Rabu, 22 Januari 2020

Klinik Konstruksi Berebasis Geokimia & Biokimia Konstruksi


KLINIK DUNIA KONSTRUKSI
BERBASIS GEOKIMIA & BIOKIMIA KONSTRUKSI
(Bagian 1)
Diasuh Oleh: Ratmaya Urip 


Beberapa kawan telah mengajukan pertanyaan melalui email saya,  mengenai masalah konstruksi, dalam hal ini yang berhubungan dengan teknik tanah (geoteknik) khususnya yang berkaitan dengan Geokimia Konstruksi. Terima kasih atas pertanyaan-pertanyaan yang telah diajukan. Saya akan berusaha memberikan jawaban, semoga cukup puas dengan jawaban saya. Jawaban ini sekedar sharing berdasar secuil experiences yang saya peroleh di lapangan.

Perlu diketahui, saya juga membuka kesempatan untuk berdiskusi atau sharing untuk masalah-masalah Engineering, Construction, Mining, dan/atau Industrial Environment/Issues. Materi-materi untuk bahan diskusi meliputi : Strategic Management, Project Management, Construction Management, SHE Management, Total Quality Management (termasuk ISO Series), Production-Operation Management, dan juga Material Science & Technology seperti Concrete (Beton), Steel (Baja), Cement (Semen), Paper (Kertas), serta Geochemistry for Civil Engineering (Geokimia Teknik Sipil), dll.
 
Untuk Bagian 1 ini, akan saya jawab beberapa pertanyaan dari sdr. David Iswahyudi, tentang konstruksi khususnya tentang teknik tanah (geoteknik) yang berbasis geokimia teknik sipil, sbb:


Sebelumnya terima kasih atas balasan e-mail saya yang pertama dahulu, saya masih bingung untuk beberapa hal tentang stabilisasi gambut dengan bahan fly ash. Maaf kalau terlalu banyak pertanyaannya tapi saya harap bapak mau membantu saya dalam hal ini. sebelumnya terima kasih. saya menunggu balasannya. (David)


ooOoo


Pertanyaan David :
1.Penambahan fly ash (2%, 4%, 6%, 8%) pada lempung malah menurunkan BJ campuran secara berbanding lurus, mengapa?

Jawaban Ratmaya Urip :
Sekali lagi saya perlu menegaskan, lempung itu terdiri dari berbagai macam mineral (senyawa majemuk) dan atau oksida. Lempung terdiri dari beberapa macam senyawa/ mineral : kaolinite, dickite, nacrite, halloysite, montmorillonite, beidellite, nontronite, saponite, illite, dan lain-lain. Untuk penelitian yang sekarang dilakukan, jenis yang mana yang dipakai??? Karena masing-masing mineral mempunyai density, specific grafity dan specific surface yang berbeda pula. Begitu pula komposisi oksidanya juga berbeda (jumlah SiO2 dan Al2O3, serta Fe2O3 berbeda). 

Kalau kita tinjau mineralnya saja dengan mengabaikan oksidanya, maka sebagai contoh : 

· Kaolinite berat jenisnya = 2,60 s/d 2,68 gr/cm3
· Halloysite berat jenisnya = 2,00 s/d 2,20
· Illite berat jenisnya = 2,76 s/d 3,00 

· Belum lagi berat jenis mineral-mineral yang lain. Meskipun di alam, lempung terdiri dari kombinasi beberapa mineral., yang tidak mungkin Kaolinite murni, Montmorillonite murni, dan sebagainya. Pasti kombinasi berbagai macam mineral. Hanya yang paling dominan yang mana.

Sementara fly ash rata-rata mempunyai berat jenis lebih kurang 2,68.
Semen mempunyai berat jenis lebih kurang 3,05 s/d 3,15 

Perlu diketahui, bahwa di samping kandungan oksida, fly ash juga dapat dibedakan dari kandungan senyawa/mineralnya, di antaranya glass (paling dominan karena kandungannya 50% s/d 90%), haematite, magnetite, mullite, quartz, dll.

Jika fly ash dicampur dengan lempung yang kandungan senyawa dominannya berupa Kaolinite yang berat jenisnya hampir sama dengan fly ash yaitu 2,68, maka berat jenis campuran lempung dan fly ash tidak akan berubah

Jika fly ash dicampur dengan lempung yang kandungan senyawa dominannya berupa Halloysite yang berat jenisnya 2,00 s/d 2,20, maka berat jenis campuran akan cenderung naik seiring dengan tambahan dosis fly ash-nya, jika dibandingkan dengan berat jenis lempung sebelum dicampur fly ash

Jika fly ash dicampur dengan lempung yang kandungan senyawa dominannya berupa Illite yang berat jenisnya 2,76 s/d 3,00, maka berat jenis campuran akan cenderung turun seiring dengan tambahan dosis fly ash-nya, , jika dibandingkan dengan berat jenis lempung sebelum dicampur fly ash.
 
Tinjauan di atas masih belum memperhitungkan analysis oksida dan analysis specific surface.

Untuk dapat memahami hal tersebut sebaiknya memang harus mempelajari geokimia dan kimia teknik sipil, apalagi jika ditambah Ilmu Metalurgi. Jika hanya berbasis kemampuan geoteknik/mekanika tanah/teknik fondasi (cabang dari Ilmu Teknik Sipil), maka akan sulit memahaminya, atau akan bias hasilnya.

Katagori tanah (soil) dalam Ilmu Teknik Sipil, yang hanya membatasi pada jenis clay, silt, dan sand maupun kombinasi dari ketiganya tidaklah cukup untuk memahami perilaku tanah (soil). Apalagi untuk memahami bebatuan.
ooOoo

Pertanyaan David :
2. Dari penelitian penambahan fly ash menurunkan IP secara berbanding lurus? berarti grafik IP tidak mungkin berbentuk parabola kan (pada campuran yang sama)? apa juga berlaku untuk semua jenis tanah?

Jawaban Ratmaya Urip : 

IP dipengaruhi oleh nilai luas jenis (specific surface). (Awas perhatikan beda antara luas jenis/specific surface dan berat jenis/specific gravity). Masing-masing jenis tanah lempung mempunyai specific surface yang berbeda. Semakin besar nilai specific surface maka keplastisannya semakin tinggi, karena dengan semakin besar nilai specific surface tanah akan semakin lembut butirannya, sehingga butiran akan semakin spherical dan antar butir akan semakin mudah menggelincir, sehingga pergerakan butiran akan semakin mudah.

Nilai-nilai specific surface :
· Kaolinite = 15 m2/gr = 150.000 cm2/gr
Halloysite = 43 m2/gr = 430.000 cm2/gr
· Illite = 100 m2/gr = 1.000.000 cm2/gr
· Montmorillonite = 800 m2/gr = 8.000.000 cm2/gr

Nilai specific surface fly ash = 1800 s/d 5900 cm2/gr tergantung dari jenis fly ash-nya (dipengaruhi jenis batubaranya) dan cara menangkapnya (dipengaruhi oleh sistem penangkapan fly ash di pabrik penghasil fly ash, apakah dengan Electrostatic Precipitator, dust collector atau lainnya).

Dari perbandingan nilai specific surface, ternyata nilai specific surface fly ash jauh lebih kecil daripada nilai specific surface berbagai senyawa tanah lempung, sehingga dapat dipastikan bahwa fly ash jauh kurang plastis dibandingkan dengan tanah lempung (clay elements). Dengan kata lain fly ash mempunyai IP yang jauh lebih rendah daripada tanah lempung.

Tentang bentuk grafik IP, saya duga memang tidak mungkin berbentuk parabola, namun lebih ke bentuk linier, karena perbandingan nilai specific surface fly ash sangat jauh lebih kecil daripada nilai specific surface tanah lempung.

Apakah berlaku untuk semua jenis tanah? Itu tergantung nilai specific surface tanah, karena tanah itu bukan hanya tanah lempung (felspar, zeolite, dll) atau clay element saja, namun juga ada limestone, chalk, marl, dll, yang masuk dalam lime element, serta other elements. Meskipun yang dominan di bola dunia ini adalah clay component (felspar, zeolite, dll).

Jika specific surface tanah lebih kecil daripada specific surface fly ash, maka fly ash-nya lebih plastis. Beberapa jenis tanah kapur tertentu mempunyai specific surface yang lebih rendah daripada fly ash.

ooOoo

Pertanyaan David :
3. Juga menaikkan plastis limit, padahal fly ash bukannya bersifat non plastis?

Jawaban Ratmaya Urip :

Dari jawaban no. 2 di atas, saya kira sudah dapat memahami seluruh persoalan.
Apakah fly ash itu bersifat plastis atau non plastis adalah relatif, tergantung dengan jenis tanah yang akan dicampur fly ash. Jika specific surface fly ash lebih besar daripada tanah, maka fly ash lebih plastis, jika lebih kecil maka fly ash menjadi lebih tidak plastis.

ooOoo

Pertanyaan David :
4. Saya agak kesulitan mencari reaksi kimia antara fly ash, kapur dan air

Jawaban Ratmaya Urip : 

Kapurnya CaO (kapur padam/kapur bakar/quick-lime) yang berupa oksida atau senyawa kapur majemuk CaCO3 (kapur alam)??

Jika kapurnya oksida kapur maka reaksinya :

CaO + H2O Ć  Ca(OH)2
2(Al2O3.2SiO2) + 7Ca(OH)2 Ć  3CaO.2SiO2.aq + 2(2CaO.Al2O3.SiO2.aq)
Disingkat Ć  CSH + CASH

Bisa juga terjadi reaksi sebagai berikut (dengan persyaratan dan ketentuan tertentu) :

3CaO + 3SiO2 Ć  3CaOSiO2 disingkat C3S
2CaO + 2SiO2 Ć  2CaOSiO2 disingkat C2S
3CaOSiO2 + H2O Ć  3CaOSiO2.aq + Ca(OH)2
2CaOSiO2 + H2O Ć  2CaOSiO2.aq + Ca(OH)2
Ca(OH)2 + Al2O3.SiO2 Ć  CaO.SiO2.aq + CaO.Al2O3.SiO2.aq disingkat CSH + CASH

ooOoo

Pertanyaan David :
5. Dari salah satu dosen UGM pembimbing saya mengatakan komposisi bahan campur untuk tanah dibatasi 20%. artinya bila campuran melebihi batas tersebut maka hasil CBR akan jelek. apa benar begitu?

Jawaban Ratmaya Urip :

Yang perlu dipahami adalah, jenis tanahnya harus diketahui dulu, dalam hal ini jenis oksida dominannya dan jenis mineral dominannya (kandungan SiO2, Al2O3, Fe2O3, CaO dan oksida-oksida lainnya, serta jenis mineral-mineralnya seperti Kaolinite, Dickite, Nacrite, Halloysite, Montmorillonite, Beidellite, Nontronite, Saponite, Illite (clay component), limestone, chalk, marl (lime component), dan mineral-mineral lainnya.

Demikian juga jenis bahan campurnya (dalam hal ini jenis oksida atau mineral dominannya.

Tanpa pengetahuan yang cukup tentang kandungan oksida atau kandungan mineralnya, sulit memprediksi jumlah bahan pencampur yang maksimal (kecuali jika terbatas hanya pada ilmu teknik sipilnya saja).

Untuk itu diperlukan penelitian chemical analysis dan geological analysis (khususnya geochemical analysis) dari tanah dan bahan pencampurnya. Jika hanya penelitian yang bersifat physical seperti penelitian di laboratorium Teknik Sipil, datanya tidak cukup untuk dianalysis secara hakiki.

Memang untuk beberapa referensi mengatakan, bahwa kebanyakan dibatasi sampai 20% (Itu karena keterbatasan kemampuan orang-orang teknik sipil, yang biasanya lemah dalam ilmu kimia dan ilmu geologi)
Pada prinsipnya saya masih dapat memahami (berdasar penelitian kimia dan geologis), jika bahan pencampurnya sampai 40%. Namun itu berdasar teori. Untuk prakteknya masih harus diperlukan banyak penelitian lagi, karena yang meneliti untuk aspek ini belum banyak (bahkan mungkin tidak ada). Kenapa tidak banyak yang meneliti? Karena orang-orang teknik sipil terlalu sibuk dengan penelitian yang lebih physical, atau tidak suka Ilmu Kimia, meskipun hanya terbatas Ilmu Kimia Teknik Sipil yang hanya terdiri dari 8 unsur utama. Sementara orang-orang dari teknik kimia lebih tertarik pada penelitian kimia industri, kimia polimer, petrokimia, dan kimia minyak. Juga orang-orang geologi lebih suka meneliti tentang geologi yang lebih komersial, seperti pertambangan logam mulia dan minyak.

Bidang ini adalah bidangnya teknik sipil, khususnya kimia teknik sipil atau geokimia teknik sipil, ilmu yang masih perlu terus menerus dikembangkan, oleh orang-orang teknik sipil sendiri, khususnya untuk program-program master atau doktor).

Saran saya: untuk penelitian index plastisitas, batas atterberg, sudut gesek dalam, swell, CBR, stabilisasi tanah (solidification), dan lain-lain, sebaiknya harus dikaitkan dengan ilmu kimia teknik sipil dan geokimia teknik sipil, supaya lebih hakiki.

Oh, ya...Siapa dosen UGM yang menjadi pembimbing anda? Salam saya untuknya, karena saya dibesarkan di sana. Kalau perlu kita bisa diskusikan hal ini.

ooOoo

Pertanyaan David :
6. Apakah hubungan swell selalu berbanding lurus dengan CBR walaupun pada campuran yang berbeda? 

Jawaban Ratmaya Urip :

Swell berhubungan dengan kerapatan butiran tanah atau besar kecilnya angka pori tanah, atau permeabilitas dari tanah. Ini kita belum bicara masalah specific surface. Semakin besar swell-nya maka jumlah butiran tanah dalam satu satuan volume akan berkurang. Atau lebih tepatnya jumlah butiran per satuan volume akan berkurang. Jika jumlah butiran per volume berkurang akan menyebabkan daya dukung tanah berkurang. Jika daya dukung tanah berkurang menyebabkan nilai CBR turun. Begitu juga sebaliknya.

Sekali lagi saya sampaikan, bahwa sebelum proses pencampuran harus selalu diketahui dulu oksida dan atau mineralnya dengan chemical analysis dan geological analysis, jangan semata-mata berdasar penelitian fisikal saja. Juga moisture content-nya.

ooOoo

Pertanyaan David :
7. Untuk swell, mengapa hanya dilakukan 4 hari padahal setelahnya masih terjadi swell yang mungkin signifikan?

Jawaban Ratmaya Urip :

Tergantung jenis oksida atau mineral tanahnya. Untuk tanah dengan kandungan kalsium yang dominan, maka 4 hari sudah cukup. Tanah kapur-pun, jika kapurnya CaO atau CaMgO atau MgCO3 atau CaSO4nH2O bukan CaCO3, juga memerlukan waktu swelling yang lama. Masalahnya memang tanah kapur kebanyakan adalah CaCO3. Sementara tanah dengan kandungan alumina dominan (lempung ekspansip), maka proses swelling sering memerlukan waktu yang lama, khususnya jika moisture content-nya tinggi.

ooOoo

Pertanyaan David :
8. Juga pada CBR, mengapa titik yang diambil yaitu 0,1" dan 0,2"? padahal peningkatan yang besar masih terjadi setelahnya.

Jawaban Ratmaya Urip :

Mirip dengan jawaban nomor 7

ooOoo

Pertanyaan David :
9. Apa anda memiliki literatur tentang stabilisasi tanah gambut dengan fly ash? karena saya sudah mencari di berbagai media belum saya temui topik tersebut.

Jawaban Ratmaya Urip :

Literatur tentang hal itu memang sangat sedikit, saya sendiri tidak memilikinya. Saya hanya memiliki pengalaman lapangan, sehingga saya sedikit mempunyai referensi empiris, meskipun sebenarnya dapat saya buat menjadi sebuah buku. 

Kita juga dapat menganalisisnya berdasar pengetahuan kimia dan geologi kita (tentu saja di samping pengetahuan geoteknik kita).

Yang pasti tanah gambut (yang banyak jumlahnya di Kalimantan dan Sumatra), memang berbeda dengan tanah rawa di Jawa. Tanah gambut dominan dengan unsur kimia organik, khususnya C atau CO2, meskipun kandungan SiO2 dan Al2 O3 juga banyak. Gambut sebenarnya juga dapat dimasukkan sebagai bahan bakar setengah fosil. Sementara tanah rawa di Jawa lebih dominan SiO2 dan Al2O3, dengan kandungan mineral dominan Halloysite, Montmorillonite, dan Illite yang masuk dalam katagori kimia non-organik.

Dalam stabilisasi tanah gambut, maka kita harus berasumsi bahwa kandungan organiknya (khususnya lignin dan humusnya) dianggap sebagai filler, sementara cellulosa-nya dapat dianggap sebagai reinforcement.

  Meskipun kita tahu bahwa bahan organik sangat merugikan bagi pembentukan kekuatan beton atau tanah. Jika ingin benar-benar berfungsi untuk stabilisasi tanah maka tanah gambut harus dibakar dulu supaya kandungan carbonnya menguap, dan yang tersisa adalah SiO2 dan Al2O3 dominan. Namun itu pasti memerlukan biaya yang besar sekali dan juga mencemari lingkungan dalam hal ini menimbulkan kebakaran tanah gambut yang lebih luas (dan akan timbul efek rumah kaca karena adanya emisi karbon dioksida, di samping masalah asapnya yang bisa terekspor ke Malaysia dan Singapura)

ooOoo

Pertanyaan David :
10. Dari penelitian saya dihasilkan nilai CBR sbb:

- tanah A tanpa peram (gambut+6%fly ash) = 8.302%
- tanah A peram 7 hari = 8.927%
nilai itu lebih besar dari
- tanah B tanpa peram (gambut+7%gypsum+6%fly ash) = 8.022%
- tanah B peram 7 hari = 8.841%
mengapa bisa begitu?


Jawaban Ratmaya Urip :

Saya tidak dapat menganalisis lebih dalam karena saya belum memperoleh data kandungan kimia dan geologi dari tanah gambut serta kandungan kimia dari fly ash. Ibarat dokter, maka saya tidak dapat mendiagnose suatu penyakit jika data laboratoriumnya belum ada. Ingat, bahwa fly ash-pun bermacam-macam jenisnya. Ada yang low calcium ada yang high calcium. Juga apakah termasuk fly ash klas F (hasil pembakaran batubara jenis anthracite dan bituminous) atau klas C (hasil pembakaran batubara jenis sub-bituminous atau lignite).

Meskipun saya tidak dapat menganalisis karena tidak ada data penelitian geologi dan penelitian kimia, namun saya dapat menduga. Dugaan saya adalah sebagai berikut :

· Fly ash yang dipakai adalah jenis C, yang biasanya high calcium. Karena ada calcium, maka akan berreaksi dengan SiO2 dan Al2O3 yang ada di tanah gambut.
· Gypsum adalah CaSO42H2O, yang mempunyai sifat mengembang (swell) yang tinggi.

Karena dugaan tersebut di atas, maka :
  • Tanah A dengan peram 7 hari akan lebih besar nilainya daripada tanah A tanpa peram, karena calcium dalam fly ash klas C yang berreaksi dengan silika oksida dan alumina oksida dalam tanah gambut akan menyebabkan terjadinya sementasi dan flokulasi, sehingga kerapatan butiran menjadi tinggi, dengan kata lain jumlah butiran per satuan volume akan naik, sehingga nilai CBR-nya akan naik. Begitu juga halnya dengan perbedaan nilai CBR yang terjadi antara tanah B dengan peram dan tanpa peram.
  •  
  • Perbedaan tanah A dan tanah B terjadi karena dengan adanya gypsum maka potensi untuk mengembang menjadi besar, karena gypsum adalah material yang mudah mengembang. Karena mengembang, maka jumlah butiran per satuan volume menjadi mengecil, sehingga nilai CBR akan mengecil. Hanya saja tingkat pengembangan dari gypsum, masih lebih kecil daripada tingkat sementasi atau flokulasi dari adanya reaksi kimia antara calcium dari fly ash klas C dengan silika dan alumina oksida.
  •  
ooOoo

Pertanyaan David :
11. Apakah nilai Indek Plastisitas berbanding lurus dengan nilai swell?

Jawaban Ratmaya Urip :

Ya. Karena logikanya jika swell-nya besar, maka jumlah butiran per satuan volume akan mengecil, sehingga proses gerak mekanis dari butiran akan semakin leluasa, karena ruang gerak butiran menjadi lebih besar. Ini adalah jawaban yang paling mudah dipahami karena sangat sederhana.

Di samping itu ada jawaban saya yang lain yang berkaitan dengan nilai specific surface, namun penjelasannya terlalu rumit, yang hanya dapat dipahami oleh orang-orang yang benar-benar memahami kimia, geologi dan metalurgi.

Demikian jawaban-jawaban saya. Yang pasti saya memang berangkat dari disiplin Ilmu Teknik Sipil, namun karena ternyata belum cukup untuk memahami tentang perilaku struktur tanah, maka saya belajar tentang tanah lebih dalam, termasuk aspek kimia, geologi, dan pertaniannya.

Yang pasti pertanyaan-pertanyaan anda sangat bagus, yang hanya bisa dijawab oleh orang-orang yang benar-benar dalam pengetahuannya tentang hal ini, yang tidak mungkin diperoleh jawabannya dari seseorang yang hanya mendalami Teknik Sipil, khususnya dalam hal ini Ilmu Geoteknik atau Ilmu Teknik Tanah semata, tanpa didukung Ilmu Geokimia
========== ==

Catatan:
Pengasuh adalah pemerhati dan pelaku di bisnis Konstruksi, Pertambangan, Manufaktur, dan Manajemen. Pengasuh adalah Alumnus Universitas Gadjah Mada (UGM), Yogyakarta, dan Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS), Surabaya.



1 komentar:

Pemainayam.net mengatakan...
Komentar ini telah dihapus oleh administrator blog.