Sabtu, 30 Mei 2009

Serial Klinik Manajemen (2)

SERIAL KLINIK MANAJEMEN (2)

MERGER DAN AKUISISI

Oleh : Ratmaya Urip*)

(Artikel ini masih dalam penyuntingan)

Serial Klinik Manajemen (1)


SERIAL KLINIK MANAJEMEN (1)

Competence Base Human Asset Management System (CBHAMS)

New Paradigm in People Management

Oleh : Ratmaya Urip*)

Era bisnis & pelayanan running as usual, telah berubah dengan sangat cepat menjadi era bisnis & pelayanan running unusual. Era laminer dan linier dalam berbisnis dan pemberian pelayanan telah berubah menjadi lebih kompleks, compound, turbulence, uncertainty, unpredictable, uncountable dan hopelessness. Di era dengan perubahan yang sangat cepat dengan turbulensi tinggi saat ini, people management yang saat ini masih menjadi acuan dalam pengelolaan manpower, nampaknya memerlukan paradigma baru.

Era entrepreneurship, berubah dengan cepat menjadi technopreneurship, ecotechnopreneurship, dan bahkan kini memasuki era infoecotechnopreneurship.
Fokus pebisnis yang sampai dekade tujuh puluhan masih berkutat hanya pada kepuasan shareholder, yang kemudian ditambah kepuasan para customer selama dua setengah dekade berikutnya (sehingga sering disebut sebagai era customer focus atau era customer satisfaction), kini berubah, karena mau tidak mau, suka tidak suka, harus fokus pada stakeholder satisfaction, atau bahkan stakeholder loyalty.

Pengelolaan yang hanya fokus kepada production factors (faktor-faktor produksi) atau yang lebih dikenal dengan 5 M (Man, Material, Method, Machine, dan Money), yang kemudian menjadi 7 M karena ditambah dengan faktor-faktor management dan market, kini sudah memasuki tahapan pengelolaan bisnis & pelayanan berbasis pada managing factors (faktor-faktor kelola) atau penulis perkenalkan sebagai 11 M (Note: untuk mengetahui tentang 11 M hadirlah pada seminar).

Kompleksitas dan ketidakpastian yang acute, menuntut perubahan pengelolaan pada “man behind the gun”, karena sistem pengelolaan yang telah ada, tidak cukup untuk menjawab tantangan perubahan yang semakin bergejolak secara liar dengan turbulensi yang sangat tinggi.

Evolusi people management yang bermula dari Classic Personnel Management yang kemudian berubah menjadi Human Resource Management, sampai awal abad dua puluh satu atau awal milenium ketiga ini, nampaknya belum cukup untuk menjawab terpaan dan terjangan tsunami perubahan yang terjadi. Konsep dan aplikasi yang ditawarkan adalah Human Asset Management, atau ada juga yang menyebutnya sebagai Human Capital Management, meskipun untuk beberapa pihak, ada yang menyebut kedua konsep tersebut berbeda. Maka jika kemudian konsep dan aplikasi Competence Base Human Resource Management System (CBHRMS) harus menyerahkan tongkat estafet evolusi atau bahkan revolusi kepada Competence Base Human Asset Management System (CBHAMS), bukanlah hal yang patut untuk membuat dahi berkerenyit, mulut mencerca, benak bergejolak, dan hati dipenuhi onak. Meskipun kini masih terlalu dini untuk mengupasnya secara tuntas, sekurang-kurangnya hal ini dapat mengurangi distorsi berat yang terjadi saat ini.

Seminar, workshop, lokakarya, pembimbingan yang sangat menarik dan bermanfaat ini diharapkan dapat memberikan tambahan wawasan, pengetahuan dan ketrampilan sebagai berikut :

· Memahami evolusi dalam People Management

· Memahami konsep dan aplikasi CBHAMS

· Menerapkan CBHAMS dalam praktek-praktek People Mangement

· Menguatkan akan arti pentingnya makna turbulensi bisnis dan dampaknya terhadap People Management

· Meningkatkan kemampuan operasional, manajerial dan visioner para pelaku People Management, khususnya dalam memahami, menyiasati, merencanakan, melaksanakan, mengontrol, mengevaluasi, dan mendapatkan jalan keluar dari turbulensi bisnis yang telah terjadi.

oooOooo

Catatan tentang Narasumber :

Ratmaya Urip

· Pelaku, pemerhati, dan juga konsultan People Management yang berangkat dari experiences dan references sebagai praktisi manajemen & bisnis di bidang Engineering, Construction and Procurement (EPC) , Mining, dan Manufacturing, sebagai senior manager setingkat Division Manager dan Project Director. Baik di BUMN maupun sektor swasta.

· Memiliki pemahaman, pengetahuan, dan ketrampilan yang intens yang dapat dibagikan kepada khalayak, tentang Strategic Management, Project Management, Construction Management, SHE Management, Quality Management, Production-Operation Management, Management of Technology, dan juga Material Science & Technology seperti Concrete, Steel, Cement, Paper, Rock & Soil, dll. Memiliki experiences sebagai Management Representative ISO 9001, 5 S, TQM. Lead Auditor Certificate issued by Lloyd’s Register, under the IRCA Auditor Registration Scheme. TQM/TQC certificate issued by Ministry of Industry, the Government of Republic of Indonesia.

· Host di Radio Suara Surabaya 100 FM (www.suarasurabaya.net klik online atau on demand) selama 15 tahun dalam weekly program SOLUSI MANAJEMEN BISNIS, setiap Sabtu Pagi jam 10.00 sampai 11.00 WIB.

· Saat ini adalah fungsionaris Asosiasi Manajemen Indonesia (AMA-Indonesia), Quality Network Indonesia (Q-Net), IAPPI dan lain-lain organisasi profesi.

· Anggota Tim Konsultan di Dinamika Training & Consultant (www.dtechindonesia.com) dan Management Training & Consultants (MTC).

· Tulisan-tulisannya dapat dilihat di http://ratmayaurip.blogspot.com

Email : ratmayaurip@yahoo.com


Pilihan-pilihan untuk konsultansi :

· Seminar

· Workshop & Loka Karya

· Pembimbingan jangka waktu tertentu

SERIAL KLINIK KONSTRUKSI (3)

SERIAL KLINIK KONSTRUKSI (3)

JALANKU SAYANG, JALANKU MALANG

Oleh : Ratmaya Urip *)

Kondisi fisik jalan yang sering ataupun malah selalu rusak, di belahan manapun di bumi Nusantara ini selalu menghiasi halaman-halaman media cetak maupun merajai ilustrasi-ilustrasi visual di media elektronik. Padahal seluruh aktifitas manusia Indonesia, apalagi aktifitas bisnis harus sarat dengan kepentingan akan mulusnya infrastruktur transportasi yang satu ini.

Berita rusaknya jalan di daerah Cakung-Cilincing, Jakarta, maupun di Margomulyo Surabaya, serta jalan lintas timur Sumatra, Trans Kalimantan, Trans Sulawesi, dan jalan-jalan utama di kota-kota besar Indonesia sangat akrab dengan benak dan mata kita. Ya nampaknya kerusakan jalan kita sudah begitu akrab dengan aktifitas kita, yang sampai saat ini belum juga ada jalan keluarnya.

Pemegang kebijakan dan sebagian stakeholder selalu menuduh, pada kurangnya anggaran pemeliharaan, kelebihan beban kendaraan, banjir, kualitas pengerjaan oleh kontraktor yang buruk, dan berbagai tuduhan lainnya, yang menurut saya mungkin ada benarnya, meskipun sebenarnya ada hal yang lebih substansial yang dilupakan oleh para perencana, pelaku, dan pengambil kebijakan di bidang yang satu ini.

Berangkat dari secuil pemahaman di bidang konstruksi teknik sipil, khususnya konstruksi jalan raya, dan terlebih-lebih bidang khusus geokimia teknik sipil, menurut penulis ada yang dilupakan, atau sengaja ditinggalkan oleh para highway engineer kita dalam membangun, memelihara, dan mengelola jalan kita.

Selama ini konstruksi jalan, selalu dibangun, dipelihara, dioperasikan, dan dikelola dengan physical approach (pendekatan fisik) dan mechanical approach (pendekatan mekanik). Dalam hal ini, jalan harus dibangun cukup kuat dan tahan terhadap beban berat berdasar parameter-parameter engineering yang bersifat fisik dan mekanik, seperti CBR, batas-batas plastis, batas-batas Atterberg, stabilitas lereng, compressive strength, flexure strength, sudut gesek dalam,

(Artikel ini masih dalam tahap penyuntingan)

Ikon Cinta Abadi Taj Mahal, Versi Lampung





IKON CINTA ABADITambah Gambar TAJ MAHAL

VERSI LAMPUNG

Oleh : Ratmaya Urip

Hotel tujuh atau delapan lantai di tambah dua basement untuk tempat parkir tersebut letaknya tepat berada di jantung kota, atau tepatnya di Jalan Raden Intan, tepat di samping kiri Bank Rakyat Indonesia, yang juga berdekatan dengan simpang empat yang di tengahnya terdapat patung-patung gajah yang masing-masing menginjak sebuah bola (Maksudnya patung sepak bola gajah!). Aku tidak tahu nama simpang empat tersebut. Hanya di sekitarnya begitu ramai.

Dalam radius kurang dari 150 meter dengan titik pusat hotel tersebut sebenarnya terdapat antara 5 sampai 6 hotel lain yang cukup representatif. Namun aku memilih hotel tersebut karena hotel tersebut hotel yang paling baru di kota Bandar Lampung. Sebenarnya di samping karena hotel baru, yang ditandai dengan temboknya yang masih bau cat, daya tarik utamanya adalah karena tarifnya sangat murah, karena masih atau baru saja dalam tahap Grand Opening, dengan discount berupa special rate yang hanya memberlakukan tarif sebesar 60%. Sehingga benar-benar sangat murah. Juga di sekitar hotel tersebut banyak sekali aneka restaurant yang tinggal menyesuaikan dengan selera kita, seandainya kita bosan dengan masakan hotel. Ada Rumah Makan Padang (RM Begadang yang sangat terkenal di Bandar Lampung), serta rumah makan Madura, Jawa Timur, Fast Food, Chinese Food, gudeg Yogya, Jawa Barat, dan lain-lain. Jika ingin makan di warung tenda juga banyak. Itu penting, karena aku menginap sekurang-kurangnya untuk tujuh malam. Meskipun bukan padanannya, lokasi dan situasinya dapat disebut sebagai Orcard Road-nya Bandar Lampung, atau Malioboro-nya Bandar Lampung, atau Braga-nya Bandar Lampung, atau Blok M-nya Bandar Lampung. He..he..he! Tentu saja dalam kapasitas yang lebih kecil.

Sebenarnya ini adalah kedatanganku yang kedua yang menginap di hotel tersebut di tahun ini. Yang pertama persis sebulan yang lalu atau awal minggu keempat bulan April 2009. Ketika itu baru soft opening, karena dari tujuh lantai yang ada, baru dua lantai saja, yang kamar-kamarnya sudah siap. Bau cat yang menyengat ketika itu, yang dapat mengalahkan bau pengharum ruangan paling mahal merk apapun, meski disemprotkan sampai habis, serta wifi yang belum sempurna, dengan pelayanan breakfast yang masih sangat limited, ditambah karyawan hotel yang masih gagap melayani, tidak membuatku enggan untuk mencobanya. Ketika itu aku baru menginap di Sheraton Lampung Hotel selama dua malam, sebelum akhirnya memutuskan untuk mencoba hotel baru tersebut. Untuk soft opening, tarifnya hanya 50% dari tarif normal yang akan diberlakukan kelak. Itulah mungkin daya tarik utama sehingga seluruh kamar full-booked. Beruntung masih ada kamar ketika aku akhirnya memutuskan pindah ke hotel baru tersebut. Suasananya persis ketika aku menginap di Hotel Ciputra, Simpang Lima, Semarang ketika soft opening, pada awal dekade sembilan puluhan yang lalu (yang tahunnya aku lupa), yang kamar-kamarnya juga baru dibuka dua lantai, sehingga kepala dan anggota badan harus siap-siap menghadapi jatuhnya bahan bangunan dari lantai-lantai di atasnya, yang masih dalam proses pengerjaan finishing.

Jika ke Bandar Lampung, biasanya aku suka menginap di Sheraton Lampung Hotel, Jl. Wolter Monginsidi 175, hotel dengan 110 rooms. Karena di samping sangat nyaman dengan suasana modern country-nya yang kental dengan ornamen dan warna serta gaya arsitektur ketimuran (mirip dengan Sheraton Hotel yang ada di Bandung), aku suka sarapan paginya yang lezat, di samping karena aku sangat dekat dengan Ibu Tina, atau lengkapnya Ibu Rulvastina Randy, Director of Sales Sheraton Lampung Hotel, sehingga banyak kemudahan yang aku peroleh.

Bu Tina yang sangat cantik dengan kulit putihnya yang terawat rapi serta senyumnya yang enggan beranjak dari wajah beliau, ditambah kesan yang kental bahwa beliau sangat smart karena bekal pendidikan tingginya, memiliki pembawaan yang tipikal atau prototip antropologis wanita Kawanua, karena beliau memang berdarah Manado (meski bersuamikan pria dari Lampung asli, yang juga mantan dosennya. Yeah...cerita klasik yang sering terjadi antara dosen pria dan mahasiswinya...he..he..he, maaf Bu Tina, terpaksa buka rahasia Ibu nih! Namun yang ini konon ceritanya lain, karena sangat berliku dan penuh intrik...oh,ya?, melebihi serunya film Love Story atau Romeo & Juliet. Kalau ada waktu nanti akan aku buat ceritanya. Boleh kan, Bu... jika aku tulis dalam bentuk novel?).

Dari kesehariannya, beliau memiliki keramahan dan kehangatan yang kental dan khas Kawanua, meskipun menurut beliau dilahirkan di Lampung karena mengikuti pekerjaan orang tua. Usianya belum memasuki paruh baya. Matang dengan pergulatan bisnis maupun pergaulan wisata yang luas, yang digelutinya sejak pertama kali bergabung dengan Sheraton Lampung Hotel sembilan belas tahun yang lalu. Beliau sangat santun tanpa harus meninggalkan ketegasan dalam setiap pengambilan keputusan apapun. Itu memang kenikmatan sekaligus resiko profesi. Perlu diketahui Sheraton Lampung Hotel adalah Hotel Sheraton pertama yang ada di Indonesia, yang ketika itu didirikan untuk mengantisipasi aktifitas bisnis yang banyak di Propinsi Lampung.

Konon, kecuali Presiden Pertama, Bung Karno (karena ketika itu Sheraton Lampung Hotel belum ada), hampir seluruh Presiden Republik Indonesia (dan Wakil Presiden juga), serta para pejabat tinggi negara (mulai dari tingkat menteri) republik ini, kalau sedang melaksanakan kunjungan kerja ke Lampung, pasti menginap di Sheraton Lampung Hotel. Hal tersebut karena didasarkan pada tingginya rating atas comfortability, dan juga karena alasan security & safety. Jadi kalau aku boleh narsis, maka dapat disebut...akulah satu-satunya orang yang pernah menginap satu hotel (mungkin juga satu kamar?) dengan hampir seluruh Presiden dan para pejabat tinggi Republik Indonesia, meski beda waktunya!...he..he..he..!

Hal lain yang patut dicatat adalah., teman-teman pengurus dan anggota Asosiasi Manajemen Indonesia (AMA-Indonesia) Cabang Lampung, selalu berpartner dengan Sheraton Lampung Hotel dalam setiap aktifitasnya, termasuk seminarnya. Ini aku ketahui dari pengurus AMA-Lampung, seperti Pak Toni, Bu Nina dan Bu Beby.

Namun maaf, Bu Tina...untuk kesempatan kedua di tahun ini aku terpaksa meninggalkan Ibu karena alasan kantong saja. Bagaimanapun juga sekali-sekali aku harus mencicipi layanan hotel lain, supaya aku dapat menghayati kelebihan dan kelemahan yang ada di hotel Ibu. Ga..apa-apa kan, Bu...? Tentu saja tanpa mengurangi rasa hormat dan kagumku pada Ibu Tina. Jika hotel yang aku pilih terakhir ini nantinya telah memasang tarif normal, aku mungkin juga akan balik kucing ke hotel Ibu. Siapa tahu?! Bagaimanapun, sesuatu yang baru itu patut dicoba (Kalimat terakhir ini bagi sebagian pembaca pria mungkin dianggap kalimat bertendens!).

Tentang Sheraton Lampung Hotel, aku masih berpendapat tetap sebagai the best one! Tentu saja itu pendapat subyektifku, meski berusaha untuk tetap obyektif. Juga bukan untuk menyenangkan dan menenangkan hati Bu Tina. Yang pasti komunikasi via facebook maupun email jangan pernah ada jedah, ya, Bu.

Hotel baru berlantai tujuh tersebut adalah Amalia Hotel. Yang nampaknya memiliki positioning dan segmentation yang sedikit berbeda dengan Sheraton Lampung Hotel.

Ada hal yang menarik yang aku baru tahu ketika aku menginap pada malam yang kedua di hotel tersebut. Kenapa demikian? Karena ternyata hotel yang megah tersebut dibangun semata-mata bukan karena alasan bisnis. Menurut yang aku ketahui, pemilik hotel tersebut membangun hotel karena untuk dijadikan sebagai cindera mata atau hadiah kepada istrinya yang amat sangat dicintainya, yang diberikan tepat pada hari ulang tahun istrinya, yang bukan kebetulan kalau nama istrinya dijadikan juga sebagai nama hotelnya. Yeah..ulang tahun istrinya memang tepat pada tanggal 10 Mei sementara tahun kelahirannya aku tidak tahu. Yang pasti usia Ibu Amelia konon mendekati paruh baya. Uf..ternyata masih ada juga cinta sejati di zaman modern ini. Masih ada Jayaprana-Layonsari, Pranacitra-Raramendut, Samsul Bahri-Siti Nurbaya, Romeo-Juliet, Saija-Adinda, dan Sampek-Eng Tay di zaman modern ini. Aku jadi malu dan senyum-senyum kecut jika ingat hadiah yang diberikan kepada istri kalau dia ulang tahun (Kenapa, ya? Karena aku lebih sering lupa daripada ingat hari ulang tahunnya..he..he..he!). Beruntung dan berbahagialah Ibu Amalia telah mendapatkan cinta sebesar cinta suami, sehingga berhadiah hotel yang cukup mewah dengan nama Ibu yang diabadikan sebagai nama hotel. Di zaman ini rasanya sangat sulit mendapatkan cinta suami sebesar itu (he..he..he..benarkah cinta suami kepada istri sudah semakin langka di zaman ini, apalagi usia pernikahan sudah cukup lanjut?). Aku jadi ingat formulaku tentang cinta yang berbanding lurus dengan power & speed dan berbanding terbalik dengan distance & time (baca serial tulisanku yang lain di blog ini juga).

Juga kemudian aku ingat Taj Mahal di Agra, kota di bagian utara India, yang masuk sebagai tujuh keajaiban dunia, yang dibangun sebagai representasi cinta abadi atau tepatnya ikon cinta abadi yang pernah ada pada diri seorang raja kekaisaran Mughal, Shah Jahan kepada istri Persianya, Arjumand Banu Begum, atau Mumtaz-ul-Zamani, atau yang lebih dikenal sebagai Mumtaz Mahal. Bangunan Taj Mahal merupakan musoleum, yang dibangun selama 23 tahun (1630-1653), dengan melibatkan 20.000 orang pekerja, berbahan baku marmer putih untuk kubah dan menaranya, serta berhiaskan 43 jenis batu mulia, berupa berlian, jade, kristal, topaz, nilam, dan lain-lain. (Catatan : Ada versi lain yang menyebutkan bahwa Taj Mahal selesai dibangun pada tahun 1648).

Di zaman sekarang ini orang meski berpikir tujuh kali (atau bahkan lebih) untuk membuat bangunan seperti itu. Di samping masalah masih atau tidaknya cinta abadi, duitnya dan juga masalah urgensinya. Kalau tokh harus membangun juga, pastilah hanya segelintir orang yang mampu. Kalau dipikir-pikir, cinta abadi tidak harus dikorelasikan dengan bangunan semahal itu. Malah lebih tepatnya untuk kasus ini, cinta abadi ternyata berkorelasi dengan kekuasaan, karena yang dapat membangun bangunan seindah dan semahal itu (yang nota bene merupakan lambang cinta abadi) hanyalah mereka-mereka yang memiliki kekuasaan yang melimpah dengan harta yang melimpah pula.

Sekedar tambahan informasi dan juga sebagai catatan, Reuters mengabarkan, bahwa untuk visualisasi kisah cinta abadi tersebut, dalam waktu dekat konon akan dibuat film tentang pembangunan Taj Mahal, dengan Aishwarya Rai, si cantik dari India, sebagai Mumtaz Mahal, sementara Ben Kingsley (yang pernah berperan sebagai Mahatma Gandhi dalam film Gandhi), akan berperan sebagai Shah Jahan. Kita tunggu saja romantika cinta abadi yang terjadi di film kolosal tersebut diputar di bioskop-bioskop Indonesia dan dunia.



(Tulisan ini masih dalam tahap penyuntingan)

Julia Perez, pada Suatu Siang di Suatu Tempat

Note: JULIA PEREZ, dalam berbagai action dengan mengenakan jilbab. Ternyata bisa juga ya? Kenapa tidak dibiasakan?


JULIA PEREZ,

PADA SUATU SIANG,

DI AKHIR BULAN MEI 2009,

DI SUATU TEMPAT DI JAKARTA

Oleh : Ratmaya Urip*)

Setelah terbang selama lebih kurang 25 menit di ketinggian 14.000 kaki dari Bandara Raden Inten II, Bandar Lampung, maka dengan goncangan yang cukup mengecutkan nyali, pesawat udara yang aku tumpangi mendarat di Bandara Soekarno Hatta. Meski jaraknya cukup dekat, namun penerbangan yang aku alami adalah penerbangan yang tidak membuatku nyaman, mengingat kami harus menyusur badai dengan julatan kilat yang tiada henti-hentinya menerpa pesawat terbang yang aku naiki. Alhamdulillah, deraan batin yang berbuah pada kekhawatiran selama penerbangan akhirnya berakhir. Padahal ketika tiba-tiba pesawat tadi meluncur turun dengan sangat tajam, atau malah lebih tepat kalau disebut “jatuh” (dengan tanda petik, karena jatuh dalam arti kiasan, bukan dalam arti harfiah) karena turunnya vertikal dan secara tiba-tiba, meski hanya turun beberapa meter, telah membuat sebagian penumpang menjerit...! Sementara meskipun tidak mengeluarkan pekikan, jantungku rasanya hampir copot. Perubahan ketinggian pesawat secara tiba-tiba telah membuat jantung berdenyut melebihi detak jantung jika kita naik ‘halilintar”, “kora-kora” atau “roller coaster” di Ancol dan Disneyland, atau London Eye di tepian Thames River.

Hujan dahsyat di penghujung akhir bulan Mei di atas Selat Sunda kali ini dapat disebut sebagai “udan salah mongso” (hujan salah musim), mengingat seharusnya musim kemarau sudah harus eksis, tidak direcoki oleh hujan lagi. Ya, nampaknya ramalan cuaca yang diedarkan Badan Metereologi dan Geofisika bahwa musim hujan akan tanduk (Note : Bahasa Jawa, yang artinya nambah atau extend), nampaknya telah menjadi kenyataan.

Hampir 2 (dua) minggu ini aku berada di Propinsi Lampung, menjelajah dari pelosok ke pelosok untuk survey potensi pertambangan yang ada di wilayah tersebut, atas permintaan dari client. Khususnya potensi tambang bijih besi, mangaan, galena, zeolith, calcium dan batu bara. Tidak seluruh wilayah sempat kami sentuh, hanya berhasil menggarap Kabupaten-kabupaten Pesawaran, Pringsurat, Tanggamus, Lampung Selatan, dan Lampung Barat. Hal itu mengingat waktu yang sangat sempit. Di survey-survey berikutnya aku berharap lebih banyak Kabupaten yang dapat aku garap.

Lampung dikenal dengan Sang Bumi Ruwa Jurai atau Bumi yang Dua dalam Satu Kesatuan, yang juga dikenal karena Tapis Lampung-nya. Tentang petualangan di pelosok-pelosok Propinsi Lampung, di belantara kebun kopi, coklat, karet, lada, pisang dan di lokasi-lokasi hutan yang memiliki potensi tambang bijih besi, mangaan, galena, zeolith, calcium dan batu bara, serta keindahan ragawi gadis-gadis Lampung yang sangat prima, dengan kulitnya yang kuning bersih, wajah mendekati sempurna, tubuh sintal nan menjulang, serta keramahan yang khas, akan diceritakan secara tersendiri dengan judul-judul berbeda di milis dan atau blog ini. Terima kasih kepada kawan-kawan Pengurus Asosiasi Manajemen Indonesia (AMA-Indonesia) Cabang Bandar Lampung, yang telah dengan tulus menemani dan memberi informasi yang sangat berharga, khususnya kepada konglomerat Lampung yaitu Bpk Toni, serta Ibu Nina, dan Ibu Beby. Sementata karena Prof. Satria Bangsawan sangat sibuk sejak menjabat sebagai Pembantu Rektor di Unila, maka sengaja aku tidak mengontak beliau, karena takut mengganggu. Namun demikian salam untuk Prof. Satria Bangsawan. Juga maaf, tidak mengontak Bapak. Pertemuan terakhirku dengan beliau adalah ketika Munas AMA di Batam medio Mei 2007, jadi sudah 2 (dua) tahun ini aku tidak ketemu beliau.

Survey kali ini adalah yang kedua kalinya di tahun ini. Survey pertama aku lakukan sebulan yang lalu, atau tepatnya di akhir bulan April 2009, selama 7 (tujuh) hari. Waktu bulan April 2009 tersebut aku hanya mengumpulkan data sekunder sebagai mata air atau awal aktifitas, sementara survey akhir bulan Mei 2009 ini aku mulai mengumpulkan data primer, dengan melakukan pengeboran-pengeboran geologis & pertambangan secara langsung, serta survey data primer pendukung lainnya, sebagai explorasi awal, untuk kepentingan exploitasi, jika memang secara ekonomis menguntungkan.

Jam sudah menunjukkan angka 20.00 WIB ketika aku keluar dari terminal kedatangan Bandara Soekrno-Hatta.

(Tulisan ini masih dalam tahap penyuntingan)