Jumat, 20 Februari 2009

SSSSSSSTTT...! JANGAN BILANG-BILANG, YA.






SSSSSSSTTT...! JANGAN BILANG-BILANG, YA.

INI KIAT TERBARU UNTUK PARA SUAMI

(SERI – 1)

Oleh : Ratmaya Urip

ooOoo

Penulis tak pernah menyangka akan kembali berada di Ranah Minang, Sumatra Barat, setelah hampir empat belas tahun tidak menginjak buminya. Ada beberapa hal yang baru bagi penulis (meski mungkin dianggap sudah kuno oleh yang lain yang sering berkunjung ke sana), yang cukup “notable”, yang penulis peroleh untuk dapat disampaikan kepada anggota milis. Siapa tahu ada manfaatnya. Sebelum berangkat, penulis memang berharap ada sesuatu yang dapat dijadikan “oleh-oleh” buat anggota milis, yang tentu saja “oleh-oleh” itu harus orisinil, dan dapat memberikan manfaat yang berdampak positif dengan nilai “fascinating”, “exciting” dan “interesting” yang prima, bukan kacangan atau sampah sensasi picisan, dan bukan hanya sekedar untuk ‘entertain’. Dan, ternyata harapan penulis itu enggan bertabik dengan kegagalan. Nah, mohon kepada para suami (baca : para pria) anggota milis ini, yang tentu saja dapat disimak atau diintip oleh para istri, untuk mencoba resep yang penulis peroleh ini, dengan harapan semoga dapat kembali menggairahkan “special relationship”, komunikasi atau sentuhan ragawi yang indah dan kebak emosi sensual antara kedua belah pihak. Apapun itu namanya, mulai dari istilah yang santun penuh “euphemisme”, sampai yang vulgar dan sangar. Khususnya bagi pasangan-pasangan suami-istri yang sudah karatan karena rentang perkawinan yang sudah menahun, mungkin akan bermanfaat untuk memberikan sepuhan baru atau hasrat surgawi baru yang lebih menyentuh. Sehingga pasangan yang sudah bertaut lama dan menjadi kendor, seolah mendapatkan kekuatannya kembali untuk saling berharu biru menikmati sekaligus menciptakan sensasi (atau erotika?) kebersamaan atau kebertautan yang baru, memburu punagi dan dukana baru, dalam koridor kebersamaan suami-istri (meskipun itu sebenarnya lebih sering sulit dilakukan!). Jangan malu-malu, karena ini hanyalah kiat atau resep. Cocok atau tidaknya tergantung masing-masing pasangan. Sementara bagi anggota milis yang masih belum memiliki pasangan dapat berkonsultasi dengan penulis, atau silakan jika ingin memanjakan imajinasi atau meraih mimpinya sendiri masing-masing. “This is an awesome trip. The story behind what man or woman wants (especially the story about bed activity) is always fascinating”.

Tulisan ini sengaja penulis sampaikan di tengah-tengah kepenatan aktifitas statejik-manajerial, taktikal, maupun operasinal yang padat, untuk ‘refreshing’ dan supaya ‘balance’.

Pertama kali, tidak ada jeleknya jika penulis mencoba mengingatkan kembali pada formula atau rumus matematika lama dari penulis yang sering penulis lontarkan dalam berbagai kesempatan, bahwa Cinta (Love) itu berbanding lurus dengan Kekuatan (Power) dan Kecepatan (Speed), serta berbanding terbalik dengan Jarak (Distance) dan Waktu (Time). Semakin besar Kekuatan (baca : status sosial) dan Kecepatan (baca : siapa cepat akan dapat), akan lebih mudah dan cepat mendapatkan Cinta. Sementara semakin panjang Waktu (baca : bosan ) dan semakin jauh Jarak (baca : sulit disentuh, seolah pungguk merindukan bulan yang jauh), maka Cinta akan menjauh.

Catatan : Khusus untuk ‘relationship between Love and Power’, penulis telah menkajinya lebih dalam, dalam suatu tulisan (semoga saja dapat penulis sampaikan di milis kelak), dengan suatu formula yang lain yaitu : ‘Love Management is an Investment activity, need return...best return!’ (Mengelola cinta adalah suatu investasi..he..he..he..apa pula itu? Yang nanti di akhir cerita akan penulis singgung sedikit!).

____________

L = P.S / D.T

Note : L = Love, P = Power, S = Speed, D = (distance), T (Time)

(Maaf jika banyak yang bosan dengan formula ini. Penulis memang sengaja kok! Bergairah atau bosan harus selalu berdampingan secara ‘balance’, karena secara kodrati keserbaduaan lebih sering mewarnai isi dunia ini, seperti halnya keserbaduaan lainnya, contohnya : siang-malam, hitam-putih, laki-perempuan, baik-jahat, maju-mundur, pemenang-pecundang, hero-bandit, menang-kalah, tua-muda, dan lain-lain).

Merujuk pada formula tersebut, untuk perkawinan dengan rentang waktu yang lama, akan menyebabkan Cinta tererosi atau terdegradasi (semoga jangan lebih parah lagi sampai menjadi terinterupsi atau bahkan teramputasi!). Karena Cinta berbanding terbalik dengan Waktu.

Bukan berpretensi untuk menyaingi Dr. Naek L. Tobing, Prof. Pangkahila, atau bahkan Dr. Boyke, kalau penulis menyampaikan hal ini. Namun kalau ada yang menganggap penulis selevel dengan beliau-beliau di bidang yang satu ini, penulis wajib memberikan terima kasih sekaligus apresiasi. Maaf, GR dikit nggak apa-apa ‘kan?, tokh tulisan ini ‘kan hanya untuk kalangan sendiri. Terus terang, hanya di media ini penulis bisa GR dengan jumawa, leluasa dan “enjoy” tanpa merasa salah. Biar penulis ini jelek asal bisa sombong, begitulah kredonya, he...he...he..! Biasanya Ibu Iva (milis AMA-Surabaya) akan manggut-manggut saja. Benar demikian Bu Iva? Jangan curigai penulis, ya Bu...! Sebab selama ini Ibu selalu menganggap penulis tak ada cela, nampak dari cara Ibu yang belum pernah mengkritik penulis. Padahal, sebenarnya sebagai manusia biasa penulis ini berlepotan dengan dukana dan noktah atau nila. Oh, ya semoga tulisan ini cukup berguna untuk menambah meningkatkan jumlah anggota keluarga, dengan kehadiran si kecil yang baru. Untuk Ibu Janti Gunawan (milis AMA-Surabaya) di New Zealand (dan mungkin sudah berada kembali di Surabaya), jangan marah lho, Bu! Salam dari jauh. Sementara untuk Pak Adit (milis AMA-Surabaya), mungkin oleh-oleh inilah yang selama ini Bapak cari, setelah kehabisan asa untuk dapat memperolehnya. Hallo..Bpk. Jadi Rajagukguk di Batam (milis AMA-DKI dan AMA-Bisnis), salam untuk Bapak, ya?!...silakan kritik serial ini! Penulis tunggu! Untuk Bapak Yuki Wiyono (milis AMA-DKI) : “Wah, ‘appearance’ Bapak di majalah KONSTRUKSI yang terbaru hebat lho, Pak! Bapak harus siap-siap diburu para gadis karena presentasi ragawi Bapak di majalah khusus dunia konstruksi tersebut...he..he..he..!” Mbak Restu, Mbak Dani, Mbak Maria, Mas Yoyong, Mas Iman, dan lain-lain di Radio Suara Surabaya 100 FM...simak serial ini, ya? Jangan di-expose di radio! Bpk Tonny Warsono yang karena banyaknya jabatan beliau sangat luar biasa sibuknya, Bpk Agung Yunanto, Ibu Tengku Sylvia Junery, Ibu Ida Hidayati, Ibu Isnina Bektidivi, dan Bpk-Ibu lain di milis Quality-Network, salam untuk Bpk-Ibu, serta kok adem ayem, sih?).

Tentu saja penulis tidak perlu menjelaskan kepentingan penulis berada kembali di Ranah Minang, karena tidak relevan untuk ditulis (yang sebenarnya dapat dilacak dari serial-serial sebelum serial ini, karena identik). Yang pasti memang ada yang harus diselesaikan. Bukan hanya berburu camilan atau santapan kuliner seperti kripik balado Christine Hakim, atau martabak mesir Kubang Hayuda, atau gelamai, kripik cancang, batiah, kipang sipulut, kacang emping pulut, rendang runtiah, kripik sifon, kue biskat, ikan bilih Singkarak, kipang kacang balingka Bukit Tinggi, dan puluhan makanan khas Ranah Minang lainnya yang banyak dijumpai di “Business District” Pasar Raya, di pusat kota Padang. Camilan khas Minang memang luar biasa banyak dan ragamnya, dengan nama-nama dagang yang aneh-aneh dan asing di telinga, yang kalau ditulis dalam serial ini akan membuat pembaca mengantuk karena banyaknya. Dan kalau semuanya dibeli untuk oleh-oleh akan sangat menguras kantong kita.

Pagi itu, minggu kedua bulan kesepuluh tahun dua ribu delapan, setelah hari-hari melelahkan namun membahagiakan yaitu hari Lebaran lewat, penulis berada kembali dalam pelukan pesawat Lion Air dari Bandara Internasional Juanda, Surabaya, menuju Bandara Internasional Minangkabau, Padang dengan transit di Bandara Soekarno-Hatta. Yang cukup mencengangkan bagi penulis, adalah semua berjalan lancar sesuai “schedule”. Padahal biasanya Lion Air sangat akrab dengan tradisi terlambat. Syukurlah!

Penulis berangkat berempat, dengan salah satunya adalah seorang ibu muda berjilbab dan cantik, yang aku sebut saja Ibu Widodari, yang itu adalah nama samaran, demi privasinya (jika anggota milis penasaran, padanannya adalah sintesis dari kinerja ragawi artis Rianti Cartwright yang feminin dan lembut, yang berpadu atau berkolaborasi secara apik dengan wajah cantik artis Inneke Kusherawati dengan jilbabnya yang anggun, menawan, serta ‘fashionable’ dan ‘up to date’, dengan julatan mata dan hidungnya yang mempunyai kekuatan magis yang dapat meruntuhkan benteng pertahanan para pria, menghentikan detak jantung, membelalakkan mata, menggetarkan sanubari, mengernyitkan dahi, meningkatkan dukana, menambah debar, mengencangkan celana (???), sekaligus menutup harapan pria untuk menyuntingnya. Kacian deh lu...!).

(He..he..he..maaf, sabar dulu. Lanjutannya mohon ditunggu. Pasti lebih seru, nih!)

(BERSAMBUNG)

Catatan : Tulisan ini khusus untuk anggota milis AMA seluruh Indonesia dan Quality Network, tidak untuk di’forward’ ke milis atau individu yang lain. Untuk milis Indokarmay akan disunting lebih lanjut, mengingat komunitasnya yang agak berbeda, para penggemar buku sastra yang serius!.

SSSSSSSTTT...! JANGAN BILANG-BILANG, YA.

INI KIAT TERBARU UNTUK PARA SUAMI

(SERI – 2)

Langit cukup cerah, dengan sedikit awan nimbus, ketika pesawat yang penulis tumpangi, Lion Air Boeing 737-400, dengan kapasitas terisi penuh, yang terdiri dari 8 (delapan) seats untuk business class dan 150 (seratus lima puluh) seats untuk economy class. Pesawat dengan pongahnya membelah angkasa, sehabis transit di Bandara Soekarno-Hatta, menuju Bandara Internasional Minangkabau, Padang, pada ketinggian 32.000 kaki. Perjalanan Jakarta-Padang biasa ditempuh dalam waktu satu jam dua puluh menit. Waktu yang penulis rasa cukup untuk istirahat. Maklum semalam kurang tidur mempersiapkan segala hal yang berkaitan dengan perjalanan yang dimulai hari ini.

Rasa kantuk yang menyapa, mengalirkan tidur pulas penulis menuju mimpi indah yang tiba-tiba hadir menyapa kembali kisah factory visit AMA-Surabaya ketika berkunjung ke PT PAL dua bulan yang lalu, atau tepatnya sebelum bulan Ramadhan. Ketika itu para anggota AMA-Surabaya merasa puas, karena lengkap sudah seluruh industri sarana perhubungan dapat dikunjungi. Mulai dari industri otomotif di PT Gaya Motor (Astra Group), di Cakung, yang memproduksi mobil Kijang. Juga industri kereta api, industri Penerbangan PT Dirgantara Indonesia di Bandung (ketika itu belum bangkrut), yang memproduksi helikopter sampai pesawat CN 235, dan yang terakhir industri kapal di PT PAL. Jadi industri sarana perhubungan mulai darat, laut dan udara sudah tahu seluk beluknya.

Ya...dalam mimpi yang hadir dengan pekatnya, terngiang kembali beberapa ‘resep’ ampuh di dunia perkapalan, yang muncul tiba-tiba, sewaktu ‘launching’ sebuah kapal tanker raksasa, berbobot mati 50.000 DWT, pesanan salah satu negara di Afrika. Biasanya kapal yang baru selesai dibuat, diluncurkan dengan cara memasukkan bagian haluan kapal terlebih dahulu yang mencebur ke permukaan air. Namun di PT PAL, karena keterbatasan ‘space’, peluncuran kapal dilakukan secara menyamping. Anehnya aman-aman saja, kapal tidak sampai terguling.

Selidik punya selidik ternyata ada yang khusus dalam proses peluncurannya. Untuk memudahkan peluncuran, khususnya dengan cara haluan kapal masuk terlebih dahulu ke permukaan air, biasanya landasan kapal diberi pelumas berupa olie, supaya memudahkan proses peluncuran. Dalam hal ini supaya diperoleh daya luncur yang memadai. Namun jika peluncuran dilakukan secara menyamping, dengan haluan dan buritan sekaligus masuk ke air, jika menggunakan olie sebagai pelumas akan fatal akibatnya, terutama jika tidak hati-hati. Karena kapal akan sulit dikendalikan dalam proses peluncurannya, sehingga kemungkinan kapal akan terguling semakin tinggi. Untuk itu diperlukan suatu bahan pelumas khusus yang cukup licin, namun masih dapat membuat peluncuran kapal mudah dikendalikan. Dengan kata lain, bahan pelumas harus berfungsi sebagai gas sekaligus sebagai rem. Cukup licin namun juga cukup punya daya cengkeram. Aku jadi ingat bahan semacam itu yang cukup populer (dalam rangka peluncuran sesuatu yang lebih pribadi), yaitu jamu sari rapet, atau jamu ramuan Madura, atau tabat Barito, yang berfungsi sebagai pencengkeram sekaligus sebagai pelicin...he..he..he, memang analogi yang salah kaprah meskipun identik. Dan bahan pengganti yang identik dengan sari rapet tersebut adalah campuran bahan dasar pembuatan margarine yang dicampur dengan lilin (tentang bahan ini serius, bukan joke). Melihat itu semua, penulis sempat berpikir dan berdiskusi dengan anggota rombongan yang lain tentang kemungkinan substitusi sari rapet, dengan bahan campuran tersebut di atas. Siapa tahu lebih punya daya saing. (He..he..he..yang ini jangan dimasukkan hati! Jangan terlalu serius, karena yang terakhir ini joke khusus suami-istri. Maaf jika tidak berkenan. Maka mohon cerita ini jangan di-forward ke milis atau individu yang lain, spesial untuk anggota milis AMA-Indonesia dan Quality Network).

Mimpi penulis dipaksa berhenti ketika roda pesawat menghempas cukup keras, menghantam ujung landasan Bandara internasional Minangkabau. Kerasnya benturan roda pesawat dengan permukaan runway membuat penulis terjaga secara tiba-tiba. Penulis lihat, hujan di luar pesawat cukup deras. Beruntung seluruh penumpang keluar dari badan pesawat melewati rampway (garbarata), sehingga tidak kehujanan. Terdapat 2 (dua) buah rampway di Bandara tersebut.

Di Ruang Tunggu kami berempat disambut oleh tuan rumah (yang berjumlah 5 orang, yang semuanya asli kelahiran Ranah Minang). Ternyata salah seorang kawan dari Makassar juga bergabung dengan kami, karena kebetulan satu pesawat dengan kami dari Jakarta. Dari Makassar direncanakan akan hadir 3 orang utusan, namun 2 (dua) orang utusan lagi akan menyusul petang nanti dengan pesawat Garuda.

Tuan rumah kami ternyata sangat ramah dan cepat akrab. Orang Minang dalam kajian antropologi bisnis, memang dikenal sebagai sub-etnik dengan stereotip (atau bahkan prototip???) hemat, ulet, dan rajin, teliti, dan suka merantau. (Bukan malah menonjolkan perilaku pelit seperti yang diproyeksikan sebagai Uda Faisal dan Deswita dalam serial komedi Suami-suami Takut Istri di Trans TV, yang menurutkan itu sangat tidak proporsional dan terlalu mendramatisir. Ya, maklum saja...namanya juga komedi situasi).

Hujan mulai reda, sisa-sisa airnya masih membasahi pelataran parkir, ketika kami menuju mobil jemputan. Sayup-sayup dan sejauh mata memandang, di depan jauh dari Bandara, terhidang dengan indahnya alam Minang yang pesonanya menjulat mata, hati dan dada. Dalam saputan kabut tipis sisa-sisa hujan nampak pelangi yang indah, bersandar atau bertengger pada salah satu bukit di kejauhan. Bukit asri dengan rimbunnya pepohonan, yang memanjang, sebagai salah satu bagian dari Pegunungan Bukit Barisan, yang membentengi dan menyelusuri pulau Andalas, atau pulau Sumatra, atau ada juga yang masih menyebutnya sebagai Swarna Dwipa.

Betapa nyaman dan tentramnya menatap pesona alam yang tersaji secara kasat mata di hadapan penulis, seolah ingin menyampaikan atau bahkan mengajak untuk menghindari friksi, atau benturan-benturan kepentingan yang terhidang secara vulgar dan jauh dari kesantunan, yang kini semakin mencengkeram bumi Nusantara.

Memang cukup sulit untuk menyampaikan keindahan Ranah Minang yang benar-benar original, karena banyak sekali blog di dunia maya, maupun artikel-artikel di berbagai media massa baik media elektronik maupun media cetak yang telah membahasnya. Tentang wisata kulinernya, tentang ikon-ikon keindahan alamnya, mulai dari jam gadang di Bukit Tinggi, Istana Pagarruyung di Batusangkar, Wisata Danau Singkarak dan Danau Maninjau, Nagari Kinari-Solok, pusat kerajinan Pandai Sikek, kereta wisata Padang-Pariaman, Ngarai Sianok, Lobang Jepang, Air terjun Lembah Anai, dan sebagainya.

(BERSAMBUNG)

SSSSSSSTTT...! JANGAN BILANG-BILANG, YA.

INI KIAT TERBARU UNTUK PARA SUAMI

(Sssssst...! Qing bie shuo ba, ya. Zhe shi gei zhangfumen de zui xin mique).

(SERI – 3)

Oleh : Ratmaya Urip

Marantiang Budayo Mamaga Pusako, yang artinya kira-kira adalah merentangkan budaya seraya menjaga pusaka, atau menurut pengertian budaya Jawa yang penulis kenal (karena penulis adalah orang Jawa Mataraman) adalah identik dengan Nguri-uri Budaya Jawi, memang telah kental bersintesis dengan masyarakat Minang. Transformasi menjadi atau menuju budaya yang lebih modern-pun tampaknya bukan menjadi batu sandungan budaya bagi mereka, dalam artian budaya modern yang positif.

Dalam kehidupan sehari-hari maupun kehidupan budaya, adat yang tradisional sering dilengkapi dengan budaya-budaya modern baik yang klasik maupun kontemporer, yang jauh dari friksi-friksi kultural. Secara tersirat, masyarakat Minang adalah masyarakat yang terbuka. Secara antropologi politikpun, nampaknya Ranah Minang telah memberi tempat pada partai-partai berhaluan Islam modernis untuk berjaya, mengingat bahwa masyarakat Minang adalah masyarakat Muslim yang taat beribadah sekaligus mau secara terbuka menerima segala hal yang baru, namun yang positip. Sementara jika kita menengok pada organisasi massa Islam yang bukan partai politik, nampaknya Islam modernis tumbuh subur di Ranah Minang. Untuk itu Haji Agus Salim, Bung Hatta, Prof. Dr. Hamka, Prof. S. Maarif, adalah buktinya.

Terus terang saja, penulis benar-benar sangat kesulitan untuk menyajikan tulisan original, yang bebas dari pengaruh tulisan orang lain, khususnya tulisan yang berkaitan dengan topik penulisan kali ini, karena tulisan tentang Ranah Minang dengan seluruh aspeknya telah menjadi rimba tulisan maupun belantara opini di berbagai blog maupun di media-media massa. Mencari angel yang pas buat anggota milis ini, sekaligus menyajikan hal yang baru yang belum pernah dipublikasikan, jelas sangat sulit. Maka jadilah tulisan ini, yang sedikit banyak telah berusaha untuk bebas dari kutipan-kutipan yang bersumber dari tulisan orang lain, sedikit bebas dari duplikasi atau bahkan fotokopi, atau copy and paste dari tulisan orang lain.

Yang paling menarik untuk disajikan, dan yang tidak pernah basi (meskipun sedikit ditabukan), menurut penulis adalah tulisan tentang hubungan lelaki-perempuan, atau untuk supaya tidak terlalu vulgar, penulis lebih suka menyebutnya sebagai tulisan tentang kebahagiaan suami-istri (maaf, kalau sedikit euphemistik) dalam hubungannya dengan aktivitas seputar bla-bla-bla...! Karena kalau menulis tentang manajemen, (apakah itu manajemen kinerja, manajemen operasi, manajemen mutu, manajemen pemasaran, manajemen strategi, manajemen SDM, motivasi, leadership, dll) atau juga tulisan tentang design, engineering & construction (seperti manajemen konstruksi, manajemen proyek, manajemen SHE, FEED, EPC, O & M, metalurgi, material science, dll) yang penulis geluti saat ini, penulis takut tidak pas dengan keakraban yang ingin dituai. Dengan menulis sekitar hubungan suami-istri rasanya membuat penulis ada kesejajaran dengan anggota milis, sehingga bisa sharing. Atau penulis dapat menimba ilmu dari para anggota milis yang lain, jika ada interaktifnya.

Sekali lagi, sekedar untuk mengingatkan :

This is an awesome trip. The story behind what man or woman wants (especially the story about bed activity) is always fascinating

Punika lelana ingkang saget ndamel kayungyuning manah. Carios ingkang kasandi wonten ing kabetahan para jalu lan pawestri (khususipun carios kridaning jalmo ing sa-inggilipun dipan) tansah mijilaken kawigatosan ingkang lebet.

Zhi shi yi duan yin ren yu kuai xing fen de lu tu. Gu shi zhong nanshi yu nushi de xu qiu (sui ran shu yu bu li mao de zuo zuo yu jiang shu zong shi fei chang shou huan ying yu guan zhu de-

Jam telah menunjukkan angka 14 lewat 14 menit. Tentu saja kalau perut menjadi lapar adalah manusiawi dan sah-sah saja. Sebenarnya di depan gerbang Bandara Internasional Minangkabau ada Rumah Makan Baselo Bandara yang nampaknya menyajikan hidangan berupa masakan khas Minang yang cukup untuk mengusik selera makan kami. Namun para penjemput kami nampaknya ingin surprised, sehingga mengajak kami untuk bersabar sebentar, selama 12 menit perjalanan menuju arah kota Padang (Jarak bandara ke kota Padang sekitar 25 km, ke Bukittinggi 66 km, ke Solok 75 km), ke suatu rumah makan yang bernama Rumah Makan Lamun Ombak. Suatu nama yang sangat asing di telinga kami.

Sepanjang perjalanan menuju Rumah Makan Lamun Ombak, banyak bertebaran baliho-baliho raksasa yang bergambar calon-calon walikota Padang. Ada 5 pasang calon walikota yang nampaknya bersaing dalam Pilkada yang akan berlangsung pada tanggal 23 Oktober 2008 nanti. Fenomenon yang telah menjadi fenomena, yang nampaknya menyeragamkan perilaku politik seluruh wilayah Nusantara, sejak era reformasi dimulai. Karena setiap penulis berkunjung ke suatu wilayah di Nusantara ini, di manapun itu, pasti belantara baliho dengan tampilan wajah calon penguasa wilayah dijajakan secara terbuka di pinggir-pinggir jalan. Nampaknya jualan politik telah menuju ambang inflasi politik, yang bermuara pada kepentingan-kepentingan politik sesaat yang sering kali hanya bermuatan sektoral atau partisan, jauh dari tujuan untuk perbaikan nasib bangsa. Hal itu terjadi karena tingginya penawaran politik yang nampaknya tidak di-response secara baik oleh permintaaan politik yang memadai. Masing-masing calon menjajakan dirinya untuk dipelototi para pengguna jalan. Penulis memproyeksikan, bahwa meletusnya economical bubble saat ini akan segera diikuti meletusnya political bubble. Karena kedua aktifitas tersebut, baik politik maupun ekonomi telah masuk secara dalam ke aktifitas semu, maya dan baka.

Aktifitas semu, karena seluruh aktifitas ekonomi mendewa-dewakan sektor finansial dan moneter saja, tanpa didasarkan pada pencapaian keunggulan aktifitas di sektor riil. Sektor finansial semakin jauh meninggalkan basic-nya yaitu sektor riil. Padahal logikanya, prestasi sektor finansial adalah cermin prestasi sektor riil.

Sementara aktifitas politik juga semu, karena politik telah menjadi sangat pragmatis, tidak santun, meninggalkan kejujuran, yang semuanya diukur dengan materi, yang mengabaikan sama sekali ideologi atau idealisme, yang biasanya merupakan mata air bagi semangat kebangsaan dan persatuan untuk tercapainya kesejahteraan bangsa. Karena politik sudah dijadikan lahan garapan untuk hidup atau sebagai mata pencaharian. Politik hanya kendaraan untuk mencapai kekuasaan. Kekuasaan yang diperolehpun dianggap sebagai kedudukan bukan sebagai tindakan atau program. Bagi mereka, Power is a position, not an action. Padahal, sebaiknya semuanya harus balance.

Aku jadi ingat judul pidato pengukuhan Guru Besar Fakultas Ekonomi Universitas Sriwijaya, yang kebetulan juga Ketua AMA-Palembang, Ibu Prof. Dr. Diah Natalisa yang mengupas masalah ini dalam pidato pengukuhan beliau, meski dalam angle yang berbeda, dengan judul Peran Ilmu Marketing dalam Dunia Politik : Pengaruh Sikap Voters terhadap Keputusan Memilih Kandidat dalam Pilkada (Oh, ya...sekali lagi, sebagai anggota keluarga Besar AMA-Indonesia, penulis tentu saja sangat bangga kepada Ibu atas prestasi meraih gelar tertinggi di dunia akademik. Ibu menyusul Prof. Dr. Satria Bangsawan, Ketua AMA-Bandar Lampung yang juga Guru Besar Universitas Lampung).

Rumah Makan Lamun Ombak, terletak kira-kira berada di pertengahan jalan menuju kota Padang dari arah bandara. Tepat berada di tempat yang strategis, di tepi jalan Pantai Barat Lintas Sumatra. Suasananya mengingatkan penulis pada rumah makan Padang yang ada di Johor Bahru, Malaysia, dekat Hypermarket Giant, sekitar empat puluh lima menit perjalanan dari Gerbang Johor Bahru, atau tepatnya Gerbang Daulat Tuanku, dari arah Woodlands, Singapore. Atau rumah makan Padang di dekat Pelabuhan Fremantle, Australia Barat, sekitar empat puluh lima menit dari pusat kota Perth jika melewati freeway. Ya, Minang Diaspora memang sudah mewarnai manca negara melalui pendekatan kuliner.

Kadang benak penulis bekerja keras, mengapa ya...masakan yang berasal dari Ranah Minang lebih dikenal sebagai Rumah Makan atau Masakan Padang? Bukan Rumah Makan Minang, atau Rumah Makan Bukittinggi, Rumah Makan Solok, Rumah Makan Payakumbuh, Rumah Makan Lima Puluh Koto, Rumah Makan Pariaman, Rumah Makan Agam, atau bahkan Rumah Makan Sumatra Barat? Mengingat Padang hanyalah satu keping wilayah di Ranah Minang, Sumatra Barat. Nampaknya ini masalah branding (atau historis?).

( BERSAMBUNG )

SSSSSSSTTT...! JANGAN BILANG-BILANG, YA.

INI KIAT TERBARU UNTUK PARA SUAMI

(Sssssst...! Qing bie shuo ba, ya. Zhe shi gei zhangfumen de zui xin mique).

(SERI – 4)

Oleh : Ratmaya Urip

Kami semua berdua belas memasuki Rumah Makan Lamun Ombak dengan perut keroncongan, khususnya kami berempat yang datang dari Surabaya, karena memang tidak sempat makan pagi ketika berangkat tadi. Jam 14.30 WIB baru memasuki gerbang rumah makan, paling tidak jam 15.00 WIB baru mulai makan siang, waktu yang sangat terlambat untuk makan siang.

Menu yang disediakan sangatlah lengkap. Seperti biasa aku selalu melahap sayur nangka dan daun singkong rebus

(Maaf, saya potong dulu karena ada yang lebih penting yang harus dikerjakan!)

Tidak ada komentar: