Selasa, 23 April 2019

KLINIK KONSTRUKSI - Ratmaya Urip - Seri 209


KLINIK KONSTRUKSI
Oleh: Ratmaya Urip
Seri – 209
================== ==

Satu pertanyaan menarik dari seorang sahabat yang kebetulan adalah  "cement engineer" di salah satu industri semen. Untuk privasi beliau, maka nama beliau tidak dicantumkan.  Adapun pertanyaannya adalah sebagai berikut:

“Assalamualaikum wr wb, Pak Ratmaya Urip. Boleh saya konsultasi ya, Pak, mengenai semen dan aplikasinya? Semen yg lebih halus berpotensi terjadi shrinkage (penyusutan). Apa yang bisa dilakukan untuk treatment pada beton supaya tidak shingkage?”
------------------------- --



Masukan dari RATMAYA URIP:

Waalaikumsalam Wr. Wb…

Terima kasih atas pertanyaan yang sangat bagus dari Bpk. Berikut ini masukan dari saya:

Semen ya ng lebih halus, dengan kata lain memiliki nilai Blaine yang lebih tinggi, atau memiliki “specific surface” yang lebih tinggi. Semakin halus semen, maka mmemiliki jumlah  luas permukaan  butiran semen yang lebih tinggi atau lebih banyak. Sehingga untuk proses pengerasan semen (proses hidrasi), diperlukan jumlah air yang lebih banyak, karena panas hidrasi akan menjadi  lebih tinggi.

Tentu saja karena panas hidrasi akan lebih tinggi, maka air yang dicampurkan ke dalam beton (yang di dalamnya terkandung semen)  akan cepat mengering atau cepat habis. Prosesnya akan berakibat terjadi retak hidrolis atau retak rambut, atau dapat juga terjadi susut (shringkage) atau rayap (creep).

Maka hati-hati dalam memilih dimensi butiran semen. Semen yang terlalu halus yang berada jauh di atas standar yang ditetapkan, akan menyebabkan hal-hal tersebut di atas.

Meskipun justru sebenarnya industri semen sedang menghindari butiran semen  untuk lebih halus, karena alasan lain. Terutama alasan efisiensi.

Semen yang diproduksi lebih halus akan menyebabkan biaya produksi menjadi meningkat tajam, karena biaya penggilingan terak yang semakin halus, akan membuat biaya energi menjadi naik.
Dengan kata lain, biaya produksi semen harus diturunkan, karena persaingan tajam di industri semen.

Justru sekarang banyak keluhan dari industri readymix ke industri semen, mengapa nilai kelembutan semen menjadi lebih rendah, sehingga nilai setting time menjadi lebih rendah? Kuat tekan untuk mortar di dalam mill certificate dan juga dalam hasil test di laboratorium perusahaan-petrusahaan readymix juga cenderung turun karena kehalusan butiran diturunkan, meski masih memenuhi standar ASTM.

Kembali ke pertanyaan Bpk tentang semen dengan butiran lebih halus yang akan berpotensi menyebabkan shringkage (dan juga menyebabkan micro-crack, maupun creep)

Untuk menghindari hal tersebut terjadi, sebaiknya melakukan langkah-langkah sebagai berikut:

1).  Gunakan semen-semen dengan panas hidrasi yang lebih rendah, seperti semen, Type I dengan treatment khusus,  Type II, Type IV, Type PPC, Type SBC, atau Semen Type I campur fly ash. Tapi semen-semen tsb sekarang mulai dikurangi produksinya oleh pabrik-pabrik semen, karena berbagai sebab. Khususnya karena alasan efisiensi.

Yang banyak di pasar sekarang adalah semen Type PCC (Portland Composite Cement), dan PPC (Portland Pozzolan Cement). Type I yang sebelumnya banyak diproduksi, malah dikurangi keberadannya  di pasar.
Padahal di dunia konstruksi sekarang memerlukan semen yang dapat memberikan kontribusi  efisiensi yang lebih tinggi di dunia konstruksi (baca dunia readymix dan precast concrete). Sehingga masih diperlukan semen-semen dengan jenis Type-type seperti tersebut  pada awal item ini.

Semen Type PCC khususnya, memiliki tingkat kehalusan yang lebih rendah. Demikian juga panas hidrasi yang lebih rendah  bukan karena hanya disebabkan oleh rendahnya kehalusan (meski masih memenuhi standar ASTM), namunjuga karena sistem pencampuran bahan bakunya.

2). Jika memang benar-benar butirannya lebih halus dengan panas hidrasi lebih tinggi, gunakan fly ash dengan kualitas terbaik (CaO + SiO2 + Al2O3 lebih besar daripada 75%. Check kualitas fly ash-nya secara benar, jangan asal fly ash. Karena sekarang banyak sekali fly ash dengan kualitas kurang tepat untuk campuran beton. Karena bahan baku fly ash (batu bara) maupun sistem penangkapan fly ash di PLTU, sudah agak bergeser daripada sebelumnya.

3). Gunakan slump yang lebih tepat dalam perencanaan campuran beton-nya. Demikian juga hindari pemaikan admixture-additive yang mebuat “slump retention” menjadi tinggi.
 

---------------------- --
Catatan:

Rasanya semen dengan butiran yang lebih halus saat ini relatif jarang terjadi di lapangan, karena industri semen melakukan efisiensi dalam proses penggilingan terak (clinker) karena untuk menurunkan biaya energi. Justri semen dengan butiran lebih kasar daripada sebelumnya yang terjadi di lapangan.
Jika ada kasus semen yang lebih halus  terjadi di lapangan, dan menyebabkan “shringkage” (juga “micro crack”, atau “creep”), mohon dapat dikirim contohnya. Karena saya hanya dapat analisis atas apa yang terjadi di lapangan dengan tatap muka, bukan hanya teori semata. Juga jika diperlukan, menggunakan data laboratorium.

Dunia readymix dan dunia precast, sekarang memerlukan kecepatan  dan ketepatan dalam proses produksinya, untuk alasan efisiensi, sehingga diperlukan jenis semen yang  lebih tepat.

Readymix sudah dapat memroduksi  beton dengan tingkat kekuatan yang memadai, yang  hanya dalam waktu 6 jam, 8 jam, 12 jam dan seterusnya sudah memiliki  kekuatan yang cukup, tanpa mengalami kendala yang berarti. Batasan umur 28 hari untuk pencapaian kekuatan beton, sudah mulai ditinggalkan di dunia konstruksi. Diperlukan regulasi-regulasi baru untuk itu.  Dunia precast, demikian pula. Namun tidak diimbangi dengan adanya produksi jenis semen yang memadai  di pasar, karena mulai banyaknya produk-produk baru yang kurang mendukung industri readymix dan industri precast. Semen Type I dikurangi produksinya, apalagi Type-type  khusus yang lain.

Di berbagai kesempatan sebagai nara sumber, termasuk dalam penyusunan SNI, saya sudah menyampaikan hal ini.

Industri semen, industri readymix, dan industri precast perlu duduk bersama untuk memperoleh jalan terbaik bagi kepentingan masing-masing pihak yang saling menguntungkan.

Terima kasih.

Ratmaya Urip

============ =

Kredo:
TEORI tanpa PRAKTEK itu OMONG KOSONG, sedangkan PRAKTEK tanpa TEORI itu NGAWUR 

Tidak ada komentar: