Sabtu, 07 Maret 2009

Oleh-oleh Sebagai Moderator Dirut PT Merpati N usantara




OLEH-OLEH SEBAGAI MODERATOR SEMINAR :

DIREKTUR UTAMA PT MERPATI NUSANTARA

“Pengambilan Keputusan

tanpa Harus Menginjak Ranjau Hukum”

Oleh : Ratmaya Urip*)

Terakhir kali saya berjumpa dengan Bpk DR Bambang Bhakti, MBA adalah pada tahun 2006, atau tepatnya pada hari Selasa malam, tanggal 15 Agustus 2006 di Balai Adika Hotel Majapahit, Jalan Tunjungan, Surabaya. Tempat yang notable dan historis, karena di hotel tersebut ketika masih bernama Hotel Yamato (tahun 1945), para pejuang, yaitu arek-arek Suroboyo yang heroik berhasil menurunkan bendera merah putih biru dan menyobek bagian warna birunya, sehingga tinggal warna merah dan putihnya saja.

Saya ingat betul pertemuan dengan Pak Bambang tersebut, karena ketika itu saya bertindak sebagai moderator untuk seminar beliau yang berjudul Grass-Root Leadership. Setelah dua setengah tahun tidak bertemu ternyata beliau tidak lupa kepada saya. Sapanya yang ramah dan akrab dengan suara bariton yang sangat saya kenal itu tidak berubah sama sekali. Memang selalu menyenangkan dan betah untuk bincang-bincang dengan beliau. Ngangeni!

Malam itu, Senin, 2 Maret 2009 mulai jam 19.00 WIB, di Ballroom Java Paragon beliau kembali hadir untuk menyampaikan seminar, dalam kapasitas beliau sebagai Direktur Utama Merpati Nusantara. Rasanya bukanlah kebetulan kalau saya kembali harus mendampingi beliau sebagai moderator. Teman-teman memang meminta saya untuk menjadi moderator, karena menurut teman-teman yang paling pas untuk mendampingi beliau adalah saya. Tentu saja itu merupakan kehormatan dan amanah bagi saya.

Yang bagi saya sangat surprised sekaligus notable dan historis adalah, untuk pertama kalinya sepanjang hidup saya, baru kali ini saya menjadi moderator seminar didampingi (baca: diapit) oleh sepasang pramugari cantik Merpati Nusantara, yang sengaja dibawa Pak Bambang Bhakti selama memberikan presentasi. Julatan keindahan ragawi-nya sangat memukau, memendarkan aroma kecantikan alami, yang tentu saja sangat menggugah semangat para peserta seminar (khususnya para pria), untuk menyimak presentasi sampai akhir. Karena baik presentasi Pak Bambang Bhakti, maupun keindahan ragawi para pendamping, semuanya enggan untuk berpaling dari julatan perhatian para peserta seminar. Balutan seragam baru (yang pada kesempatan seminar kali ini baru di-launching, karena memang belum secara resmi dipakai dalam aktifitas operasional), nampaknya sangat pas untuk menjadi semacam trademark perusahaan di waktu-waktu yang akan datang. Beruntung, meskipun di sebelah saya dua bidadari cantik begitu lekat menggoda seluruh indra saya, konsentrasi sebagai moderator tetap fokus. (Hanya sayang, sampai saat seminar berakhir, saya lupa menanyakan namanya. Oh, ya...Pak Bambang Bhakti pasti ada datanya. He..he..he..Maaf Pak Bambang, ini sekedar bercanda untuk menajamkan tulisan saja, sekaligus memperkenalkan gaya tulisan saya).

Topik seminar kali ini adalah kiat-kiat beliau dalam membawa PT Merpati Nusantara dari keterpurukan (baca: kebangkrutan) menuju kondisi yang lebih baik. Maka jika makalah beliau diberi judul From Dying to Flying, adalah tepat sekali.

Beliau dilantik sebagai Direktur Utama PT Merpati Nusantara sejak tanggal 6 Agustus 2008 di Jakarta. Jadi baru selama 7 (tujuh) bulan.

Saya berpendapat, Pak Bambang Bhakti cukup pas untuk menduduki posisi tersebut. Saya ingat sekali dengan keinginan beliau yang dalam bekerja selalu menghindari kenyamanan, dan selalu ingin mendapatkan tantangan yang besar, syukur jika dapat bekerja dalam kondisi kritis atau krisis, karena kondisi kritis dan krisis akan menempa seseorang menjadi bermental baja, ulet, mandiri, tangguh, dan tahan banting. Merujuk pemeo lama maka dapat saya sampaikan, bahwa, kharisma yang prima, dengan kualifikasi excellence (baik, bijak, lugas, tegas, accountable, capable, acceptable, credible, kreatif, inovatif, visioner, serta memiliki keseimbangan yang baik dalam leadership dan followership) akan dapat diperoleh dari pemimpin yang lahir dari suatu krisis besar, atau dari suatu tekad besar yang visioner, dan merealisasikannya dengan baik, serius dan benar. Ada langkah-langkah aplikasi yang baik, benar dan terukur mulai dari visi, misi, strategi, action plan, goal & objective sampai evaluasinya.

Merujuk pada Morrisey (1996), ada kesinambungan mulai dari aktifitas intuitif sampai ke aktifitas analitik, yang biasanya disebut sebagai alur : Pemikiran Strategis à Perencanaan Jangka Panjang à Perencanaan Taktis.

Secara sederhana dapat dikatakan bahwa porsi pemikiran strategis dari proses ini amat bersandar pada intuisi, sedangkan porsi analitis hanya sedikit. Porsi perencanaan jangka panjang memerlukan keseimbangan di antara keduanya, sementara porsi perencanaan taktis amat bersandar pada analitis, sedangkan intuisi terutama berfungsi sebagai pengecek dan penyeimbang (Morrisey, 1996). Pemikiran strategis mengarah pada perspektif, perencanaan jangka panjang mengarah pada posisi, sedangkan perencanaan taktis mengarah pada performa.

Orang Jepang dapat maju dengan daya saing bangsa yang tinggi, dan telah tertransformasi menjadi stereotip atau bahkan prototip bangsa yang tangguh, ulet, tekun, hemat dan yang memiliki kemampuan bersaing tinggi karena kondisi krisis dan kritis berupa tantangan alam yang menderanya sepanjang hayat. Mereka harus bertahan dan harus survive terhadap gempa bumi, badai dan tanah gersang. Mereka tidak memiliki sumber daya alam untuk menghidupinya.

Orang Amerika Serikat lain lagi, mereka adalah kumpulan imigran dari belahan dunia lain yang memang sejak dari asalnya merupakan bangsa-bangsa dengan kemampuan survival yang tinggi karena tantangan berat di tempat asal yang juga menyebabkan mereka harus tetap survive. Siapa yang tidak kenal reputasi dan etos kerja orang-orang Irish, Scottish, Spanish, Bavarian, German, Jews, dan komponen-komponen bangsa lainnya yang telah membentuk pelangi bangsa dengan etos kerja yang prima di Amerika Serikat?

Sementara orang Singapura sedikit berbeda. Mereka dilahirkan tanpa sumber daya alam yang merupakan prasyarat untuk hidup. Maka mereka kemudian memutar otak untuk dapat hidup. Perpaduan secara agregat seluruh kekuatan individu yang memiliki prototip berupa semangat juang tinggi untuk hidup, dengan sistem yang dibangun secara baik dan benar, telah melahirkan Singapura dengan kemampuan bersaing seperti saat ini. Terakhir saya dapatkan informasi, bahwa Singapura mendapatkan ranking 10 dari 133 negara di bidang Pariwisata. Sementara negara kita menduduki rangking buncit, yaitu ranking 81 (Source: Strip-News TV One, Kamis, 5 Maret 2009 jam 20.29 WIB).

Pada intinya saya sepakat dengan pendapat Pak Bambang Bhakti, bahwa secara singkat, pemimpin yang baik sering kali lahir dari suatu krisis. Biasanya sistem yang baik juga akan lahir dari krisis.

Pak Bambang Bhakti memiliki reputasi yang sangat baik. Kalau tidak, pastilah tidak akan terpilih untuk mengendalikan PT Merpati Nusantara yang ketika beliau masuk memiliki bad-debt sejumlah Rp 2,5 trilliun, dengan cash-flow negatif serta rugi usaha per hari rata-rata Rp 1. milliard. MZ was financially bankrupt...! Kiprah beliau sebelumnya sebagai CEO di Jakarta International Container Terminal, yang didahului dengan pengalaman-pengalaman selama 8 tahun di Multi Bintang Indonesia, 5 tahun di PT Good Year Indonesia, 2 tahun di Unilever Indonesia, 5 tahun di PT Trakindo Utama, serta 6 tahun sebagai L & D Director PT Coca Cola Bottling Indonesia, nampaknya bakal benar-benar diuji!

Kesulitan keuangan yang membelit PT Merpati Nusantara, menyebabkan operasional perusahaan benar-benar terganggu, karena tidak mampu lagi membayar bahan bakar, membeli suku cadang, membayar asuransi, sewa bandara, dan lain-lain.

Kemudian apa yang dilakukan untuk mengatasi masalah tersebut, karena beliau dihadapkan pada persoalan mati dan hidup. Jika itu perusahaan swasta pastilah sudah ditutup atau dipailitkan. Namun karena misi yang diembannya sebagai jembatan udara Indonesia Timur, maka tentu saja Pemerintah dengan cara apapun akan menyelamatkannya.

Apa saja yang kemudian dilakukan oleh Pak Bambang Bhakti?

Sejak dilantik Pak Bambang langsung tancap gas. Tentu saja beliau dibekali peluru oleh Pemerintah, karena Presiden dalam Rapat Kabinet Terbatas menyediakan dana Rp 300 Milliar sebagai soft loan kepada PT Merpati Nusantara. Dari dana tersebut sejumlah Rp 223 Milliar digunakan untuk memangkas 50% dari total karyawan dari semula 2.600 orang menjadi 1.300 orang. PHK sejumlah itu, meskipun uang pesangon disiapkan, pelaksanaannya tidaklah mudah. Namun karena tangan dingin beliau, maka dalam waktu 4 minggu sejak beliau dilantik atau tepatnya tanggal 9 September 2008, pelaksanaan PHK semuanya dapat diselesaikan, meskipun penuh onak dan duri. Sisa dananya diperuntukkan buat aktifitas operasional perusahaan termasuk modal kerja dan pemeliharaan pesawat serta pemindahan Kantor Pusat PT Merpati Nusantara dari Jakarta ke Makassar.

Di samping itu sejak hari pelantikan, yang beliau jadikan kick-off atau lebih tepatnya take-off untuk flying from dying, dalam waktu 1 x 24 jam beliau mengumpulkan jajaran direksi untuk melakukan perencanaan restrukturisasi organisasi. Hasilnya dalam 11 minggu organisasi baru terbentuk, dengan hanya menyisakan 14 General Manager dari 27 General manager yang ada sebelumnya.

Langkah-langkah di atas dapatlah disebut sebagai Strategic Decisions in Crises.

Kuncinya adalah, penerapan manajemen krisis (unusual business running), tidak lagi menganut manajemen generik (as usual business running). Sebab jika tidak demikian maka terlambat semenit saja perusahaan pasti akan mati. Kiat-kiat pengambilan keputusan tanpa harus menginjak ranjau hukum itulah jalan keluarnya. Sebab salah-salah dapat menjadi pesakitan atau masuk jerat Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

Sebagai profesional dari luar perusahaan, langkah berani beliau mengaduk-aduk perusahaan patut diacungi jempol. Tentu saja semua risiko sudah diperhitungkan. Apalagi jabatan terakhir beliau sebagai CEO Jakarta International Container Terminal, dengan lika-liku keangkeran dunia kepelabuhanan telah memberi andil dan memperkuat mental dan fisik beliau, dalam setiap pengambilan keputusan dan pelaksanaannya di lapangan dalam situasi krisis tersebut.

Ternyata ada rumus yang patut disimak yang menjadi kunci keberhasilan langkah-langkah beliau, yaitu 5-AS, yaitu semuanya harus jelAS, lugAS, tegAS, integritAS, dan tuntAS.

Jelas, artinya harus benar-benar dapat dipahami dan dimengerti. Lugas, harus tanpa basa-basi, to the point dan strike. Tegas, berarti tidak boleh mencla-mencle. Integritas, berarti harus benar-benar sebagai teladan dalam berbuat untuk menuju perbaikan dan kebaikan. Sementara Tuntas, berarti semua harus selesai, tidak boleh setengah-setengah.

Selanjutnya, Leadeship In Action, dengan menapak pada langkah-langkah untuk mencapai sasaran utama PT Merpati Nusantara yaitu “Fly to Grow”, dengan cara:

· Menghentikan financial bleeding kurang dari 100 hari sejak pelantikan

· Memperbaiki sales revenue yang dimulai sejak setelah pelantikan

· Membuat positive cash-flow & memulai making profit

Bagaimana hasilnya setelah memegang kemudi selama 7 (baca: tujuh) bulan?

Hasilnya adalah :

· Cash-flow sekarang positif

· Mulai mendapatkan laba, dan tahun 2009 ini ditargetkan mendapatkan laba Rp 200 milliar.

Tentu saja apa yang saya tulis di atas hanyalah garis besarnya saja, karena pelaksanaannya di atas meja maupun di lapangan tidak semulus apa yang ditulis di atas. Seni mengelola perusahaan sangat diperlukan di sini. Hambatan-hambatan yang ada sangatlah besar, yang bagi pemegang kendali yang kurang kompeten pasti akan semakin memperkeruh keadaan.

Pengambilan keputusan harus dilakukan secara cepat kalau tidak ingin perusahaan mati. Dari analisis saya, saya meyakini bahwa beliau mengambil keputusan secara intuitif. Tidak sembarang intuitif, karena berbasis pada pengalaman beliau, maka di dalamnya sudah terkandung makna analitis. Analitis yang sudah bersenyawa dalam benak dan hati beliau, sehingga proses analitisnya dilakukan secara cepat dan tepat. Bagi sebagian besar para pengambil keputusan, biasanya pengambilan keputusan banyak dilakukan secara analitis bukan secara intuitif. Pengambilan secara intuitif hanya akan berhasil jika dilakukan oleh pengambil keputusan yang sudah benar-benar berpengalaman.

Juga menurut saya, pengambilan keputusan beliau tidak hanya berbasis pada hal-hal yang bersifat transaksional, namun juga bersifat transformasional. Karena biasanya para pelaku bisnis lebih berat atau cenderung kepada hal-hal yang bersifat transaksional.

Apa yang saya sampaikan dalam 2 (dua) alinea di atas dapat saya yakini, karena beliau ternyata sangat memahami kekuatan-kekuatan, kelemahan-kelemahan, peluang-peluang, dan ancaman-ancaman yang ada dalam diri PT Merpati Nusantara. Dari kekuatan-kekuatan tersebut beliau kemudian melakukan analisis dengan model transformasi ala beliau. Analitisnya dilakukan secara cepat, sehingga seolah pengambilan keputusannya dilakukan berdasar pada intuisi semata. Itulah kelebihan beliau.

Akhirnya, karena beliau baru mengayunkan tangan dinginnya selama 7 (tujuh) bulan, tentu saja harus nyampluk (istilah beliau) di sana dan di sini, maka kita tunggu saja langkah-langkah berikutnya. Apakah keberhasilan yang akan diperoleh nantinya, atau malah kegagalan? Kita tunggu saja, karena bola panas sudah telanjur menggelinding. Apakah kursi yang kini diduduki adalah kursi panas menyengat dan membara atau kursi empuk yang melelapkan, kita nantikan saja hasilnya!

Sebab apa? Karena ketika tulisan ini saya luncurkan pada hari Sabtu, tanggal 7 Maret 2009 di milis Asosiasi Manajemen Indonesia dan Quality Network serta blog saya sekaligus (http://ratmayaurip.blogspot.com), mas Yoyong Burhanudin dari Radio Suara Surabaya tengah sibuk melayani gencarnya komplain dari para pendengar tentang buruknya pelayanan PT Merpati Nusantara di Bandara Juanda khusus pada hari itu. Tentang isi komplain saya tidak begitu tahu persis, karena saya sedang mengunggah (up-load) tulisan ini ke milis dan blog saya. Jika ingin jelas ada baiknya para anggota milis untuk menanyakannya ke Radio Suara Surabaya 100 FM, yang dapat diikuti secara on-line maupun on demand di www.suarasurabaya.net.

Terima kasih.

ooOoo

.

Catatan Penulis :

.

PT Merpati Nusantara menerbangi wilayah Indonesia Timur sebagai kawasan pasar utamanya (75% dari total operasional dan pasar). Pemindahan ibukota pelayanan yang baru dari Jakarta ke Makassar (meskipun kantornya baru dibangun), akan sangat membantu dalam efektifitas, efisiensi dan span of control.

Jika dicermati, situasi Indonesia Bagian Timur saat ini, mirip dengan situasi Amerika Serikat Bagian Barat pada pertengahan abad 19, atau tepatnya antara tahun 1850-an sampai tahun 1870-an. Dimana bagian barat Amerika Serikat yang waktu itu disebut wild-wild west, yang kosong melompong, yang membentang dari negara bagian Washington di barat laut , Oregon sampai California di barat daya, mulai menarik perhatian warga Amerika Serikat bagian timur (dari Massachusetts di timur laut sampai Florida di tenggara). Hal itu karena ditemukannya bahan-bahan mineral antara lain emas, perak, tembaga, timbel, dan uranium di California. Sehingga secara berbondong-bondong warga dari belahan timur bergerak ke barat memadati California. Apalagi ketika kereta api dapat mempertautkan jarak yang setara dengan jarak Sabang-Merauke (namun semuanya daratan, tidak diselingi laut di dalamnya seperti Indonesia) tersebut pada tanggal 10 Mei 1869 di titik Promontory, Utah. Demam emas yang melanda California waktu itu merupakan tonggak sejarah pemutusan isolasi wild wild west. Sehingga pantai barat Amerika Serikat dapat menjadi maju seperti sekarang ini. Barangkali jika tidak ada sarana angkut kereta api yang mempertautkan kedua wilayah yang berjarak jauh tersebut (sama dengan jarak Sabang-Merauke, atau jarak London-Baghdad), tidak akan pernah berdiri kota-kota Los Angeles, San Fransisco, San Diego, Las Vegas, Denver, San Diego atau Seattle. Atau juga kita tidak akan dapat menikmati film-film Hollywood, karena bagian barat Amerika Serikat masih tetap wild wild west. Tempat jin buang anak.

Indonesia Bagian Timur sama situasinya dengan Amerika Serikat Bagian Barat pada waktu itu. Jadi pada tahun 2009 di Indonesia Bagian Timur sama situasinya dengan Amerika Serikat Bagian Barat pada tahun 1869. Beda tahunnya 140 tahun. Jika di Amerika Serikat Bagian Barat disebut sebagai wild wild west, maka padanannya yaitu Indonesia bagian Timur disebut sebagai wild wild east. Jika wilayah di Amerika Serikat dipertautkan dengan kereta api, karena wilayahnya berujud daratan, maka karena Indonesia Bagian Timur dikelilingi laut, hanya dapat dipertautkan dengan kapal atau pesawat udara. Akan lebih cepat jika pertautannya dilakukan dengan pesawat udara. Jika di Amerika Serikat Bagian Barat berkembang dengan trigger emas, perak, tembaga, dan uranium di California, maka trigger di Indonesia Bagian Timur juga sama, karena di Irian Jaya, Maluku, Nusa Tenggara, Sulawesi dan Kalimantan juga kaya dengan emas, perak dan tembaga, batu bara, intan, dan lain-lain.

Dengan kata lain PT Merpati Nusantara akan sangat tepat jika dapat merujuk pada apa yang telah terjadi di Amerika Serikat Bagian Barat pada pertengahan abad 19, dengan menggantikan fungsi kereta api dengan pesawat udara. Karena masalah pemanfaatan sumber daya alam dengan wilayah yang sangat luas memerlukan mobilitas sumber daya manusia. Sarana untuk itu di Indonesia Timur adalah pesawat udara. Masalahnya, siapkah infrastrukturnya?

Itulah terobosan yang penuh realitas dan dapat meningkatkan vitalitas untuk meretas ketertinggalan Indonesia Bagian Timur supaya dapat meninggalkan sebutan wild wild east.

Pak Bambang Bhakti diharapkan untuk dapat menjadi masinis (merujuk Amerika Serikat Bagian Barat pada tengah abad sembilan belas), atau pilot (realitas di Indonesia Bagian Timur pada awal abad dua puluh satu), bukan hanya sebagai pion-bidak bagi permainan politik-ekonomi tingkat tinggi?) dalam perungkasan ketertinggalan yang sekarang masih melanda bagian timur negara kita tercinta. Apapun peranannya, saya yakin Pak Bambang Bhakti pasti BISA, asal jangan hanya berhenti sebatas wacana atau visi saja. Perlu tangan dingin sekaligus bertuah supaya kata “BISA” (yang kini cukup populer) namun menurut penulis masih retorika atau lebih tepatnya masih berupa perencanaan strategis, untuk dapat dilakukan cascading atau deployment menjadi misi, strategi, action plan, goal & objective, serta evaluasinya, dengan pelibatan seluruh resources yang benar-benar berkualitas, riel, efisien, applicable, tepat dan nyata. Tentu saja “strong & efective leadership” saja tidaklah cukup, karena harus diimbangi dengan “strong & efective followership”. Karena dari pengamatan penulis, banyak kegagalan yang terjadi di Indonesia saat ini yang disebabkan oleh lemahnya followership.

Sekuat apapun leadership-nya tanpa kemampuan menerjemahkan (cascading atau deployment) atas visi, ide dan mimpi seorang leader oleh follower-nya untuk menjadi action plan, real goal & objective di tingkat operasional, maka visi, ide dan mimpi tersebut hanyalah akan tetap sebatas wacana saja.

Menurut penulis makna followership yang masih berkutat hanya pada teori-teori Five reasons to follow, yaitu tentang relasi antara leader-follower yang berkaitan dengan respect, trust, liking, support, dan ideas, tidaklah cukup. Meskipun ditambah dengan teori-teori tentang exemplary, alienation, conformist, pragmatist, passive (Kelly’s Model, 1992).

Karena pada intinya, menurut penulis, followership, adalah kemampuan, kemauan dan atau kekuatan yang dimiliki oleh follower untuk menjadikan setiap mimpi, visi, ide, atau wacana dari seorang leader, menjadi kenyataan.

Sah-sah saja jika seorang leader menyampaikan mimpi-mimpinya (sebagai visi), karena pada akhirnya, follower-lah yang yang wajib untuk menerjemahkannya atau mewujudkannya di lapangan.

Masalahnya, apakah follower yang secara kasat mata jauh lebih banyak populasinya daripada leader itu sadar, bahwa dia mengemban tugas berat itu?

Hal tersebut perlu disampaikan, karena pada kenyataannya, banyak manusia Indonesia yang selalu menganggap dirinya sebagai leader, karena tidak mau mengakui keberadaannya sebagai follower. Mungkin karena tidak tahu caranya melakukan cascading atau deployment atas mimpi-mimpinya, atau mungkin juga karena lebih mudah membuat visi (merajut mimpi) daripada susah-susah menerjemahkannya untuk menjadi lebih rinci dan dapat dilaksanakan secara nyata di lapangan, untuk kemandirian, kesejahteraan, dan kemakmuran bangsa.

ooOoo

Komentar Pak Bambang Bhakti setelah membaca tulisan saya :
Hebaaat...lincah cuga gaya tulisannya... Terima kasih content-nya yg pas... Baru saja saya copy paste (tanpa ijin Mas) terus saya upload di Note saya... Kelihatan di Wall Mas Ratmaya?
.

Komentar Beberapa Pemerhati Kiprah Pak Bambang Bhakti, setelah membaca tulisan saya :

1. Sansan Bimo :

Membaca tulisan diatas dimana membandingkan indonesia saat ini dan amerika jadul. Berat tp mulia sekali.sy yakin di bawah bpk merpati pasti bisa terbang jauh lebih tinggi

2. Agus Anang :

Dengan telah membaca tulisan diatas, Solusi yang telah bapak lakukan cukup bijak........ Lanjutkan pak.....TERBANGLAH DENGAN MERPATI Sejauh dan setinggi mungkin ......... salam dari mantan Team work Out B of MBI Jatiluhur.

Tidak ada komentar: