Senin, 21 Januari 2008

FENOMENA BISNIS GLOBAL


FENOMENA BISNIS GLOBAL


Oleh : Ratmaya Urip


Adalah suatu fakta, bahwa tidak banyak yang mengamati bisnis ini, bisnis yang selanjutnya saya sebut sebagai Bisnis XYZ. Bisnis yang sejak 6 (enam) tahun ini memegang mahkota bisnis global dalam hal revenue. Bisnis yang membuat mulut enggan berhenti berdesis atau berdecak, dahi enggan membuang kerut, mata tak mau berhenti membelalak, tangan tak hendak berhenti menggaruk kepala, hati tak juga mau membasuh debar, juga otak tak hendak mau menghardik gejolak.


Bisnis ini secara meyakinkan menjadikan perusahaan-perusahaan yang telah bertahta lebih dari setengah abad bertekuk lutut. Bayangkan hanya dalam waktu sekejap dan kini sudah memasuki tahun yang ke-enam membuat perusahaan-perusahaan legendaris di bisnis minyak dan otomotif yang merajai jagad bisnis pasrah menyerah. Siapa yang tidak tahu reputasi Exxon-Mobil, Beyond Petroleum (d/h British Petroleum), Royal Dutch/Shell Group, General Motors, Daimler-Chrysler, Toyota Motors, Ford Motors, General Electric, Chevron-Texaco, Conoco-Phillips, dan Citigroup?

Dengan revenue sebesar US $ 287,989,000,000.00 di tahun 2005, perusahaan dengan bisnis yang mencengangkan ini telah mengungguli BP yang revenue-nya ’hanya’ US $ 285,059,000,000.00, Exxon Mobil (US $ 270,772,000,000.00), General Motors (US $ 193,517,000,000.00), Toyota Motors (US $ 172,616,000,000.00), dan sebagainya.

Beruntunglah saya telah mengamati bisnis ini sejak hampir 6 (enam) tahun yang lalu, sejak dia mengambil alih mahkota dari perusahaan-perusahaan raksasa yang telah hampir setengah abad memahkotai bisnis sejagad ini, sehingga pelan namun pasti saya dapat menemukan sebab-sebab mengapa bisnis ini semakin menggurita.

Ada satu lagi yang membuat saya terkagum-kagum yaitu, jika bisnis minyak dan otomotif biasanya berbasis pada inovation-based excellence maka bisnis ini kembali ke rumah lama, kembali ke khittah, yang menurut buku atau referensi terbaru sudah dianggap usang dan ketinggalan zaman, yaitu berbasis operation-based excellence. Di samping itu meskipun bisnis ini nampaknya sedikit dapat digolongkan sebagai capital intensive, namun sebenarnya bisnis ini lebih masuk sebagai bisnis labour intensive. Perusahaan dengan bisnis yang kini bertengger di no. 1 (dari segi revenue) ini mempekerjakan 1,600,000 pekerja, yang juga pemegang rekor perusahaan dengan pekerja terbesar no. 1 di dunia. (Catatan : No. 2 . China National Petroleum dengan 1,133,985 pekerja, No. 3. U.S. Postage Service dengan 807,986 pekerja).

Mengapa pengamatan saya ini saya sampaikan? Karena ternyata, mau tidak mau, suka tidak suka, bisnis ini telah merambah negara kita, yang nampaknya nanti akan semakin menggurita.

Memang benar bahwa prestasi yang dicapai oleh jenis bisnis ini adalah pencapaian yang spektakuler untuk revenue-nya. Sedangkan prestasi profitnya masih di bawah bisnis-bisnis legendaris minyak dan otomotif. Namun bukan tidak mungkin untuk profitpun akan segera menyusul. Lihat saja pertumbuhan profitnya selama 10 (sepuluh) tahun terakhir.

Perlu diketahui, bahwa penyandang mahkota untuk most profitable companies di jagad raya ini untuk tahun 2005 masih dipegang oleh :

1. Exxon-Mobil, dengan total revenue no. 3 di dunia, atau sebesar US $ 270,772,000,000.00 memperoleh profit US $ 25,330,000,000.00 atau sebesar %


2. Royal Dutch/Shell Group dengan total revenue no. 4 di dunia, atau sebesar US $ 268,690,000,000.00 memperoleh profit US $ 18,183,000,000.00 atau sebesar %


3. Citigroup, dengan total revenue no. 16 di dunia, atau sebesar US $ 108,276,000,000.00 memperoleh profit US $ 17,046,000,000.00 atau sebesar %


4. General Electric, dengan total revenue no. 9 di dunia, atau sebesar US $ 152,866,000,000.00, memperoleh profit US $ 16,593,000,000.00 atau sebesar %

Dari data di atas saja, dan dari kecenderungan global memang untuk ranking pencapaian profit didominasi oleh bisnis minyak (ranking 1), bisnis jasa keuangan dan pasar modal (ranking 2), dan bisnis otomotif (rangking 3). Untuk General Electric yang memberikan kontribusi profit terbesar adalah dari SBU Finance, bukan dari
manufacturing.

Juga kalau ditinjau dari lamanya dominasi sebagai pemegang mahkota bisnis dunia, ternyata selama 50 (lima puluh) tahun terakhir , atau sejak 1955 sampai dengan 2005.

Bisnis otomotif yang dikomandani oleh General Motors (dengan followers Daimler Crysler, Toyota Motors, Ford Motors dll) pernah menjadi raja selama 37 kali, sementara Exxon Mobil selama 10 kali, sedangkan bisnis yang sekarang jadi topik, yang diwakili oleh pelaku bisnis yang sementara saya sebut sebagai XYZ, baru sebanyak 4 kali dan itu diperolehnya sejak tahun 2002 sampai saat ini. Padahal sepuluh tahun sebelumnya 100 besar dunia saja belum diraihnya. Secara tiba-tiba saja pelaku bisnis XYZ ini nongol dan bertengger di posisi 4 dunia pada tahun 1995, kemudian secara pasti menapak kejayaan menuju puncak pada tahun 2002 sampai dengan saat ini.

Karena yang pernah merajai bisnis global ‘hanya’ 3 (tiga) perusahaan, maka untuk memudahkan dan demi konvergensi, saya analisis dari 3 perusahaan tersebut.

General Motors, merajai dunia 37 kali,


Revenue 1995 : US $ 154,951.00 Millions, Profit : US $ 4,900.60 M
Revenue 2000 : US $ 189,058.00 Millions, Profit : US $ 6,002.00 M
Revenue 2005 : US $ 193,517.00 Millions Profit : US $ 2,805.00 M

Exxon-Mobil, merajai dunia 10x (terutama sejak mengakuisisi Mobil)


Revenue 1995 : US $ 101,459.00 Millions, Profit : US $ 5,100.00 M
Revenue 2000 : US $ 163,881.00 Millions, Profit : US $ 7,910.00 M
Revenue 2005 : US $ 270,772.00 Millions, Profit : US $ 25,330.00 M

Pelaku Bisnis XYZ, merajai dunia 4 kali, sejak 2002 s/d saat ini.


Revenue 1995 : US $ 83,412.40 Millions, Profit : US $ 2,681.00 M
Revenue 2000 : US $ 163,881.00Millions, Profit : US $ 7,910.00 M
Revenue 2005 : US $ 288,189.00Millions, Profit : US $ 10,267.00 M

Dari data di atas, nampak bahwa pelaku bisnis XYZ amat mencengangkan dalam hal revenue maupun profit. Dari segi revenue tumbuh mendekati 100% dalam 5 tahun atau rata-rata 25% per tahun, sementara profitnya tumbuh 4 kali lipat dalam 10 tahun, atau melipat 100% dalam 2,5 tahun., atau 40% dalam setahun. Memang dalam hal profit tidak sebesar bisnis minyak (yang lima tahun terakhir memperoleh wind-fall), atau bisnis jasa keuangan.

Dalam satu pengamatan penulis pernah menyampaikan bahwa volume bisnis global untuk barang dan jasa hanya 1/84 kali volume bisnis pasar uang dan modal. Atau boleh dikatakan volume bisnis pasar uang dan modal dalam 4 hari baru dapat disamakan dengan susah payah oleh bisnis barang dan jasa selama setahun. Apakah trend tersebut akan berimbas pada bisnis XYZ ini? Untuk itu bahasannya akan penulis sampaikan di waktu lain (tentu saja jika sempat!)

Nampaknya masih banyak juga yang belum tahu tentang Bisnis XYZ yang menjadi pokok bahasan penulis. Terbukti ketika dalam rangkaian acara Rakornas Asosiasi Manajemen Indonesia ke VIII yang sekaligus dirangkai dengan Resepsi HUT Asosiasi Manajemen Indonesia ke 17 dan Seminar tanggal 15 dan 16 Desember yang lalu, masih banyak yang penasaran dan menanyakan langsung (tatap muka) ke penulis. Bahkan Pak Kavi ketika berjalan beriringan dengan penulis dari Ruang Makan di Shima Room menuju Ruang Seminar telah menyampaikan tebakannya, namun sayang kurang tepat. Ketika itu penulis telah menyampaikan, jika ingin tahu lebih dalam, supaya menunggu serial tulisan berikutnya. Di situlah nanti teka-teki tersebut akan penulis sampaikan. Di samping itu, penulis perlu menyampaikan apresiasi kepada Pak Kavi dan Pak Satria yang sempat bincang-bincang dengan penulis, meskipun hanya sekilas. Tak lupa pula penulis ingin menyampaikan salam dan terima kasih kepada Bpk/Ibu yang lain yang telah menanggapai serial tulisan tentang topik ini secara positip.

Berangkat dari apa yang saya sampaikan kepada Pak Kavi tersebut di atas, dan setelah saya bertemu Pak Satria dalam tatap muka, maka saya dengan ini akan mengakhiri teka-teki tersebut, sekaligus untuk mengakhiri serial tulisan ini.

Seperti telah saya sampaikan dalam tulisan saya sebelumnya, salah satu pelaku Bisnis XYZ ini sudah 4 (empat tahun) ini merajai jagad bisnis global, menggeser dominasi bisnis otomotif, bisnis minyak, dan jenis-jenis bisnis lain yang lebih mapan selama hampir setengah abad.

Bagi para pembaca yang jeli, sebenarnya cukup mudah untuk menebak bisnis apa itu, karena di Indonesia jenis bisnis ini sedang menjamur.

Bisnis apakah itu?

Baiklah, bisnis yang saya maksud adalah Retail Business. Bisnis yang sekarang mulai menggurita di negara kita juga. Sedang pelaku bisnis yang sekarang memahkotai global bisnis dalam segi revenue-nya adalah WALL-MART STORES.

Kalau lebih kita cermati, ternyata, bahwa pelaku-pelaku lain untuk bisnis eceran ini juga mulai merangsek ke papan atas. Contohnya CARREFOUR, yang 8 (delapan) tahun lalu belum ada apa-apanya, bahkan belum sempat menghuni 500 besar dunia, tahun 2005 mencatatkan diri sebagai no. 22 dunia dengan revenue sebesar US $ 90,381,700,000.00.

Nah gejala apa ini?

Siapapun tahu, keunggulan bisnis saat ini didominir oleh bisnis yang berbasis pada inovation-based excellence, sementara Bisnis Retail lebih berat ke operation-based excellence, meskipun kadar inovasinya memang ada namun jauh lebih besar penonjolan atas aspek keunggulan pada operasionalnya.

Maaf, tentu saja yang dibahas di sini adalah bisnis yang legal, bukan yang illegal atau underground, seperti bisnis narkoba, bisnis senjata illegal, bisnis prostitusi, dan underground business lainnya.

Dalam bisnis ini Wall-Mart Stores (USA) adalah rajanya, yang pada tahun 2005 dengan total revenue US$ 287,989.00 millions selama 4 (empat) tahun secara berturut-turut berhasil mengungguli BP, Exxon-Mobil, Royal Dutch/Shell Group, General Motors, DaimlerChrysler, Toyota Motor, Ford Motor, General Electric, Total, atau juga sering disebut Top 10 Global.

Malah dari data terakhir, yang baru penulis dapatkan datanya sehari sebelum Resepsi HUT AMA, atau tepatnya tanggal 14 Desember 2006, Wall-Mart pada tahun 2006 ini, prognose atas revenuenya adalah sebesar US$ 312,400.00
millions.

Nah, sebelum penulis lebih dalam mengupasnya, kita tengok terlebih dahulu anatomi bisnis ini.

Dalam BISNIS RITEL (Retail Business), Top 25 Global Retail Business ternyata semuanya menunjukkan kinerja yang mencengangkan, dan berhasil merangsek naik pada TOP 500 Global Business. Di samping Wall-Mart Stores yang kini ada di Ranking 1, Carrefour sebagai kompetitor terberat Wall-Mart Stores kini nangkring di ranking 22, padahal sebelumnya tidak diperhitungkan sama sekali. Ingat betapa ekspansifnya Carrefour di seluruh dunia termasuk Indonesia. Di Surabaya saja belum genap 2 tahun ini sudah berdiri 4 gerai.

Data terakhir (prognose 2006) kinerja bisnis ini secara global dapat dibaca dari sajian data di bawah ini, terutama yang masuk Top 25 yang disusun berdasar rankingnya :

1. Wall-Mart Stores (USA), Sales US$ 312.40 billions, jumlah gerai : 6380 di 16 negara. Wall-Mart Stores saat ini belum masuk ke Indonesia. Sementara seluruh gerainya yang ada di Jerman telah diakuisisi oleh pesaingnya dari Jerman sendiri Metro Group. Wall-Mart Store dikomadani oleh CEO : H. Lee Scott Jr.

2. Carrefour (Perancis), Sales US$ 92.9 billions, jumlah gerai : 12.179 di 37 negara. Carrefour telah menusuk jantung Indonesia secara massal khususnya di kota-kota besar. CEO : Jose Luis Juran

Catatan khusus : Meskipun Wall-Mart ‘hanya’ mempunyai outlets sejumlah 6380 dan ‘hanya’ di 16 negara, jauh di bawah Carrefour yang ‘hanya’ memiliki outlets sejumlah 12.179 di 37 negara, namun sales-nya ternyata tiga kali lipat daripada kinerja Carrefour. Juga profitnya, Wal-Mart Stores memperoleh tiga kali dibandingkan Carrefour. Dalam hal ini dapat dikatakan bahwa Wal-Mart Stores lebih efektif dan efisien dibandingkan dengan Carrefour. Bayangkan kalau Wall-Mart Stores ikut meramaikan pasar di Indonesia.

Juga persaingan mereka di China, sangat menarik untuk diamati. Karena di China, di samping Wall-Mart Stores dan Carrefour, juga ada raksasa retail China yang ikut bermain di pasar yaitu Hymall (dan supplier utamanya Ting Hsin) yang berkolaborasi dengan Tesco, raksasa hypermarket dari Inggris, mencoba menghadang laju kinerja dari Wall-Mart Stores dan Carrefour. Suatu aliansi strategis yang patut diperhitungkan, mengingat Tesco adalah ranking 3 Global untuk Bisnis Ritel.

Untuk pasar China Top 4 Retail Business ini (Wall-Mart Stores, Carrefour, Tesco, dan Metro Group) meramaikan pasar China secara sungguh-sungguh dan ekspansif. Itupun masih ditambah pesaing lain di luar Top 4, namun masuk Top 25 Global Retail Business, seperti Auchan (Perancis, ranking 12), Aeon (Jepang, ranking 15), dan Seven & I (Jepang, ranking 19). Ada apa dengan China, yang begitu menariknya bagi Retailers raksasa?

3. Tesco (Inggris), sales US$ 69.6 billions, jumlah gerai 2365 di 14 negara. CEO : Terry Leahy.

Kemudian secara berturut-turut adalah : 4. Metro Group (Jerman) 5. Kroger (USA) 6. Ahold (Belanda) 7. Costco (USA) 8. Rewe (Jerman) 9. Schwartz Group (Jerman 10. Aldi (Jerman). (Maaf : penulis terpaksa menyingkatnya supaya tidak membuat anggota milis jenuh dengan angka-angka. Juga penulis sengaja hanya menyajikan Top 10 saja, meskipun sampai Top 25 penulis ada datanya).

Yang juga menarik adalah ternyata dalam Bisnis Ritel ini Grup Makro, Giant atau Hero dan Hypermart yang kebetulan cukup berbicara di pasar nasional, belum dapat berbicara banyak di pasar global, karena berada di luar Top 50 Retail Business. Malah dari Belanda yang menonjol adalah Ahold, bukan Makro.

Kenapa penulis mengungkapkan fenomena ini? Karena di sini kita dapat belajar banyak, bagaimana marketing, delivery, PPIC, logistics (termasuk supply chain), operation, delivery, human resources, finance, dan aspek-aspek manajerial lain khususnya yang termasuk dalam business process dapat menggenggam pasar dengan cukup efektif dan efisien. Faktanya ketika orang jual bahan bangunan dengan menggunakan sistem ritel ini (Contohnya : DEPO BANGUNAN), ternyata kinerjanya sangat bagus. Bagaimana dengan produk-produk lain di luar consumer good jika mengikuti sistem ini?

Penulis sempat berpikir, dan ingin melempar bola panas, dengan sedikit pertanyaan : ”Bagaimana, ya jika sistem bisnis ini diterapkan untuk services bukan untuk product. Juga bagaimana jika diterapkan untuk produk yang bukan mass product namun untuk yang job order. Bisakah? Pertanyaan ini penulis lempar karena mengingat, bahwa selama ini yang dijual dalam bisnis ritel adalah produk, bukan jasa. Itupun produk yang diproduksi secara massal (mass product), bukan job order.

Di samping itu, kenapa dengan Retailers asli Indonesia, kenapa tidak dapat berbicara di pasar sendiri, apalagi pasar regional maupun pasar global? Padahal peluang dan pasarnya sangat terbuka!

Salam selalu,

Ratmaya Urip

TAMAT

Tidak ada komentar: