasi pada kepentingan ekonomi. Dari semula berorientasi benak dan hati berubah menjadi berorientasi perut dan tangan.

Demikian juga halnya dengan "gawe" besar Pemilukada DKI, tidak luput dari benturan "ideologis". Apakah itu benturan ideologis yang visioner, stratejik, taktikal maupun operasional. Juga apakah itu benturan ideologis dalam perspektif kekuasaan semata, atau keberpihakan pada suatu strata sosial tertentu dalam masyarakat, atau perspektif perjuangan yang hanya berujung untuk mengisi "perut" (atau perebutan materi) semata, dan sebagainya. Karena konon ideologi itu kini sudah bukan lagi dipersepsikan sebagai suatu "political value", atau "political idea" atau "political objective" yang sakral, atau "surga politik" yang wajib diperjuangkan sampai mati untuk dapat diraih, yang secara emosional dan spiritual menghuni benak dan hati pengikutnya. Dengan kata lain ideologi sudah bukan lagi merupakan modal dasar dalam pencapaian tujuan politik yang perlu dipahami, dihayati, dan dioperasionalkan. Karena kini ideologi lebih sering bersifat transaksional bukan transformasional, dan menjadi lebih rasional dan super-materialistik. Karena untuk memenangkan kekuasaan, kini bukan ideologi lagi yang dijadikan sebagai kuda tunggangan. Lebih banyak yang menempuh jalan pencitraan maupun politik uang.

Dalam Pemilukada DKI kali ada 6 pasang calon yang bertarung, yang masing-masing memiliki kelebihan dan kekurangan masing-masing. Kelebihan yang ada digembar-gemborkan oleh pengikutnya untuk memenangkan calonnya, sementara kekurangannya diledakkan sebagai "pedang pembunuh" oleh lawan-lawannya.

Dalam context, content, container,constraint dan contest Pemilukada DKI ini, saya mencoba untuk mengambil conspectus, melalui suatu analisis, dengan mencoba untuk membuang jauh-jauh adanya keberpihakan. Semoga telaah atau kajian ini dapat disebut obyektif karena mencoba untuk berbasis pada referensi ilmiah dan mencoba untuk dikembangkan dengan tetap berpikir jernih, supaya tidak bias. Tentu saja kajian saya masih dalam perspektif Antropologi, khususnya Antropologi Politik.

Peta Ideologis Calon Gubernur DKI dalam Perspektif Antropologi Politik

Clifford Geertz dalam bukunya yang fenomenal " The Religion of Java" ("Santri, Priyayi dan Abangan"-1960) sebenarnya sudah mengajarkan kepada kita tentang jati diri manusia Indonesia (khususnya etnis Jawa). Meskipun banyak yang menganggapnya sudah tidak relevan lagi, namun jika kita jeli, dalam konteks fenomena politik kontemporer Indonesia mutakhir telah menjadi rujukan yang sangat membantu saya dalam menganalisis perilaku politik kontemporer Indonesia, khususnya jika ditransformasikan dalam kajian Antropologi Ekonomi/Bisnis maupun Antropologi Politik.

Mengapa buku ini saya ketengahkan? Karena dari buku inilah saya dapat mengambil saripati untuk dijadikan acuan dalam menganalisis setiap pesta demokrasi yang terjadi di Indonesia ini.
Sudah 14 pemilihan Gubernur di Indonesia ini yang saya lakukan analisisnya berdasar referensi buku ini. Dan hasilnya ternyata cukup akurat dan presisi. Sementara untuk wilayah DKI memang lebih sulit, karena lebih heterogen masyarakatnya dari sisi etnis. Namun demikian, saya akan coba untuk menelaahnya. Jika tokh nanti hasil telaah saya tidak akurat dan atau tidak presisi, mohon dimaklumi, karena keterbatasan saya sebagai manusia biasa. Tentu saja saya akan lebih banyak belajar lagi.

Geertz membagi masyarakat Jawa (saya proyeksikan untuk seluruh Indonesia karena sangat mirip), menjadi 3 (tiga) golongan, yaitu priyayi, santri dan abangan.
Priyayi mewakili para birokrat, militer, bangsawan, pengusaha mapan dan sebagainya yang mengindikasikan ciri kemapanan dalam hidupnya. Hidupnya lebih banyak di perkotaan. Termasuk di sini adalah golongan Non-Islam.

Santri adalah kekuatan Islam, yang dalam kehidupannya selalu menjalankan ajaran Islam dalam hal ini Al Qur'an dan Hadist.

Sementara Abangan adalah kekuatan Nasionalis yang mewakili golongan buruh, pekerja, petani, dan golongan bawah lainnya, yang dalam orientasi keagamaannya, jika Muslim lebih sering menjurus ke sinkretisme. Sementara Non-Muslim lebih cenderung masuk ke golongan Abangan/Nasionalis ini.

Perlu diketahui, bahwa sebenarnya golongan Priyayi sendiri, dalam konteks politik Indonesia kontemporer memiliki pola pikir dan pola tindak terbelah. Ada yang lebih condong sebagai Santri, ada yang lebih condong ke arah Abangan. Sehingga yang terjadi pada hakekatnya bukannya Trikotomi Santri-Priyayi-Abangan, namun lebih sering terjadi Dikotomi atau friksi antara Santri Vs Abangan (Islam Vs Nasionalis)

Dengan kata lain, pada prinsipnya, kutub utama politik dalam perebutan hegemoni kekuasaan di Indonesia, menurut saya mengikuti pola yang disampaikan Geertz, karena dalam kehidupan riil di lapangan, benturan ideologis lebih sering terjadi antara golongan Islam Vs Nasionalis. Meskipun antar-Islam maupun antar-Nasionalis juga sering terjadi benturan. Karena dalam Islam maupun Nasionalis terdapat sayap-sayap ultra, moderat maupun infra. Anehnya, jika antar-Islam terjadi friksi, salah satunya kemudian mendekat ke Nasionalis, begitu juga sebaliknya.

(Catatan: 1. Islam Mayoritas di Indonesia dapat digolongkan menjadi Islam yang berbendera Bola Dunia dan Bintang (Tradisional), yang berbendera Matahari (Modernis), dan yang Berbendera Bulan Bintang (Ultra Modernis). Islam Minoritas meliputi Islam Literer yang fundamentalis dan Islam Liberal. Sebarannya dari Ultra ke Infra adalah mulai dari Islam yang Literer Fundamentalis, Ultra Modernis, Modernis, Tradisional-Kultural, dan Liberal. 2. Sementara Golongan Nasionalis lebih banyak lagi variant-nya. Mulai rentang yang bermula dari Ultra-Nasionalis sampai yang Infra-Nasionalis. Termasuk di dalamnya adalah Golongan Sosialis, Demokrat dan Non-Muslim).

Dalam context Pemilihan Gubernur DKI kali ini, diakui atau tidak, jika kita kutubkan, maka sebenarnya hanya ada 2 (dua) kutub kekuatan yang bersaing, yaitu kutub Islam dan kutub Nasionalis. Kutub Islam memang belum tentu dapat bersatu, begitu juga kutub Nasionalis. Pemilih memang pada awalnya akan lebih melihat pada sosok atau ketokohannya, kemudian baru menoleh apakah sesuai atau tidak golongannya atau sejalan atau tidak dengan aspirasi politiknya. Sementara programnya baru akan dilirik bahkan diributkan jika sudah terpilih. Jika programnya di kemudian hari tidak tercapai, atau janjinya tidak ditepati maka akan menjadi bumerang. Polarisasi suara pemilih secara otomatis akan terjadi ke arah dua kutub utama tadi.
Jika kita amati lebih jeli, golongan Islam relatif lebih solid, karena calonnya hanya 1 (satu) pasang. Dengan demikian, kemungkinan yang terjadi adalah suara pemilih akan dapat terkumpul di satu calon secara konvergen. Sementara Golongan Nasionalis calonnya 5 (lima) pasang, yang akan membuat suara pemilih menyebar ke seluruh calon. Dengan kata lain, karena terpecah suaranya, maka Golongan Nasionalis masing-masing calon akan mendapatkan suara yang sudah terbagi. Dalam hal suara terpecah belah atau terbagi, maka ketokohan seseorang akan menyumbang kontribusi terbesar bagi tercapainya kemenangan.

Jika kita tengok sejarah politik kontemporer di DKI sejak zaman Orde Baru, nampak bahwa waktu itu Golkar sering dibuat kewalahan oleh PPP (meski di seluruh wilayah, kecuali Aceh, Golkar sangat mendominasi), bahkan PPP pernah memenangi pertarungan politik di DKI. Di zaman Orde Reformasi PKS mendulang suara yang signifikan, bahkan kemudian berani mencalonkan Gubernur tanpa koalisi, meskipun kalah (2007). Namun pengumpulan suara sejumlah 42,13% oleh Adang Daradjatun yang diusung PKS berbanding 57,87% oleh Fauzi Bowo yang diusung sejumlah Partai Nasionalis dan Partai Islam sungguh sangat mengejutkan. Itulah kini yang menjadi modal dasar bagi PKS untuk optimis. Apalagi kekuatan calon gubernur rivalnya terpecah belah dalam beberapa calon.

Dengan kata lain, Golongan Islam yang diwakili hanya 1 (satu) pasangan, akan mendapatkan suara yang utuh, sementara Golongan Nasionalis yang memiliki 5 (lima) pasang calon akan terpecah suaranya. Untuk yang terakhir ini (Golongan Nasionalis), satu-satunya jalan untuk memenangkan pertarungan politik kali ini adalah seberapa besar ketokohan dari calon, termasuk ketokohan dari para pendukung utamanya. Semakin tinggi ketokohannya akan memiliki keunggulan komparattif dan keunggulan kompetitif yang memadai.
Calon-Calon Gubernur yang Bersaing

Pasangan No. 1: Fauzi Bowo-Nachrowi Ramli

Pasangan ini adalah pasangan incumbent. Meskipun dianggap "tidak berhasil" dalam Periode Pertama masa pemerintahannya, pasangan ini memiliki akar kuat pada birokrasi. Sehingga mesin birokrasi dapat memainkan peran dalam pemenangannya, meski tidak secara terang-terangan. Pasangan ini lebih berat masuk dalam Kutub Nasionalis. Jargon Betawi Asli untuk menjaring pemilih dari etnis Betawi (27,65% dari penduduk DKI, atau ranking 2 setelah etnis Jawa yang berjumlah 35,16%). Namun Nampaknya tidak seluruh etnis Betawi mendukungnya. Yang terang-terangan mendukung hanyalah FORKABI, sementara FBR dan lainnya masih mengambang. Malah tokoh Betawi Ridwan Saidi dengan terang-terangan sangat menentang Foke, dan menganggap Foke sebagai Betawi Palsu, ketika jargon Betawi dikumandangkan. Ketidaksolidan suku Betawi dalam mendukungnya serta "kegagalannya" dalam periode pemerintahan sebelumnya (yang banyak disuarakan oleh intelektual tertentu termasuk Ridwan Saidi), akan sangat membuat langkah menuju DKI-1 menjadi berat. Kekuatan penunjang utamanya adalah birokrasi.

Pasangan No. 2: Hendardji Supandji - Ahmad Riza Patria

Pasangan Nasionalis dari jalur independen ini menurut saya belum memiliki akar yang kuat di DKI. Meskipun dukungan pengumpulan KTP yang diperolehnya sebagai persyaratan untuk menjadi calon independen dapat dipenuhi, ada kemungkinan suara yang diperoleh dalam pemilihan tidak sebesar jumlah KTP yang dikumpulkannya. Program kerjanya bagus, namun pemilih di Indonesia lebih sering melihat figur atau ketokohan dibandingkan programnya. Sifat melodramatis yang secara antropologis mewarnai hampir seluruh etnis di Indonesia itulah biangnya. Karena ketokohannya masih berada di bawah beberapa calon yang lain. Peluang sebagai DKI-1 sangat berat.

Pasangan No. 3: Joko Widodo - Basuki Tjahaja Purnama

Pasangan Nasionalis ini memiliki nilai ketokohan yang tinggi, karena publikasi yang gencar dan prestasi yang ditunjukkannya. Sebagai tokoh Jawa Mataraman yang lahir di Solo (AD), Joko Widodo memiliki potensi bawaan untuk menjadi pemimpin. Baginya menjaring suara dari etnis Jawa yang di DKI merupakan etnis terbesar dengan 35,16% akan lebih mudah. Etnis Jawa menyebar mulai dari strata sosial terendah dan tertinggi di DKI. Kedekatannya dengan "wong cilik" dan relasinya dengan strata sosial menengah-atas yang luas memudahkan baginya untuk memperoleh dukungan politik.

Sementara calon Wakil Gubernur yang berasalah dari etnis Tionghoa, pasti akan menjadi magnit tersendiri bagi etnis Tionghoa yang jumlahnya di DKI sekitar 5,53%. Saya menduga, mayoritas etnis Tionghoa di DKI akan memilih pasangan ini, karena faktor ini.

Pasangan No. 4: Hidayat Nur Wahid - Didik Rachbini

Seperti halnya Joko Widodo, pasangan dari kutub Islam ini berasal dari Jawa Mataraman, karena Hidayat Nur Wahid dilahirkan di Klaten, Jawa Tengah (AD). Hidayat Nur Wahid adalah tokoh yang sangat dikagumi dan disegani karena kesederhanaan, kebersihan dan kesantunannya. Gaya bicara dan penampilannya yang sangat "mature"dan tidak meledak-ledak memiliki kekuatan tersendiri untuk menggapai suara pemilih, khususnya dari kalangan Islam yang terdidik secara modern. Meskipun berasal dari kutub Islam yang sering di-issue-kan beraliran Wahabi (meski sudah dibantahnya), namun kecurigaan terhadap aliran ini (Wahabi) masih sulit dipisahkan dari PKS, yang diduga akan menyebabkan aliran Islam yang lain mungkin tidak akan serta merta mendukungnya. Namun suara signifikan PKS ketika mengusung Adang Dorodjatun pada Pemilukada DKI tahun 2012 yang meraih dukungan 42,13% patut untuk diperhitungkan (meskipun kalah, namun kalahnya karena "dikeroyok" partai-partai besar dan menengah, yang perolehan suaranya hanya sedikit di atas 50%). Mengingat waktu itu PKS berjuang sendirian, "dikeroyok" partai-partai lain, baik yang Nasionalis maupun yang Islam. Sehingga kali ini pasangan ini patut untuk diperhitungkan, karena suara PKS sangat solid dan militan, sementara partai-partai besar dan menengah yang dulu menjadi rivalnya kini tercerai berai, mengusung calonnya masing-masing.

Pasangan No. 5: Faisal Basri - Biem T. Benjamin

Secara pribadi saya sangat dekat dengan Faisal Basri. Intelektualitasnya dalam menyusun program sangat dibanggakan. Secara teoritis Faisal Basri memiliki program yang terstruktur dengan baik. Namun menurut saya dukungan akar rumput belum dapat diperolehnya secara maksimal, Faisal Basri lebih banyak dikenal oleh kaum intelekttual dan menengah atas, meskipun kesehariannya sangat merakyat, bersih dan sangat sederhana, dengan lebih sering memakai hem batik, bersepatu sandal dan di punggungnya bertengger tas ransel. Saya memperkirakan dukungan pemilih kepadanya belum cukup untuk membawanya ke tampuk kursi DKI-1 (Maaf Bang Faisal, sebagai sahabatmu saya terpaksa menulis seperti ini, demgan tanpa mengurangi rasa hormat saya).

Pasangan No. 6: Alex Noerdin - Nono Sampono

Prestasi Alex Noerdin sangat cemerlang ketika menjabat sebagai Bupati Musi Banyuasin selama 2 (dua) periode. Begitu pula ketika kemudian mengalahkan incumbent dalam Pemilukada Sumatra Selatan. Strategi dan pengalamannya dalam mengalahkan incumbent di Sumatra Selatan inilah yang mungkin akan dibawanya ke DKI untuk memenangkan pemilukada. Langkah-langkahnya ketika menjadi Bupati dan Gubernur dicoba untuk di copy-paste dalam janji-janji kampanyenya, untuk diterapkan di DKI. Yang tidak mustahil akan dapat terlaksana, karena pengalamannya. Ketokohannya sangat menonjol, namun masih belum menjamah tataran nasional. Pasangan ini saya golongankan sebagai pasangan Nasionalis.

Kutub Islam Vs Kutub Nasionalis

Seperti disampaikan di atas, "pertempuran" sebenarnya dalam setiap pesta demokrasi di Indonesia, khususnya untuk tingkat Propinsi dan tingkat di atasnya, tidak dapat dilepaskan dari adanya kutub Islam dan kutub Nasionalis (Meskipun untuk beberapa case dapat pula terjadi antar-kutub dalam Islam, maupun antar-kutub dalam Nasionalis).

Dari 6 (enam) calon yang ada, kebetulan kutub Islam direpresentasikan oleh pasangan No. 4 (satu-satunya calon dari kutub Islam). Meskipun demikian diduga tidak seluruh golongan Islam memilih calon ini, mengingat kecurigaan-kecurigaan aliran yang sudah disampaikan di atas.
Sementara untuk kutub Nasionalis direpresentasikan oleh 5 calon. Dari 5 calon Kutub Nasionalis, menurut saya hanya pasangan calon no 3. dan no. 1 yang kuat, mengingat analisis tersebut di atas. Yang pasti Kutub Islam dan Kutub Nasionalis akan tetap saling berhadapan sampai di Putaran kedua.

Prediksi saya, pemilihan akan berlangsung 2 (putaran). Tingkat kehadiran pemilih di hari pemilihan akan cukup tinggi, karena di samping bukan hari libur, juga karena daya tarik Pemilukada kali ini sangat besar. Pemilih nampaknya tidak ingin calonnya kalah, sehingga mereka akan berduyun-duyun menuju kotak suara.

================ ===========

Artikel No. 05- Bulan Juni 2012

Maaf, artikel ini masih dalam proses penyuntingan. Mohon ditunggu tanggal terbitnya.

Terima kasih
Ratmaya Urip

Artikel No. 04 - Bulan Juni 2012

Maaf, artikel ini masih dalam proses penyuntingan. Mohon ditunggu tanggal terbitnya.

Terima kasih
Ratmaya Urip

Artikel No. 03- Bulan Juni 2012

Maaf, artikel ini masih dalam proses penyuntingan. Mohon ditunggu tanggal terbitnya.

Terima kasih
Ratmaya Urip

Artikel No. 02- Bulan Juni 2012

Maaf, artikel ini masih dalam proses penyuntingan. Mohon ditunggu tanggal terbitnya.

Terima kasih
Ratmaya Urip

Artikel No. 02- Bulan Juni 2012

Maaf, artikel ini masih dalam proses penyuntingan. Mohon ditunggu tanggal terbitnya.

Terima kasih
Ratmaya Urip

Artikel No. 01- Bulan Juni 2012

Maaf, artikel ini masih dalam proses penyuntingan. Mohon ditunggu tanggal terbitnya.

Terima kasih
Ratmaya Urip

Rabu, 16 Mei 2012

Antologi Puisi Ratmaya Urip (Lanjutan)



Tragedi

(Sepotong Puisi Duka untuk Korban Sukhoi dan Korban Bencana Lainnya Termasuk Korban Keganasan Korupsi yang Tak Pernah Berhenti Mengoyak Negeri )

Oleh: Ratmaya Urip*)

Satu lagi tragedi mengoyak hari dan mencabik negeri

Karena kembali mengorbankan anak bangsa ini

Kali ini tentang petaka angkasa Sukhoi si burung besi

Menyusul seribu duka petaka transportasi

Yang selalu melenggang di hari kemarin, kini dan mungkin esok hari

Karena semua serba tak pasti

Bencana di marga raya, kereta api dan jalur bahari

Yang selalu enggan atau abai ‘tuk bertabik pada henti

Rentetan panjang serial bencana yang melengkapi banjir, gempa, longsornya bumi dan hantaman tsunami

Juga amuk gunung berapi

Atau bom Bali yang ancamannya masih latent sampai kini

Belum lagi nestapa para TKW dan TKI yang hanya dapat bersikap pasrah diri

Dalam derita yang tak pernah mati hanya ‘tuk sesuap nasi

Yang kadang bermuara di ujung cemeti bahkan hukuman mati

Sementara berang anak nusa yang garang di media massa yang penuh emosi

Menggelegarkan demonstrasi yang kebak caci maki

Menenteng lidah yang penuh sumpah serapah bertubi-tubi

Karena muak pada serial korupsi yang berpesta di seantero negeri

Belum lagi gejolak dan friksi berdarah di jalanan karena tak ada keadilan yang hakiki

Juga letupan sporadis fragmen anarki berbalut surgawi

Yang hiruk pikuknya selalu antri tak pernah sepi menghantam negeri

Yang kadang hanya karena nasi

Atau kebutuhan ragawi yang insani namun penuh esensi

Yang selalu membawa jutaan nyawa beranjak pergi

Menyisakan serpihan debu ragawi yang teronggok dan tercabik layu dan basi

Menghadirkan papa, nestapa dan derita yang tak ada henti

Yang bermuara pada tersungkurnya harga diri, jati diri apalagi bestari

Karena penguasa dan regulasinya sering berperan banci

Apakah tragedi dan bencana layak untuk merampok negeri ini?

Seperti halnya korupsi yang semakin congkak dan tamak mengoyak nurani dan menjajakan diri?

Bencana telah akrab berbagi

Itu bukan punagi dini hari

Karena hari-hari yang tertiti selalu menolak sepi

Berkawan dengan gegapnya perih dan nyeri

Dalam banjirnya air mata negeri

Yang selalu beranak ngeri dan berkalang tragedi

Apakah tragedi memang sudah menjadi harga mati bagi negeri ini?

Yang membatu karena telah menjadi prasasti?

Apakah negeri tak boleh ada tawa penuh seri?

Apakah anak nusa memang tak layak untuk berbagi?

Dalam canda ria penuh bahagia ragawi, duniawi maupun surgawi?

Apakah negeri memang kurang introspeksi atau kurang berserah diri keharibaan Illahi?

Karena pekat dan pengapnya munafik yang pongah menjajakan diri?

Mungkinkah itu karena azab atas perilaku nurani dan ragawi yang tak terpuji?

Sehingga Tuhan melumuri dengan kentalnya daki dan menghancurkan hari?

Bukannya bahagia yang esensi, azasi dan abadi?

Apakah gempita doa-doa padaNYA

Tak pernah cukup membasuh dosa-dosa

Karena terlalu patuh pada munafik yang sembunyi dalam baka

Sehingga yang bertengger di mata adalah ritual kosong belaka

Karena tak pernah benar menapak jalanNYA

Atau tak pernah belajar pada azabNYA yang tak henti mendera dengan fana

Sehingga yang abadi dan hakiki meniti hari adalah tragedi dan bencana

Bukannya esensi tuk membangun prasasti bagi negeri bahagia dan sejahtera

Sidoarjo, 12 Mei 2012

= = = = =